METROTODAY, SURABAYA – Sebuah penelitian terbaru mengungkap fakta mengejutkan tentang kebiasaan anak-anak di Surabaya dalam menggunakan gawai.
Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. Nanik Indahwati dari Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan (FIKK) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menunjukkan bahwa rata-rata anak berusia 12-15 tahun di Surabaya menghabiskan waktu hingga 5,9 jam per hari, atau 41,3 jam per minggu, di depan layar gawai.
“Yang mengkhawatirkan, 91,5 persen waktu tersebut digunakan untuk bermedia sosial dan bermain game, hanya 8,5 persen untuk belajar dan bekerja,” ungkap Prof. Nanik Indahwati, Senin (28/7), tentang penelitiannya yang melibatkan 355 siswa SMP di Surabaya.
Prof. Nanik menjelaskan, angka tersebut menunjukkan kecenderungan anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu untuk melakukan hiburan digital daripada kegiatan produktif.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak negatifnya terhadap kesehatan mental dan fisik anak.
Penelitian ini menemukan korelasi kuat antara durasi screen time dan kesehatan mental anak.
“Semakin lama anak terpapar layar, semakin tinggi risiko mereka mengalami gangguan kecemasan, depresi, masalah konsentrasi, dan impulsivitas. Dampaknya meluas hingga ke relasi sosial, aktivitas harian, dan kesejahteraan psikis anak secara keseluruhan,” jelasnya.
Dampak negatif juga terlihat pada kesehatan fisik. Pola makan dan tidur yang tidak teratur akibat terlalu asyik dengan gawai berujung pada gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik.
“Cahaya biru dari layar mengganggu produksi melatonin, hormon tidur, sehingga ritme sirkadian terganggu. Hal ini berdampak pada regulasi emosi, konsentrasi, dan kemampuan anak mengatasi stres,” papar Prof. Nanik.
Kurangnya aktivitas fisik dan interaksi sosial langsung juga menjadi masalah serius.
Prof. Nanik menekankan pentingnya aktivitas fisik untuk pelepasan endorfin dan interaksi sosial untuk mengembangkan keterampilan komunikasi dan empati.
“Orang tua dan sekolah memiliki peran kunci dalam membatasi screen time anak sesuai rekomendasi WHO maksimal 1 jam untuk anak usia 2-4 tahun dan 2 jam untuk anak usia 5-17 tahun,” saran Prof. Nanik.
Ia juga menyarankan pendampingan dalam memilih konten edukatif dan mendorong aktivitas fisik serta interaksi sosial di dunia nyata.
“Ini menjadi pengingat penting bagi orang tua dan pendidik untuk lebih memperhatikan penggunaan gawai oleh anak-anak. Membatasi screen time, memilih konten yang tepat, dan mendorong aktivitas fisik serta interaksi sosial merupakan langkah penting untuk memastikan kesehatan mental dan fisik anak-anak serta perkembangan mereka yang optimal,” pungkasnya. (ahm)