32.2 C
Surabaya
30 May 2025, 12:34 PM WIB

Belajar Matematika Asyik Tanpa Menyontek: Pakar Ungkap Metode Efektif yang Mengandung Nilai Karakter Bangsa

METROTODAY, SURABAYA – Intan Kusumaningrum guru kelas VI SDN Sememi 1 Surabaya yang viral karena mengajak para siswa menggunakan topeng saat ujian mata pelajaran matematika Oktober 2024.

Kini masih menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat bahkan akademisi juga angkat bicara terkait pembelajaran yang diklaim sebagai pembentukan karakter karena membuat siswa tidak dapat menyontek dan timbul rasa percaya diri.

Menurut Guru Besar Teknologi Pembelajaran, Universitas Bengkulu (UNIB) Prof. Dr. Riyanto, M.Pd, yang dilakukan oleh guru SD tersebut lebih mendahulukan karakter moral daripada kemampuan kognitif dapat dipahami. Jujur, rajin, disiplin, tekun, dan ulet merupakan kunci keberhasilan.

Penanaman karakter lebih penting dibandingkan dengan kemampuan sains, teknologi, ejenering, dan matematika (STEM), terlebih pada anak usia SD.

Prof Riyanto juga memberikan sebuah contoh ungkapan bahwa “para guru di negara maju, kami tidak kawatir di saat anak didik kami tidak paham matematika, kami lebih kawatir di saat mereka tidak tahu untuk mengantre”.

“Ungkapan tersebut benar karena untuk membuat anak mampu membaca, menulis, berhitung atau menaikkan nilai akademik, hanya perlu waktu 3–6 bulan saja dengan secara intensif mengajarkannya. Tetapi untuk mendidik perilaku moral seorang anak, dibutuhkan waktu lebih dari 15 tahun,” tuturnya.

Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (National Soft Skills Association, 2015) ditemukan, ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).

“Penelitian tersebut mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 15 persen oleh hard skill dan sisanya 85 persen oleh soft skill,” ujar Prof Riyanto.

Ia juga menjelaskan bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung soft skill daripada hard skill. Hal ini menunjukkan bahwa soft skill sangat penting untuk ditingkatkan.

Meskipun begitu, tidak berarti hard skill tidak diperlukan dalam kurikulum sekolah. Melalui konten/mata pelajaran dan pembelajarannya dapat ditumbuhkan hard skill dan soft skill.

“Jadi cara yang dilakukan oleh guru SD tersebut masih mengandung kelemahan diantaranya ribet maupun tidak nyaman. Padahal ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh siswa untuk berbuat tidak jujur. Misalnya: siswa minta bantuan AI melalui Smartphone, membuat catatan kecil yang disembunyikan (krepekan), dan lain-lain,” terangnya.

Selain itu Prof Riyanto menambahkan pemakaian topeng juga dapat menambah ketakutan siswa terhadap matematika karena harus menggunakan topeng saat ujian matematika.

“Mereka berfikir bahwa memang matematika adalah sulit. Ditambah lagi, hasil ujian yang biasa saja. Untuk itu, perlu dicarikan alternatif lain yang lebih baik, efektif, dan efisien,” imbuhnya.

Berikan Pembelajaran Matematika yang Asyik

Penulis buku matematika ini juga menjelaskan cara efektif agar siswa SD gemar belajar matematika diantaranya meyakinkan siswa bahwa matematika itu tidak sulit, sehingga tidak perlu ditakuti. Risikonya para guru matematika harus banyak belajar konsep matematika dan aplikasinya, sehingga guru matematika memiliki wawasan yang luas.

“Matematika diciptakan untuk menangani masalah di sekitar kita secara efektif dan efisien. Konsep-konsep matematika diformulasikan dari kehidupan di sekitar kita,” tegas Prof Riyanto.

Matematika bukan kumpulan rumus untuk dihafal. Matematika berkenaan dengan ide-ide dan atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif. Matematika meliputi urutan perkiraan, kesempatan,logika maupun argumentasi.

