26 September 2025, 1:48 AM WIB

Monumen Ayam Jago Sawunggaling Jadi Ikon Baru Penanda Sejarah Kadipaten Surabaya

METROTODAY, SURABAYA – Monumen Ayam Jago sebagai penanda sejarah perjuangan Joko Berek alias Raden Sawunggaling, kini menjadi ikon terbaru Kota Surabaya.

Monumen ini kokoh berdiri di antara ruas Jalan Raya Menganti, Kelurahan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri, yang dekat dengan area makam Raden Sawunggaling yang merupakan Adipati Surabaya yang terkenal karena perjuangannya melawan penjajah Belanda.

Camat Lakarsantri, Yongky Kuspriyanto Wibowo, menjelaskan bahwa monumen ini menandai cikal bakal berdirinya Kota Surabaya. Sebab menurut cerita sesepuh, Joko Berek adalah anak Adipati Jayengrono, sosok yang berkuasa pertama di Kadipaten Surabaya.

“Saat itu, Joko Berek diberi ibunya sehelai selendang kuning. Katanya, kalau ingin mencari keberadaan ayahnya agar membawa selendang kuning itu ke Kadipaten Surabaya,” ujarnya mengenang cerita sesepuh, Selasa (9/9).

Sesampainya di Kadipaten Surabaya, Joko Berek bertemu saudara tirinya dan ditantang bertarung ayam jago serta memanah. Setelah memenangkan pertarungan, ia pun bisa bertemu dengan Adipati Jayengrono dan memberikan selendang kuning pemberian dari sang ibu.

“Kenapa ada Ayam Jago? Karena ketika dia (Joko Berek) mencari ayahnya tadi, selalu membawa ayam jago yang setiap kali diadu maka ayamnya itu selalu menang,” imbuhnya.

Monumen Ayam Jago ini tidak hanya sebagai penanda perjuangan Joko Berek. Tetapi juga sekaligus pengingat sejarah, khususnya bagi generasi muda, tentang asal berdirinya Kota Surabaya.

“Jadi dari makam ke monumen itu dekat, karena area makam Raden Sawunggaling itu berada di dalam gang, makanya monumen ini diletakkan di antara ruas jalan tadi sebagai tanda,” tuturnya.

Warga Kelurahan Lidah Wetan meminta Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi untuk membuatkan monumen Ayam Jago ini dengan harapan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan di kawasan Lidah Wetan.

“Harapannya infrastruktur penunjang lainnya bisa segera dibenahi. Karena di situ itu masih butuh taman dan tempat parkir. Saya nggak menyangka kalau hasilnya (monumen) sebagus itu, sampai warga antusias karena sudah lama menjadi keinginan sejak 2023. Akhirnya monumen itu terealisasi di 2025 ini,” paparnya.

Ketua LPMK Lidah Wetan, M. Andi, menambahkan bahwa monumen Ayam Jago sebelumnya sudah ada di kawasan itu. Namun hilang pada zaman penjajahan kolonial Belanda.

“Nah, saat kami di Balai Kota ditemui oleh Wali Kota (Eri Cahyadi), akhirnya warga serempak meminta dibangunkan kembali benteng atau monumen Ayam Jago. Karena sebelumnya sudah pernah ada, zaman Belanda dulu, dibangun oleh leluhur,” jelasnya.

Monumen Ayam Jago yang baru ini memiliki tinggi 7 meter dan melibatkan seniman asal Kota Surabaya dalam pembuatannya.

“Kearifan lokal itu bisa bisa juga menjadi sarana wisata sejarah. Di situ juga kan ada makam Joko Berek Sawunggaling, dan bisa jadi wisata religi juga dan itu bisa disinergikan,” pungkasnya. (ahm)

METROTODAY, SURABAYA – Monumen Ayam Jago sebagai penanda sejarah perjuangan Joko Berek alias Raden Sawunggaling, kini menjadi ikon terbaru Kota Surabaya.

Monumen ini kokoh berdiri di antara ruas Jalan Raya Menganti, Kelurahan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri, yang dekat dengan area makam Raden Sawunggaling yang merupakan Adipati Surabaya yang terkenal karena perjuangannya melawan penjajah Belanda.

Camat Lakarsantri, Yongky Kuspriyanto Wibowo, menjelaskan bahwa monumen ini menandai cikal bakal berdirinya Kota Surabaya. Sebab menurut cerita sesepuh, Joko Berek adalah anak Adipati Jayengrono, sosok yang berkuasa pertama di Kadipaten Surabaya.

“Saat itu, Joko Berek diberi ibunya sehelai selendang kuning. Katanya, kalau ingin mencari keberadaan ayahnya agar membawa selendang kuning itu ke Kadipaten Surabaya,” ujarnya mengenang cerita sesepuh, Selasa (9/9).

Sesampainya di Kadipaten Surabaya, Joko Berek bertemu saudara tirinya dan ditantang bertarung ayam jago serta memanah. Setelah memenangkan pertarungan, ia pun bisa bertemu dengan Adipati Jayengrono dan memberikan selendang kuning pemberian dari sang ibu.

“Kenapa ada Ayam Jago? Karena ketika dia (Joko Berek) mencari ayahnya tadi, selalu membawa ayam jago yang setiap kali diadu maka ayamnya itu selalu menang,” imbuhnya.

Monumen Ayam Jago ini tidak hanya sebagai penanda perjuangan Joko Berek. Tetapi juga sekaligus pengingat sejarah, khususnya bagi generasi muda, tentang asal berdirinya Kota Surabaya.

“Jadi dari makam ke monumen itu dekat, karena area makam Raden Sawunggaling itu berada di dalam gang, makanya monumen ini diletakkan di antara ruas jalan tadi sebagai tanda,” tuturnya.

Warga Kelurahan Lidah Wetan meminta Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi untuk membuatkan monumen Ayam Jago ini dengan harapan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan di kawasan Lidah Wetan.

“Harapannya infrastruktur penunjang lainnya bisa segera dibenahi. Karena di situ itu masih butuh taman dan tempat parkir. Saya nggak menyangka kalau hasilnya (monumen) sebagus itu, sampai warga antusias karena sudah lama menjadi keinginan sejak 2023. Akhirnya monumen itu terealisasi di 2025 ini,” paparnya.

Ketua LPMK Lidah Wetan, M. Andi, menambahkan bahwa monumen Ayam Jago sebelumnya sudah ada di kawasan itu. Namun hilang pada zaman penjajahan kolonial Belanda.

“Nah, saat kami di Balai Kota ditemui oleh Wali Kota (Eri Cahyadi), akhirnya warga serempak meminta dibangunkan kembali benteng atau monumen Ayam Jago. Karena sebelumnya sudah pernah ada, zaman Belanda dulu, dibangun oleh leluhur,” jelasnya.

Monumen Ayam Jago yang baru ini memiliki tinggi 7 meter dan melibatkan seniman asal Kota Surabaya dalam pembuatannya.

“Kearifan lokal itu bisa bisa juga menjadi sarana wisata sejarah. Di situ juga kan ada makam Joko Berek Sawunggaling, dan bisa jadi wisata religi juga dan itu bisa disinergikan,” pungkasnya. (ahm)

Artikel Terkait

Pilihan Editor

Pilihan Editor

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/