METROTODAY, JAKARTA – Sebanyak 1.243 warga negara Indonesia (WNI) yang terindikasi sebagai calon jemaah haji (CJH) ilegal, ditunda keberangkatannya oleh petugas imigrasi di seluruh Indonesia periode 23 April hingga 1 Juni 2025.
Keberangkatan dari Bandara Soetta (Soekarno-Hatta) mencatat angka tertinggi dengan 719 orang, disusul Bandara Juanda Surabaya di Sidoarjo sebanyak 187 orang.
Data penundaan keberangkatan lainnya tersebar di beberapa bandara dan pelabuhan internasional. Antara lain dari Bandara Ngurah Rai Denpasar Bali sebanyak 52 orang, Bandara Sultan Hasanuddin Makassar 46 orang, Bandara Internasional Yogyakarta 42 orang, Bandara Kualanamu Medan 18 orang dan Bandara Minangkabau Sumatera Barat 12 orang.
Kemudian Bandara Internasional Sultan Aji Sulaiman Balikpapan 4 orang, Pelabuhan Citra Tri Tunas Batam 82 orang, Pelabuhan Batam Center 54 orang dan Pelabuhan Bengkong 27 orang.
Direktur Tempat Pemeriksaan Imigrasi Ditjen Imigrasi, Suhendra, menjelaskan alasan penundaan tersebut karena jemaah ilegal tidak memiliki visa haji atau dokumen yang dipersyaratkan untuk ibadah haji.
“Penundaan ini bukan berarti mereka tak bisa ke Arab Saudi, karena mereka punya visa Arab Saudi. Namun, selama musim haji, kami perlu menekan potensi penyalahgunaan visa untuk ibadah haji. Setelah musim haji, mereka tetap bisa berangkat sesuai visa mereka,” katanya, Selasa (3/6).
Suhendra lantas mengungkap modus para calon jemaah haji ilegal ini. Antara lain di Yogyakarta, terang dia, enam orang WNI yakni HBS, DDA, K, MS, M, dan ER yang awalnya mengaku berlibur ke Kuala Lumpur, terungkap akan transit ke Arab Saudi untuk ibadah haji.
Sementara di Surabaya, 171 CJH kedapatan menggunakan visa kunjungan dibantu biro perjalanan dengan biaya hingga ratusan juta rupiah. “Sangat disayangkan niat baik beribadah dimanfaatkan oknum tidak bertanggung jawab,” ungkap Suhendra.
Di Makassar, 46 WNI ditunda keberangkatannya karena keterangan yang tidak konsisten. Sebelas di antaranya mengaku akan ke Medan, namun sebenarnya hendak menunaikan ibadah haji secara ilegal.
Suhendra pun menekankan pentingnya menggunakan jalur resmi untuk menghindarkan masalah di dalam dan luar negeri. “Bersabar melalui jalur resmi lebih menjamin keamanan, kenyamanan, dan perlindungan hukum,” pungkasnya. (ahm)