METRO TODAY, SIDOARJO – Seorang janda bernama Siti Mukayati ditinggal suaminya begitu saja. Namun, dia telah bulat hati. Demi tiga putranya, sekitar sepuluh tahun ini Mukayati berjuang sendiri. Anak-anaknya sudah remaja dan bekerja meski seadanya.
”Lha yok nopo Pak. Wong kulo nggada anak cilik-cilik. (Bagaimana lagi, Pak. Saya punya anak yang masih kecil-kecil),” ungkap Mukayati saat ditanya oleh anggota DPRD Sidoarjo Dhamroni Chudlori.
Legislator PKB itu mengunjungi Mukayati pada Jumat (5 September 2025) di Desa Cangkringturi, Kecamatan Prambon, Sidoarjo. Kebiasaan Dhamroni Chudlori ini bukanlah tindakan politik. Kebiasaan Jumat Sambang Rakyat yang dilakukan oleh anggota dewan senior tersebut lebih merupakan wujud empati.

Salah satu tugas wakil rakyat yang terpenting ialah memperhatikan nasib warga miskin. Baik kurang mampu, lebih-lebih tidak mampu. Kebutuhan kesehatan keluarganya. Keperluan pendidikan anak-anak yang harus punya masa depan.
Kabar tentang kondisi Mukayati masuk ke ponselnya pada Kamis sore (4 September 2025). Hati Dhamroni Chudlori tersentuh dan mendatanginya. Membawa bantuan sembako yang dibeli, diangkat, dan diserahkan sendiri.
Kondisi Mukayati ternyata memang memprihatinkan. Atap rumahnya nyaris roboh. Gedhek dan usuk bambu terlihat rapuh. Plafon kamar bahkan sudah ambruk. Dinding-dinding retak. Sebagian kusen jendela telah patah. Ruang samping dan kamar mandi runtuh berkeping-keping. Tidak bisa dibangun lagi.
”Angsal bantuan nopo mawon Njenengan saking pemerintah?” tanya Dhamroni Chudlori yang ditemani Kades Cangkringturi, Kecamatan Prambon, Mahfud.
”Nggih angsal beras sama uang,” jawab Mukayati.
”BPJS Kesehatan nopo dapat?” tanya Dhamroni Chudlori lagi.
”Nggak tahu, Pak,” sahut Mukayati
Dhamroni Chudlori lalu meminta tolong diambilkan kartu keluarga (KK) dan kartu tanda penduduk (KTP). Beberapa menit ibu beranak tiga itu mencari-cari akhirnya dapat. Namun, yang ada hanya kartu keluarga fotokopian yang dilaminating dan selembar KTP lawas. Masa berlaku habis 2018. Kondisinya sudah lecek.

Cuma ini yang istimewa. Mukayati ternyata merayakan ulang tahun persis saat peringatan HUT Kemerdekaan RI. Dia lahir 17 Agustus 1969 bertepatan dengan HUT Ke-24 Kemerdekaan RI. Takdir tak mengizinkan Mukayati mampu merdeka dari kemiskinan.
Dia janda. Ditinggalkan suami tanpa pernah diceraikan secara resmi. Membesarkan anak-anak sendirian. Usianya kini sudah 56 tahun. Hidup pas-pasan. Itu terlihat dari pakaian yang dikenakan. Kotor. Lusuh. Mengundang iba. Semua bantuan hanya untuk bertahan.
Semarakkan Peringatan Kemerdekaan, Warga Wonoayu Sidoarjo Kompak Gerak Jalan HUT Ke-80 RI
Barang berharga yang terlihat di rumah Mukayati adalah sepeda motor kreditan milik anaknya. Sang putra bekerja di kawasan Terminal Bungurasih sebagai tukang angkut barang. Dia sendiri mencari uang dengan mengumpulkan rosokan. Pemulung.
Setelah melihat KK dan KTP perempuan itu, Dhamroni Chudlori pun bertanya lagi. Apakah keluarganya pernah berobat. Atau, dia pernah sakit sehingga harus datang ke puskesmas.
”He he alhamdulillah, Pak. Kulo sehat-sehat mawon,” ucap Mukayati di depan para tenaga sosial dari Kemensos maupun Dinas Sosial Sidoarjo.
Meski demikian, Dhamroni Chudlori tetap mengecek status BPJS Kesehatan Mukayati dan keluarganya. Tak lama kemudian sudah muncul jawaban. BPJS Kesehatan sudah diaktifkan. Cukup dengan bawa KTP dan KK, Mukayati dan keluarganya bisa berobat di Sidoarjo. Gratis.
”Kalau sakit, cukup datang bawa KTP dan KK. Tunjukkan. Sudah bisa berobat. Gratis nggih,” jelas Dhamroni Chudlori.
Dia berharap perangkat desa atau tenaga sosial di Desa Cangkringturi membantu Mukayati memperbaiki KK dan memperbarui KTP-nya. Itu sangat penting jika perlu pelayanan kesehatan maupun pendidikan. Apalagi, usia Mukayati sudah 56 tahun.
Bagi Dhamroni Chudlori, ada filosofi yang harus dipahami. Bahwa pemerintahan itu ada untuk melindungi dan melayani masyarakat yang tidak berdaya. Mereka punya hak yang sama untuk mendapatkan keadilan sosial, keseteraan pendidikan, maupun kesempatan untuk memperbaiki kehidupan.
”Untuk bantuan lain, seperti perbaikan rumah, saya coba menghubungi Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) untuk dapat renovasi rumah tidak layak huni (RTLH),” terang Dhamroni Chudlori.
Mukayati pun menjawab sambil tersenyum.
”Nggih, Pak. Maturnuwun kulo dibantu,” ucapnya.
Melihat Mukayati senang, Dhamroni Chudlori pun menggodanya, ”Sampeyan mboten butuh golek bojo maneh ta?”
”Mboten, Pak,” jawab Mukayati.
”Lek butuh, niki Pak Lurah sanggup nggolekno,” ujar Dhamroni Chudlori yang langsung disambut tawa Kades Mahfud dan Mukayati.
”Nggih mpun. Langsung bojo telu ngoten ta,” ujar Mukayati lantas tertawa.
Dhamroni Chudlori, Kades Mahfud, dan para tenaga kesehatan yang mendengar itu kontan bareng tertawa ngakak. (MT)