METROTODAY, JAKARTA – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memaparkan praktik terbaik inovasi pengelolaan kota cerdas dalam rangkaian acara Seminar Innovative Government Award (IGA) 2025. Seminar yang diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ini berlangsung di Kempinski Grand Ballroom, Jakarta Pusat.
Acara ini merupakan bagian dari ajang penghargaan IGA 2025, kegiatan tahunan yang menilai dan menghargai pemerintah daerah yang menunjukkan inovasi terdepan dalam pelayanan publik, tata kelola pemerintahan, dan pembangunan daerah.
Di hadapan kepala dan perwakilan Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) se-Indonesia, Eri Cahyadi menyajikan materi berjudul Satu Data Kewilayahan Surabaya Peta Cerdas Panduan Kebijakan.
Ia menguraikan upaya Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam mengintegrasikan seluruh layanan pemerintahan berbasis data melalui dua platform utama yakni aplikasi internal Kantorku dan aplikasi eksternal WargaKu.
“Maka kita bisa lihat di (pelayanan) kesehatan hari ini yang di puskesmas itu yang berobat berapa. Hari ini yang lahir dari seluruh rumah sakit Surabaya berapa, yang akan stunting jadi berapa, kita tahu semua,” ujarnya, Selasa (9/12).
Polda Jatim Ungkap Aksi Anarkis yang Rugikan Negara Ratusan Miliar, Ratusan Anak Terlibat
Menurut Eri, integrasi data memungkinkan pemantauan secara real time di berbagai sektor. “Terkait luar (eksternal), ada aplikasi WargaKu, semua keluhan masuk di sana, kita pakai AI (Artificial Intelligence). Jadi kalau hari ini kita tanya siapa (warga), permasalahan apa, maka akan muncul,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa AI juga diimplementasikan dalam penanganan keluhan warga hingga perumusan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
“Musrenbang kita juga menggunakan AI. Jadi Musrenbang itu (melibatkan) anak muda, setiap orang-orang yang ada di perkampungan itu kita tanya, apa sih yang diinginkan, langsung keluar. Di situlah kita akan mengambil kebijakan,” ujarnya.
Eri menekankan pentingnya konsep satu peta satu data sebagai fondasi pengambilan kebijakan, yang memungkinkan pemetaan kondisi kependudukan hingga tingkat Rukun Warga (RW) secara terperinci.
“Dalam satu rumah tadi itu ada berapa KK (Kartu Keluarga), ada berapa jiwa di situ. Di dalam berapa jiwa tadi yang SD berapa, yang SMP berapa, yang SMA berapa, yang menganggur berapa, pendapatannya berapa. Kami tahu sampai sedetail itu,” paparnya.
Dalam bidang pelayanan, ia mencontohkan percepatan perizinan, termasuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gratis bagi warga miskin yang bisa diselesaikan hanya 15 menit. “Karena kita sudah bantu melalui aplikasi dan mereka datang ke mal pelayanan publik (MPP), 15 menit selesai,” katanya.
Eri juga menyinggung tujuh tujuan utama negara sebagai tolok ukur keberhasilan inovasi. “Maka inovasi apa pun yang dilakukan daerah, ketika tujuh ini tidak ada mengalami perubahan, maka di situ gagal yang namanya inovasi,” tegasnya, merujuk pada penurunan kemiskinan, pengangguran, stunting, angka kematian ibu dan anak, perbaikan gini rasio, peningkatan IPM, serta pertumbuhan ekonomi.
Ia mendorong sinergi inovasi antar-daerah dan optimistis satu data nasional akan memfasilitasi pengawasan kinerja yang lebih efektif. “Ketika satu data ini dijadikan satu, maka kita sebagai kepala daerah bisa melihat. (Misal) Stunting di Surabaya hari ini berapa? Stunting di Jakarta berapa? Stunting di Jawa Barat berapa? Karena real time semuanya,” tuturnya.
Di akhir pemaparan, Eri menegaskan bahwa inovasi sejati bukan tentang menjadi yang terbaik secara individu. “Bagaimana kita ini satu NKRI bisa bergerak bersama antar daerah, antar kepala daerah, antar pemerintah sehingga itu menjadi yang terbaik bagi negara kita, bagi kota-kota kita,” pungkasnya. (ahm)