“Untuk anak SD dapat dicontohkan tentang urutan (waktu, tahun, bulan, minggu, hari, jam, tangga, barisan), perkiraan (luas, isi, dan berat dari wadah yang berbeda, jarak antarbenda), kesempatan (peluang menang-kalah), dan logika/argumentasi (mengapa; jika maupun maka),” ujarnya.

Agar siswa menyenangi matematika Prof Riyanto meminta para guru SD menggunakan definisi matematika-sekolah. Matematika-sekolah meliputi matematika sebagai: kegiatan penelusuran pola dan hubungan, kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan, kegiatan pemecahan masalah, dan alat berkomunikasi.

Siswa belajar matematika disebabkan oleh motivasi siswa belajar matematika, kemampuan siswa dalam bekerja sama dengan teman, dan belajar matematika melalui beragam konteks yang berbeda.

Dosen Prodi PGPAUD FKIP UNIB ini juga menyebut dalam pembelajaran matematika sekolah terdapat nilai-nilai tentang kejujuran, ketaatan, kesabaran, ketelitian, kelogisan, kekritisan, kekreatifan, kesederhanaan, maupun ketepatan waktu.

Pembelajaran terdapat beragam model dan metode pembelajaran yang terpusat pada siswa, di antaranya adalah: diskusi kelas, diskusi kelompok kecil, bermain peran dan simulasi, studi kasus, belajar penemuan, self-directed learning, belajar kooperatif, belajar kolaboratif, pembelajaran kontekstual, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis masalah, matematika realistik, inkuiri, problem posing, open ended.

“Selain yang disebut itu, masih banyak model/metode pembelajaran lain. Dalam model/metode pembelajaran juga terkandung nilai-nilai karakter bangsa, seperti kemandirian,” ungkapnya.

Selain itu kerjasama, kerja keras, cinta tanah air, dan lain-lain. Dalam penilaian kelas seperti jurnal, portofolio, tes, proses juga terkandung kejujuran, ketelitian, ketepatan, maupun kecepatan. Untuk tingkat SD penanaman nilai karakter bangsa dilakukan, terutama melalui pembelajarannya,” ujarnya.

Beberapa metode, teknik, media pembelajaran matematika SD yang dapat digunakan oleh para guru matematika SD, adalah metode bermain, media pembelajaran, pembelajaran kooperatif, pembelajaran konstekstual, dan teknik hitung cepat.

Prof Riyanto menjelaskan pembelajaran matematika bisa melalui metode bermain. Dengan metode ini, siswa dapat belajar dalam suasana yang santai, menyenangkan, dan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas.

“Guru dapat membuat permainan matematika yang melibatkan manipulasi benda-benda seperti biji-bijian, Natur (modifikasi ular tangga, Red), blok bangunan, sulap, teka-teki, dan kartu angka. Melalui penggunaan permainan tersebut, siswa dapat belajar mengenai konsep bilangan, operasi matematika, atau bahkan pemecahan masalah tanpa menyadari bahwa mereka sedang belajar matematika,” terangnya.

Media pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika SD, seperti manipulatif matematika, permainan, visualisasi, komputer, atau alat peraga digital.

Dengan adanya komputer, tablet, atau smartphone, siswa dapat memainkan beragam aplikasi matematika yang interaktif. menarik. dan menyenangkan.

Dalam metode kooperatif ini, siswa diajak untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah matematika. Mereka dapat belajar dari pengalaman dan pengetahuan satu sama lain, serta mengembangkan keterampilan sosialka. Mereka berbagi ide, mendiskusikan berbagai strategi, dan saling membantu dalam memahami konsep matematika.

