26.5 C
Surabaya
21 June 2025, 1:26 AM WIB

Masukan dari PTNBH: Sistem Penerimaan Maba Butuh Perbaikan Segera Seperti Ini

METROTODAY, SURABAYA – Majelis Senat Akademik Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) mendesak dilakukannya sinkronisasi sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) dengan sistem pendidikan dasar dan menengah.

Desakan ini disampaikan dalam Sidang Paripurna Majelis Senat Akademik PTNBH yang digelar Jumat (20/6) di Ballroom Hotel Ciputra Surabaya, dihadiri 170 delegasi dari 24 PTNBH seluruh Indonesia.

Wakil Rektor I Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Martadi, mengungkapkan permasalahan mendasar yang perlu diatasi.

“Harapannya sistem seleksi masuk perguruan tinggi agar lebih harmonis dengan sistem pendidikan di SMA dan SMK,” ujarnya.

Ia menunjuk perbedaan standar penilaian rapor antar sekolah, banyaknya jalur masuk perguruan tinggi, dan beban berlebih pada peserta didik sebagai akar masalah.

“Banyak keluhan soal rapor yang tidak standar. Prestasi mahasiswa setelah masuk perguruan tinggi pun tak signifikan. Ini PR besar,” tegas Martadi.

Sidang menghasilkan dua rekomendasi utama. Pertama, masukan untuk Kementerian Pendidikan Tinggi terkait penyederhanaan dan harmonisasi seleksi masuk perguruan tinggi.

Kedua, usulan kepada Kementerian Pendidikan Dasar terkait model evaluasi dan tes kompetensi siswa agar selaras dengan kebutuhan pendidikan tinggi.

“Harapannya, sistem seleksi masuk perguruan tinggi lebih harmonis, sinkron dengan sistem pembelajaran di SMA/SMK, lebih sederhana, adil, dan objektif,” papar Martadi.

Ia menekankan pentingnya rekomendasi ini bagi PTNBH yang memiliki otonomi dalam menentukan jalur masuk.

“Majelis Senat Akademik seperti DPR-nya PTNBH, memiliki otoritas untuk pengawasan akademik,” imbuhnya.

Martadi mencontohkan kebijakan Unesa yang memiliki beragam jalur mandiri, termasuk Jalur Golden Ticket bagi mahasiswa berprestasi luar biasa.

“Mahasiswa dengan followers hampir satu juta bisa langsung diterima tanpa tes dan mendapat beasiswa penuh. Namun, mereka harus berkontribusi, misalnya mempromosikan kampus lewat konten positif,” jelasnya.

Unesa juga memiliki jalur kerjasama dengan pemerintah daerah, jalur internasional, dan seleksi berdasarkan prestasi olahraga/keagamaan. Meski demikian, Martadi mengakui perlu evaluasi menyeluruh terhadap jalur mandiri agar tetap adil dan efektif.

Staf Khusus Menteri Bidang Pemerintahan dan Akuntabilitas, Tjitjik Srie Tjahjandarie, menegaskan bahwa penerimaan mahasiswa baru merupakan kewenangan masing-masing perguruan tinggi.

Namun, Kementerian tetap berkomitmen menjaga keadilan, akuntabilitas, dan objektivitas dalam seleksi. “Sistem PMB harus inklusif, berlaku untuk semua peserta,” tegas Tjitjik.

Ia mengapresiasi inisiatif Majelis Senat Akademik PTNBH dan menyatakan hasil kajian ini akan menjadi masukan penting bagi Kementerian untuk mengevaluasi sistem yang ada.

“Pendidikan itu satu paket. SMA/SMK tak bisa dilepaskan dari perguruan tinggi. Jika tak sinkron, siswa dan negara yang dirugikan,” tegas Tjitjik.

Ia menekankan pentingnya mensinergikan kedua jenjang pendidikan tersebut untuk menciptakan sistem PMB yang inklusif.

