METROTODAY, SURABAYA – Idul Adha yang juga dikenal sebagai Hari Raya Kurban, adalah salah satu hari besar umat Islam yang dirayakan dengan penuh sukacita di seluruh dunia.
Di Indonesia, perayaan ini tak hanya identik dengan penyembelihan hewan kurban, tetapi juga menjadi panggung bagi berbagai tradisi unik yang mencerminkan kekayaan budaya dan kearifan lokal masyarakat di berbagai daerah.
Tradisi-tradisi ini bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan juga ajang untuk mempererat tali silaturahmi, menghormati leluhur, dan menjaga keharmonisan sosial.
1. Manten Sapi di Pasuruan: Bentuk Penghormatan pada Hewan Kurban
Di Pasuruan, Jawa Timur, terdapat tradisi “Manten Sapi” yang dilakukan menjelang Hari Raya Idul Adha. Dalam tradisi ini, sapi-sapi yang akan dikurbankan diperlakukan layaknya pengantin. Mereka dihias dengan kalung bunga tujuh rupa, kain kafan, serban, dan sajadah.
Setelah itu, sapi-sapi tersebut diarak menuju masjid setempat untuk diserahkan kepada panitia kurban. Tradisi ini merupakan bentuk penghormatan mendalam terhadap hewan kurban yang akan disembelih, sekaligus menjadi wujud rasa syukur atas rezeki yang diberikan.

2. Mepe Kasur di Banyuwangi: Simbol Penolak Bala dan Keharmonisan Rumah Tangga
Masyarakat suku Osing di Desa Kemiren, Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur, memiliki tradisi unik “Mepe Kasur” atau menjemur kasur menjelang Idul Adha. Kasur-kasur berwarna merah dan hitam dijemur di depan rumah dari pagi hingga sore hari.
Warna merah melambangkan keberanian, sedangkan hitam melambangkan kekekalan. Tradisi ini dilakukan sebagai simbol untuk menolak bala dan menjaga keharmonisan rumah tangga. Ini adalah salah satu tradisi yang kaya akan filosofi dan nilai-nilai lokal.

3. Grebeg Gunungan di Yogyakarta: Wujud Syukur dan Berkah Melimpah
Di Yogyakarta, perayaan Idul Adha dimeriahkan dengan tradisi megah “Grebeg Gunungan”. Masyarakat mengarak hasil bumi yang disusun dalam bentuk gunungan dari halaman Keraton menuju Masjid Gede Kauman. Setelah itu, hasil bumi tersebut dibagikan kepada masyarakat yang telah menanti.
Tradisi ini melambangkan rasa syukur kepada Tuhan atas rezeki yang melimpah dan dipercaya membawa berkah bagi siapa saja yang mendapatkannya. Grebeg Gunungan juga menjadi daya tarik wisata budaya yang memukau.

4. Ngejot di Bali: Toleransi dan Kebersamaan Antar Umat Beragama
Di Bali, umat Muslim menjalankan tradisi “Ngejot” saat Idul Adha, yaitu berbagi makanan, minuman, dan buah-buahan kepada tetangga non-Muslim.
Tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur dan penghormatan, serta menunjukkan nilai-nilai kebersamaan dan toleransi yang tinggi di masyarakat Bali yang majemuk.
Ngejot adalah bukti nyata bahwa perbedaan agama tidak menghalangi terjalinnya silaturahmi dan keharmonisan.
5. Toron dan Nyalase di Madura: Mempererat Tali Keluarga dan Menghormati Leluhur
Masyarakat Madura memiliki tradisi “Toron” dan “Nyalase” saat Idul Adha. “Toron” adalah tradisi mudik, di mana para perantau Madura pulang ke kampung halaman untuk merayakan hari besar bersama keluarga.
Setelah itu, mereka melakukan “Nyalase”, yaitu ziarah ke makam leluhur untuk mendoakan mereka. Tradisi ini sangat penting untuk mempererat hubungan keluarga dan menghormati leluhur, menunjukkan kuatnya ikatan kekeluargaan dalam budaya Madura.

6. Accera Kalompoang di Gowa: Melestarikan Warisan Budaya Kerajaan
Di Gowa, Sulawesi Selatan, terdapat tradisi “Accera Kalompoang” yang dilakukan selama dua hari berturut-turut, dimulai sehari sebelum Idul Adha dan dilanjutkan pada hari raya itu sendiri.
Tradisi ini melibatkan pembersihan benda-benda pusaka peninggalan Kerajaan Gowa sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan pelestarian warisan budaya yang tak ternilai. Ini adalah perpaduan antara ritual keagamaan dan pelestarian sejarah.

7. Kaul Negeri dan Abda’u di Maluku Tengah: Memohon Perlindungan dan Menolak Bala
Di Negeri Tulehu, Maluku Tengah, masyarakat menjalankan tradisi “Kaul Negeri” dan “Abda’u” saat Idul Adha. Tradisi ini melibatkan pemuka adat dan agama yang menggendong tiga ekor kambing menggunakan kain, kemudian diarak keliling desa sambil diiringi alunan takbir dan salawat menuju masjid.
Tradisi ini dipercaya sebagai bentuk penolak bala serta permohonan perlindungan kepada Tuhan agar desa dan warganya senantiasa dalam keadaan aman dan berkah.

8. Apitan di Semarang: Syukur atas Rezeki Hasil Bumi
Di Semarang, Jawa Tengah, terdapat tradisi “Apitan” yang dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki berupa hasil bumi. Tradisi ini diisi dengan pembacaan doa yang dilanjutkan dengan arak-arakan hasil tani dan ternak.
Hasil tani yang diarak ini kemudian diambil secara berebutan oleh masyarakat setempat, yang dipercaya membawa berkah. Apitan adalah perwujudan nyata dari rasa syukur masyarakat terhadap melimpahnya hasil panen.

9. Bakar Batu di Papua: Simbol Kebersamaan dan Toleransi di Tanah Papua
Di Papua, masyarakat merayakan Idul Adha dengan tradisi unik “Bakar Batu”. Tradisi ini melibatkan proses memasak daging kurban bersama-sama dengan cara membakar batu hingga panas membara. Daging dan sayuran kemudian dimasak di atas batu panas tersebut. Tradisi ini merupakan simbol kebersamaan, gotong royong, dan rasa syukur atas berkah yang diberikan. Bakar Batu juga menjadi ajang mempererat tali persaudaraan antar warga.
Tradisi-tradisi unik ini memperlihatkan bahwa perayaan Idul Adha di Indonesia lebih dari sekadar ritual keagamaan. Tradisi ini adalah perayaan budaya yang menjadi ajang untuk mempererat tali silaturahmi, menghormati leluhur, dan menjaga keharmonisan dalam masyarakat. (alk)