METROTODAY, SURABAYA – Kabar mengejutkan datang dari Asrama Haji Debarkasi Surabaya. Sebanyak 11 jemaah haji dari berbagai daerah di Jawa Timur yang baru saja tiba, diduga terpapar COVID-19.
Kecurigaan ini muncul setelah tim Bidang Kesehatan PPIH Debarkasi Surabaya melakukan monitoring ketat melalui pengawasan suhu tubuh menggunakan thermal scanner dan aplikasi Satu Sehat Health Pass (SSHP).
Perwira Jaga Bidang Kesehatan PPIH Debarkasi Surabaya, dr. Rofiud Darojat, menjelaskan bahwa dari lima kloter yang sudah tiba, proses skrining dilakukan dengan sangat cermat.
“Apabila terdapat suhu tinggi 38,5 derajat Celcius dan saluran pernapasan yang bermasalah, akan langsung dilakukan swab,” tegas dr. Rofiud pada Sabtu (14/6).
Proses swab yang dilakukan meliputi tes antigen COVID-19 dan dilanjutkan dengan pengiriman sampel ke laboratorium untuk pemeriksaan PCR. Pemeriksaan PCR ini tidak hanya mengidentifikasi COVID-19, tetapi juga influenza.
“Sejauh ini ada 11 sampel yang kita ambil. Hasil antigen sudah negatif, namun sampel yang dikirim ke laboratorium membutuhkan waktu dua hingga tiga hari untuk mengetahui jemaah positif atau tidak COVID-19,” jelas dr. Rofiud.
Pihak PPIH Debarkasi Surabaya juga telah melakukan notifikasi ke Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dengan tembusan dinas kesehatan kabupaten/kota terkait.
“Intinya menyampaikan bahwa terdapat jemaah dari kabupaten/kota yang dilakukan pemeriksaan swab dengan hasil antigen negatif dan tinggal menunggu hasil laboratorium,” terang dr. Rofiud.
Dari 11 jemaah yang sampelnya diambil, dr. Rofiud menyebutkan bahwa mereka berasal dari Kota Kediri, Trenggalek, Tulungagung, dan beberapa daerah lain yang jemaahnya sudah tiba di asrama haji.
“Jadi, 11 jemaah itu setelah dilakukan antigen di klinik asrama haji Debarkasi Surabaya hasilnya negatif, tinggal kita lihat hasil pemeriksaan laboratorium. Mereka berasal dari Kota Kediri, Trenggalek, dan daerah yang sudah masuk ke asrama haji,” ungkapnya kembali.
Mayoritas jemaah yang menjalani swab antigen ini adalah lansia dan memiliki riwayat penyakit bawaan. “Lansia rata-rata dan sempat menjalani perawatan di RS di Arab Saudi, jadi kemudian tertular atau tidak, kita tunggu hasilnya,” imbuhnya.
Jika hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kasus positif COVID-19, jemaah diwajibkan untuk melakukan karantina mandiri, menjaga perilaku hidup bersih dan sehat, menggunakan masker, serta mengurangi kerumunan.
Dr. Rofiud mengingatkan, “Seperti kita ketahui, COVID-19 dinyatakan endemi, sehingga yang utama memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk menjaga perilaku hidup sehat, yang utama memakai masker apabila mengalami gejala sakit dan mengurangi kerumunan.”
Tes cepat (rapid test) akan dilakukan tergantung situasi dan kondisi jemaah. “Tergantung situasi, kalau emergency dan memenuhi kriteria pada saat di bandara mau dirujuk, ya dilakukan di bandara. Kalau dirujuk di poliklinik asrama, maka rapid dilakukan di asrama haji debarkasi,” jelas dr. Rofiud.
Ia juga berpesan kepada seluruh jemaah yang hendak pulang ke tanah air untuk senantiasa menjaga kesehatan, menggunakan masker, dan menjaga pola hidup bersih dan sehat. Hal ini mengingat di Arab Saudi masih ada penyakit yang perlu diwaspadai, yaitu MERS COVID-19 dan juga influenza.
“Semua pelaku perjalanan luar negeri, termasuk jemaah haji, adalah orang yang punya potensi penyakit tertular dari luar negeri. Makanya, kebijakan pemerintah dalam 21 hari ke depan, jemaah haji harus aware terhadap kesehatannya. Karena bisa jadi sakit yang dirasakan itu bukan penyakit yang ada di Indonesia, kemungkinan importasi penyakit,” imbaunya.
Dr. Rofiud juga menyarankan agar jemaah, jika saat di daerah mengalami gejala, segera langsung ke puskesmas terdekat dan menunjukkan barcode SSHP sebagai pengganti kartu K3JH. “Bagi petugas kesehatan juga harus aware sehingga proses pemeriksaan mempertimbangkan apakah ini penyakit menular atau tidak?” pungkasnya. (ahm)