Sidang Paripurna ini menghadirkan tujuh narasumber utama, termasuk Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, dan Ketua Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru 2025. (ahm)

METROTODAY, SURABAYA – Majelis Senat Akademik Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) mendesak dilakukannya sinkronisasi sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) dengan sistem pendidikan dasar dan menengah.

Desakan ini disampaikan dalam Sidang Paripurna Majelis Senat Akademik PTNBH yang digelar Jumat (20/6) di Ballroom Hotel Ciputra Surabaya, dihadiri 170 delegasi dari 24 PTNBH seluruh Indonesia.

Wakil Rektor I Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Martadi, mengungkapkan permasalahan mendasar yang perlu diatasi.

“Harapannya sistem seleksi masuk perguruan tinggi agar lebih harmonis dengan sistem pendidikan di SMA dan SMK,” ujarnya.

Ia menunjuk perbedaan standar penilaian rapor antar sekolah, banyaknya jalur masuk perguruan tinggi, dan beban berlebih pada peserta didik sebagai akar masalah.

“Banyak keluhan soal rapor yang tidak standar. Prestasi mahasiswa setelah masuk perguruan tinggi pun tak signifikan. Ini PR besar,” tegas Martadi.

Sidang menghasilkan dua rekomendasi utama. Pertama, masukan untuk Kementerian Pendidikan Tinggi terkait penyederhanaan dan harmonisasi seleksi masuk perguruan tinggi.

Kedua, usulan kepada Kementerian Pendidikan Dasar terkait model evaluasi dan tes kompetensi siswa agar selaras dengan kebutuhan pendidikan tinggi.

“Harapannya, sistem seleksi masuk perguruan tinggi lebih harmonis, sinkron dengan sistem pembelajaran di SMA/SMK, lebih sederhana, adil, dan objektif,” papar Martadi.

Ia menekankan pentingnya rekomendasi ini bagi PTNBH yang memiliki otonomi dalam menentukan jalur masuk.

“Majelis Senat Akademik seperti DPR-nya PTNBH, memiliki otoritas untuk pengawasan akademik,” imbuhnya.

Martadi mencontohkan kebijakan Unesa yang memiliki beragam jalur mandiri, termasuk Jalur Golden Ticket bagi mahasiswa berprestasi luar biasa.

“Mahasiswa dengan followers hampir satu juta bisa langsung diterima tanpa tes dan mendapat beasiswa penuh. Namun, mereka harus berkontribusi, misalnya mempromosikan kampus lewat konten positif,” jelasnya.

Unesa juga memiliki jalur kerjasama dengan pemerintah daerah, jalur internasional, dan seleksi berdasarkan prestasi olahraga/keagamaan. Meski demikian, Martadi mengakui perlu evaluasi menyeluruh terhadap jalur mandiri agar tetap adil dan efektif.

Staf Khusus Menteri Bidang Pemerintahan dan Akuntabilitas, Tjitjik Srie Tjahjandarie, menegaskan bahwa penerimaan mahasiswa baru merupakan kewenangan masing-masing perguruan tinggi.

Namun, Kementerian tetap berkomitmen menjaga keadilan, akuntabilitas, dan objektivitas dalam seleksi. “Sistem PMB harus inklusif, berlaku untuk semua peserta,” tegas Tjitjik.

Ia mengapresiasi inisiatif Majelis Senat Akademik PTNBH dan menyatakan hasil kajian ini akan menjadi masukan penting bagi Kementerian untuk mengevaluasi sistem yang ada.

“Pendidikan itu satu paket. SMA/SMK tak bisa dilepaskan dari perguruan tinggi. Jika tak sinkron, siswa dan negara yang dirugikan,” tegas Tjitjik.

Ia menekankan pentingnya mensinergikan kedua jenjang pendidikan tersebut untuk menciptakan sistem PMB yang inklusif.

Sidang Paripurna ini menghadirkan tujuh narasumber utama, termasuk Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, dan Ketua Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru 2025. (ahm)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/