22 August 2025, 22:07 PM WIB

Korban Kasus Dugaan KDRT di Surabaya Tolak Mediasi, Desak Polisi Segera Tetapkan Tersangka

METROTODAY, SURABAYA – Kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa seorang ibu rumah tangga berinisial IGF (33) asal Surabaya terus menjadi sorotan publik. Rekaman CCTV yang memperlihatkan aksi penganiayaan oleh suaminya, AAS, viral di media sosial. Bahkan, Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Luthie Sulistiawan sudah menyaksikannya.

Kuasa hukum korban, Andrian Dimas Prakoso, memastikan bahwa laporan kliennya telah resmi naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan di Polrestabes Surabaya. ”Kasus sudah masuk tahap penyidikan. Jadi, seharusnya tinggal menunggu penetapan tersangka,” ujar Andrian, Jumat (22/8/2025).

Hingga Kamis (22/8) siang, polisi belum menetapkan AAS sebagai tersangka. AAS disebut sempat diamankan untuk diperiksa. Namun, malam harinya ia dipulangkan. ”Jadi, yang benar bukan ditangkap, hanya diamankan sebentar, lalu dipulangkan,” tegas Andrian.

Puluhan Kali Aksi Kekerasan

Dalam pemeriksaan, IGF mengaku menjadi korban kekerasan sejak 2023 hingga 2025. Jumlahnya disebut sudah tidak terhitung karena terlampau sering. Namun, dia memperkirakan jumlahnya sekitar 20 kali.

Bentuk kekerasannya beragam, mulai dari tamparan, jambakan, cekikan, cakaran, hingga dorongan. Salah satu peristiwa paling membekas adalah saat IGF hamil tujuh bulan. Bahkan, kejadian itu disaksikan anak pertamanya.

”Rumah yang seharusnya menjadi tempat aman justru sering jadi tempat korban ketakutan,” kata Andrian.

Menurutnya, kekerasan berulang tersebut sudah memenuhi unsur pidana. Apalagi, sebagian peristiwa terekam CCTV. Rekaman itulah yang kini menjadi barang bukti.

Andrian mendesak penyidik segera menetapkan tersangka. Selain itu, melakukan visum psikis maupun psikiatrum terhadap korban. Luka luar masih terlihat di tangan IGF. Tetapi, dikhawatirkan juga ada luka dalam yang tidak tampak.

Terkait opsi mediasi, pihak korban menolak dengan tegas. ”Klien kami tidak ingin perdamaian. Jalan satu-satunya yang adil adalah proses hukum,” tegas Andrian.

Pendampingan Korban dari Pemerintah

Kasus tersebut mendapat perhatian dari Pemerintah Kota Surabaya. Wali Kota Eri Cahyadi melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) telah memberikan pendampingan psikologis kepada IGF, termasuk asesmen mental untuk pemulihan korban. Laporan juga telah diteruskan ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Meski menyayangkan belum adanya penetapan tersangka, pihak korban tetap mengapresiasi langkah Polrestabes Surabaya dan perhatian langsung Kapolrestabes yang memeriksa terlapor. ”Komitmen aparat hukum sangat penting agar kasus KDRT ini mendapat kepastian hukum,” kata Andrian. (dite)

METROTODAY, SURABAYA – Kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa seorang ibu rumah tangga berinisial IGF (33) asal Surabaya terus menjadi sorotan publik. Rekaman CCTV yang memperlihatkan aksi penganiayaan oleh suaminya, AAS, viral di media sosial. Bahkan, Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Luthie Sulistiawan sudah menyaksikannya.

Kuasa hukum korban, Andrian Dimas Prakoso, memastikan bahwa laporan kliennya telah resmi naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan di Polrestabes Surabaya. ”Kasus sudah masuk tahap penyidikan. Jadi, seharusnya tinggal menunggu penetapan tersangka,” ujar Andrian, Jumat (22/8/2025).

Hingga Kamis (22/8) siang, polisi belum menetapkan AAS sebagai tersangka. AAS disebut sempat diamankan untuk diperiksa. Namun, malam harinya ia dipulangkan. ”Jadi, yang benar bukan ditangkap, hanya diamankan sebentar, lalu dipulangkan,” tegas Andrian.

Puluhan Kali Aksi Kekerasan

Dalam pemeriksaan, IGF mengaku menjadi korban kekerasan sejak 2023 hingga 2025. Jumlahnya disebut sudah tidak terhitung karena terlampau sering. Namun, dia memperkirakan jumlahnya sekitar 20 kali.

Bentuk kekerasannya beragam, mulai dari tamparan, jambakan, cekikan, cakaran, hingga dorongan. Salah satu peristiwa paling membekas adalah saat IGF hamil tujuh bulan. Bahkan, kejadian itu disaksikan anak pertamanya.

”Rumah yang seharusnya menjadi tempat aman justru sering jadi tempat korban ketakutan,” kata Andrian.

Menurutnya, kekerasan berulang tersebut sudah memenuhi unsur pidana. Apalagi, sebagian peristiwa terekam CCTV. Rekaman itulah yang kini menjadi barang bukti.

Andrian mendesak penyidik segera menetapkan tersangka. Selain itu, melakukan visum psikis maupun psikiatrum terhadap korban. Luka luar masih terlihat di tangan IGF. Tetapi, dikhawatirkan juga ada luka dalam yang tidak tampak.

Terkait opsi mediasi, pihak korban menolak dengan tegas. ”Klien kami tidak ingin perdamaian. Jalan satu-satunya yang adil adalah proses hukum,” tegas Andrian.

Pendampingan Korban dari Pemerintah

Kasus tersebut mendapat perhatian dari Pemerintah Kota Surabaya. Wali Kota Eri Cahyadi melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) telah memberikan pendampingan psikologis kepada IGF, termasuk asesmen mental untuk pemulihan korban. Laporan juga telah diteruskan ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Meski menyayangkan belum adanya penetapan tersangka, pihak korban tetap mengapresiasi langkah Polrestabes Surabaya dan perhatian langsung Kapolrestabes yang memeriksa terlapor. ”Komitmen aparat hukum sangat penting agar kasus KDRT ini mendapat kepastian hukum,” kata Andrian. (dite)

Artikel Terkait

Pilihan Editor

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/