“Siswa belajar dari satu sama lain, saling membantu saat mereka menghadapi kesulitan, dan menerapkan konsep matematika ke dalam situasi dunia nyata. Metode ini juga dapat meningkatkan motivasi siswa untuk aktif karena mereka belajar matematika dalam suasana yang santai dan bebas dari tekanan,” pungkasnya. (*)

METROTODAY, SURABAYA – Intan Kusumaningrum guru kelas VI SDN Sememi 1 Surabaya yang viral karena mengajak para siswa menggunakan topeng saat ujian mata pelajaran matematika Oktober 2024.

Kini masih menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat bahkan akademisi juga angkat bicara terkait pembelajaran yang diklaim sebagai pembentukan karakter karena membuat siswa tidak dapat menyontek dan timbul rasa percaya diri.

Menurut Guru Besar Teknologi Pembelajaran, Universitas Bengkulu (UNIB) Prof. Dr. Riyanto, M.Pd, yang dilakukan oleh guru SD tersebut lebih mendahulukan karakter moral daripada kemampuan kognitif dapat dipahami. Jujur, rajin, disiplin, tekun, dan ulet merupakan kunci keberhasilan.

Penanaman karakter lebih penting dibandingkan dengan kemampuan sains, teknologi, ejenering, dan matematika (STEM), terlebih pada anak usia SD.

Prof Riyanto juga memberikan sebuah contoh ungkapan bahwa “para guru di negara maju, kami tidak kawatir di saat anak didik kami tidak paham matematika, kami lebih kawatir di saat mereka tidak tahu untuk mengantre”.

“Ungkapan tersebut benar karena untuk membuat anak mampu membaca, menulis, berhitung atau menaikkan nilai akademik, hanya perlu waktu 3–6 bulan saja dengan secara intensif mengajarkannya. Tetapi untuk mendidik perilaku moral seorang anak, dibutuhkan waktu lebih dari 15 tahun,” tuturnya.

Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (National Soft Skills Association, 2015) ditemukan, ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).

“Penelitian tersebut mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 15 persen oleh hard skill dan sisanya 85 persen oleh soft skill,” ujar Prof Riyanto.

Ia juga menjelaskan bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung soft skill daripada hard skill. Hal ini menunjukkan bahwa soft skill sangat penting untuk ditingkatkan.

Meskipun begitu, tidak berarti hard skill tidak diperlukan dalam kurikulum sekolah. Melalui konten/mata pelajaran dan pembelajarannya dapat ditumbuhkan hard skill dan soft skill.

“Jadi cara yang dilakukan oleh guru SD tersebut masih mengandung kelemahan diantaranya ribet maupun tidak nyaman. Padahal ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh siswa untuk berbuat tidak jujur. Misalnya: siswa minta bantuan AI melalui Smartphone, membuat catatan kecil yang disembunyikan (krepekan), dan lain-lain,” terangnya.

Selain itu Prof Riyanto menambahkan pemakaian topeng juga dapat menambah ketakutan siswa terhadap matematika karena harus menggunakan topeng saat ujian matematika.

“Mereka berfikir bahwa memang matematika adalah sulit. Ditambah lagi, hasil ujian yang biasa saja. Untuk itu, perlu dicarikan alternatif lain yang lebih baik, efektif, dan efisien,” imbuhnya.

Berikan Pembelajaran Matematika yang Asyik

Penulis buku matematika ini juga menjelaskan cara efektif agar siswa SD gemar belajar matematika diantaranya meyakinkan siswa bahwa matematika itu tidak sulit, sehingga tidak perlu ditakuti. Risikonya para guru matematika harus banyak belajar konsep matematika dan aplikasinya, sehingga guru matematika memiliki wawasan yang luas.

“Matematika diciptakan untuk menangani masalah di sekitar kita secara efektif dan efisien. Konsep-konsep matematika diformulasikan dari kehidupan di sekitar kita,” tegas Prof Riyanto.

Matematika bukan kumpulan rumus untuk dihafal. Matematika berkenaan dengan ide-ide dan atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif. Matematika meliputi urutan perkiraan, kesempatan,logika maupun argumentasi.

