METROTODAY, SURABAYA – Raja Ampat yang terletak di Papua Barat Daya dikenal sebagai salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia.
Beberapa waktu belakangan, isu mengenai rencana ekspansi tambang nikel di wilayah ini menjadi diskursus serius di masyarakat, terutama di sosial media.
Hal ini tentunya menimbulkan kekhawatiran serius dari berbagai pihak karena dampak dari pertambangan nikel tentu adalah kerusakan alam. Yang sudah nyata terjadi di kawasan Bangka Belitung.
Berikut ini dampak yang akan terjadi jika Raja Ampat dijadikan tambang nikel.
1. Kerusakan Ekosistem Laut dan Terumbu Karang
Dampak yang dapat dengan jelas terlihat adalah kerusakan pada ekosistem laut dan terumbu laut yang ada di sana. Aktivitas tambang nikel di pulau-pulau seperti Gag, Kawe, dan Manuran telah menyebabkan pembabatan lebih dari 500 hektare hutan alami.
Kemudian, limpasan tanah akibat deforestasi ini meningkatkan sedimentasi di pesisir, yang berpotensi menghancurkan ekosistem terumbu karang yang rapuh.
2. Penurunan Kualitas Air dan Ancaman bagi Biota Laut
Laporan dari Auriga Nusantara menemukan bahwa lahan yang digunakan untuk pertambangan di Raja Ampat bertambah sekitar 494 hektare dari tahun 2020 hingga 2024. Angka itu sekitar tiga kali lipat dari laju perluasan lima tahun sebelumnya.
Total area yang diizinkan untuk pertambangan di Raja Ampat semuanya untuk nikel lebih dari 22.420 hektare, atau sekitar 55.400 hektare.
Hal ini menunjukkan bahwa ekspansi tambang nikel telah menyebabkan deforestasi, pencemaran air, dan gangguan ekosistem di Raja Ampat.
Sedimentasi dari aktivitas tambang merusak terumbu karang dan kehidupan laut, termasuk spesies langka seperti penyu sisik dan pari manta .
3. Dampak Sosial dan Ekonomi bagi Masyarakat Adat
Masyarakat adat yang bergantung pada pariwisata dan perikanan terancam kehilangan mata pencaharian akibat kerusakan lingkungan.
Koordinator Aliansi Jaga Alam Raja Ampat, Yohan Sauyai, menyoroti bahwa operasi tambang tanpa persetujuan masyarakat adat mencerminkan pengabaian terhadap hak tanah ulayat mereka.
Dengan adanya aktivitas tambang nikel, maka bisa dipastikan aktivitas pariwisata akan rusak dan berpengaruh pada perekonomian masyarakat.
4. Reaksi Pemerintah dan Lembaga Terkait
Reaksi pengecaman aktivitas tambang nikel tidak hanya muncul dati aktivis lingkungan dan masyarakat, tapi juga pemerintah. Novita Hardini, anggota Komisi VII DPR RI dari Jatim, menegaskan bahwa aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat melanggar regulasi dan mengancam kekayaan hayati kawasan tersebut. Ia menyerukan penghentian pemberian izin baru dan audit lingkungan terhadap Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sudah terbit .
Adapun, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, juga menyatakan akan mengunjungi Raja Ampat untuk meninjau langsung kondisi di lapangan dan siap mengambil langkah hukum jika ditemukan pelanggaran .
5. Seruan dari Aktivis dan Masyarakat
Kini, suara pengecaman untuk melindungi Raja Ampat juga banyak digaungkan masyarakat. Seperti aktivis dari Greenpeace bersama empat anak muda Papua menggelar aksi damai di Indonesia Critical Minerals Conference di Jakarta, membentangkan spanduk bertuliskan “What’s the True Cost of Your Nickel?” dan “Save Raja Ampat from Nickel Mining”. Selain itu, sudah banyak gerakan kolektif oleh netizen di sosial media seperti di Instagram dengan template save Raja Ampat.
Rencana ekspansi pertambangan nikel di Raja Ampat tentu menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan, kehidupan sosial, dan ekonomi masyarakat setempat. Perlu langkah tegas dari pemerintah untuk menegakkan aturan izin tambang dan birokrasi serta kesadaran kolektif dari masyarakat untuk menjaga kelestarian Raja Ampat, sebagai salah satu surga biodiversitas laut dunia ini. (alk)