10 September 2025, 23:26 PM WIB

PAK APBD Sidoarjo 2025 Terancam Cacat Hukum, DPRD dan Pemkab Bisa Terseret Skandal

METROTODAY, SIDOARJO – Polemik Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) APBD 2025 di Kabupaten Sidoarjo semakin memanas. DPRD Sidoarjo tetap menjadwalkan rapat paripurna pengesahan pada Kamis (11/9/2025), meski landasan hukumnya dinilai rapuh dan berisiko menimbulkan skandal hukum.

Masalah utama terletak pada dasar formil pembahasan anggaran. Laporan Pertanggungjawaban (LPP) APBD 2024 sebelumnya ditolak DPRD, sehingga hanya ditetapkan melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada), bukan Peraturan Daerah (Perda) sebagaimana mestinya.

Praktisi hukum dan pemerhati kebijakan publik, Abd. Basith, S.H., M.H., menegaskan bahwa situasi ini tidak bisa dipandang remeh.

“Meski sah secara administratif, Perkada tidak bisa menggantikan Perda yang menjadi syarat formil pembahasan PAK. Pasal 179 ayat (3) PP 12/2019 sudah jelas mengatur hal itu. Tanpa Perda LPP APBD 2024, pembahasan PAK 2025 otomatis tidak memiliki dasar hukum,” tegas Basith.

Menurutnya, bila PAK tetap dipaksakan, hal tersebut akan menimbulkan preseden buruk dalam tata kelola anggaran daerah.

Ia menyarankan agar pemerintah dan DPRD Sidoarjo memilih opsi melanjutkan APBD murni 2025 daripada memaksakan sesuatu yang cacat hukum.

“Ibarat membangun rumah di atas fondasi retak. Dari luar terlihat kokoh, tapi gampang runtuh saat diuji,” sindir Direktur SAKA Indonesia tersebut.

Basith mengingatkan, pengesahan PAK tanpa dasar hukum yang sah bisa digugat melalui jalur hukum.

Salah satunya lewat mekanisme judicial review di Mahkamah Agung (MA), sebagaimana diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil.

“Kalau DPRD tetap ngotot, silakan disahkan. Tapi kami akan ajukan uji materi ke MA. Jika MA membatalkan Perda PAK APBD 2025, maka seluruh pelaksanaan anggaran yang masuk dalam PAK berpotensi cacat hukum. DPRD dan Pemkab harus siap menanggung akibatnya,” tegasnya.

Ketegangan ini dinilai sebagai bukti carut-marut tata kelola politik anggaran di Sidoarjo.

Alih-alih berperan sebagai penyeimbang, DPRD justru dianggap memperburuk siklus anggaran dengan sikap inkonsistensinya.

“Ini bukan sekadar perdebatan tafsir hukum. PP 12/2019 sudah memberi garis batas yang jelas. DPRD seharusnya konsisten mengawasi sejak awal tahun anggaran, bukan hanya muncul saat menolak Raperda LPP APBD,” pungkas Basith.

Jika DPRD dan Pemkab tetap memaksakan pengesahan, bukan tidak mungkin Sidoarjo akan menghadapi skandal politik anggaran besar yang berujung pada kekacauan pelaksanaan program pembangunan daerah. (mt)

METROTODAY, SIDOARJO – Polemik Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) APBD 2025 di Kabupaten Sidoarjo semakin memanas. DPRD Sidoarjo tetap menjadwalkan rapat paripurna pengesahan pada Kamis (11/9/2025), meski landasan hukumnya dinilai rapuh dan berisiko menimbulkan skandal hukum.

Masalah utama terletak pada dasar formil pembahasan anggaran. Laporan Pertanggungjawaban (LPP) APBD 2024 sebelumnya ditolak DPRD, sehingga hanya ditetapkan melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada), bukan Peraturan Daerah (Perda) sebagaimana mestinya.

Praktisi hukum dan pemerhati kebijakan publik, Abd. Basith, S.H., M.H., menegaskan bahwa situasi ini tidak bisa dipandang remeh.

“Meski sah secara administratif, Perkada tidak bisa menggantikan Perda yang menjadi syarat formil pembahasan PAK. Pasal 179 ayat (3) PP 12/2019 sudah jelas mengatur hal itu. Tanpa Perda LPP APBD 2024, pembahasan PAK 2025 otomatis tidak memiliki dasar hukum,” tegas Basith.

Menurutnya, bila PAK tetap dipaksakan, hal tersebut akan menimbulkan preseden buruk dalam tata kelola anggaran daerah.

Ia menyarankan agar pemerintah dan DPRD Sidoarjo memilih opsi melanjutkan APBD murni 2025 daripada memaksakan sesuatu yang cacat hukum.

“Ibarat membangun rumah di atas fondasi retak. Dari luar terlihat kokoh, tapi gampang runtuh saat diuji,” sindir Direktur SAKA Indonesia tersebut.

Basith mengingatkan, pengesahan PAK tanpa dasar hukum yang sah bisa digugat melalui jalur hukum.

Salah satunya lewat mekanisme judicial review di Mahkamah Agung (MA), sebagaimana diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil.

“Kalau DPRD tetap ngotot, silakan disahkan. Tapi kami akan ajukan uji materi ke MA. Jika MA membatalkan Perda PAK APBD 2025, maka seluruh pelaksanaan anggaran yang masuk dalam PAK berpotensi cacat hukum. DPRD dan Pemkab harus siap menanggung akibatnya,” tegasnya.

Ketegangan ini dinilai sebagai bukti carut-marut tata kelola politik anggaran di Sidoarjo.

Alih-alih berperan sebagai penyeimbang, DPRD justru dianggap memperburuk siklus anggaran dengan sikap inkonsistensinya.

“Ini bukan sekadar perdebatan tafsir hukum. PP 12/2019 sudah memberi garis batas yang jelas. DPRD seharusnya konsisten mengawasi sejak awal tahun anggaran, bukan hanya muncul saat menolak Raperda LPP APBD,” pungkas Basith.

Jika DPRD dan Pemkab tetap memaksakan pengesahan, bukan tidak mungkin Sidoarjo akan menghadapi skandal politik anggaran besar yang berujung pada kekacauan pelaksanaan program pembangunan daerah. (mt)

Artikel Terkait

Pilihan Editor

Pilihan Editor

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/