“Untuk anak SD dapat dicontohkan tentang urutan (waktu, tahun, bulan, minggu, hari, jam, tangga, barisan), perkiraan (luas, isi, dan berat dari wadah yang berbeda, jarak antarbenda), kesempatan (peluang menang-kalah), dan logika/argumentasi (mengapa; jika maupun maka),” ujarnya.

Agar siswa menyenangi matematika Prof Riyanto meminta para guru SD menggunakan definisi matematika-sekolah. Matematika-sekolah meliputi matematika sebagai: kegiatan penelusuran pola dan hubungan, kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan, kegiatan pemecahan masalah, dan alat berkomunikasi.

Siswa belajar matematika disebabkan oleh motivasi siswa belajar matematika, kemampuan siswa dalam bekerja sama dengan teman, dan belajar matematika melalui beragam konteks yang berbeda.

Dosen Prodi PGPAUD FKIP UNIB ini juga menyebut dalam pembelajaran matematika sekolah terdapat nilai-nilai tentang kejujuran, ketaatan, kesabaran, ketelitian, kelogisan, kekritisan, kekreatifan, kesederhanaan, maupun ketepatan waktu.

Pembelajaran terdapat beragam model dan metode pembelajaran yang terpusat pada siswa, di antaranya adalah: diskusi kelas, diskusi kelompok kecil, bermain peran dan simulasi, studi kasus, belajar penemuan, self-directed learning, belajar kooperatif, belajar kolaboratif, pembelajaran kontekstual, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis masalah, matematika realistik, inkuiri, problem posing, open ended.

“Selain yang disebut itu, masih banyak model/metode pembelajaran lain. Dalam model/metode pembelajaran juga terkandung nilai-nilai karakter bangsa, seperti kemandirian,” ungkapnya.

Selain itu kerjasama, kerja keras, cinta tanah air, dan lain-lain. Dalam penilaian kelas seperti jurnal, portofolio, tes, proses juga terkandung kejujuran, ketelitian, ketepatan, maupun kecepatan. Untuk tingkat SD penanaman nilai karakter bangsa dilakukan, terutama melalui pembelajarannya,” ujarnya.

Beberapa metode, teknik, media pembelajaran matematika SD yang dapat digunakan oleh para guru matematika SD, adalah metode bermain, media pembelajaran, pembelajaran kooperatif, pembelajaran konstekstual, dan teknik hitung cepat.

Prof Riyanto menjelaskan pembelajaran matematika bisa melalui metode bermain. Dengan metode ini, siswa dapat belajar dalam suasana yang santai, menyenangkan, dan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas.

“Guru dapat membuat permainan matematika yang melibatkan manipulasi benda-benda seperti biji-bijian, Natur (modifikasi ular tangga, Red), blok bangunan, sulap, teka-teki, dan kartu angka. Melalui penggunaan permainan tersebut, siswa dapat belajar mengenai konsep bilangan, operasi matematika, atau bahkan pemecahan masalah tanpa menyadari bahwa mereka sedang belajar matematika,” terangnya.

Media pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika SD, seperti manipulatif matematika, permainan, visualisasi, komputer, atau alat peraga digital.

Dengan adanya komputer, tablet, atau smartphone, siswa dapat memainkan beragam aplikasi matematika yang interaktif. menarik. dan menyenangkan.

Dalam metode kooperatif ini, siswa diajak untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah matematika. Mereka dapat belajar dari pengalaman dan pengetahuan satu sama lain, serta mengembangkan keterampilan sosialka. Mereka berbagi ide, mendiskusikan berbagai strategi, dan saling membantu dalam memahami konsep matematika.

“Siswa belajar dari satu sama lain, saling membantu saat mereka menghadapi kesulitan, dan menerapkan konsep matematika ke dalam situasi dunia nyata. Metode ini juga dapat meningkatkan motivasi siswa untuk aktif karena mereka belajar matematika dalam suasana yang santai dan bebas dari tekanan,” pungkasnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/