Perwakilan FAMI menyampaikan laporan dugaan kerusakan lingkungan di Loceret, Nganjuk, ke DPRD Jatim pada Selasa (29/7). (DIte S)
METROTODAY, SURABAYA – Forum Aliansi Mahasiswa Intelektual (FAMI) kembali melanjutkan langkah advokasinya perihal dugaan pengrusakan kawasan hutan dan penunggakan pembayaran retribusi oleh aktivitas pertambangan di Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk. Selasa (29/7), giliran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur yang mereka datangi.
Dua perwakilan FAMI tiba di DPRD Jatim pukul 12.30. Mereka kemudian diarahkan ke kantor sekretariat DPRD Jatim.
Sebelum ke DPRD Jatim, beberapa waktu lalu FAMI sudah memberikan laporan ke Polda Jawa Timur, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, dan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK).
”Langkah ini merupakan kelanjutan dari laporan-laporan sebelumnya yang telah kami sampaikan,” ujar Risky Slamet Hartanto, anggota FAMI.
Untuk sementara FAMI memberikan laporan dalam bentuk dokumen atau berkas. ”Kami siap beraudiensi menjelaskan kronologis kejadian di Loceret,” katanya.
Selain itu, pihaknya siap menyampaikan beberapa bukti foto dan tulisan dari pernyataan warga Loceret. ”Karena kami terjun langsung ke lapangan,” imbuh Risky.
Dia menambahkan, laporan ke DPRD Jatim sebagai upaya lanjutan dari laporan ke Polda Jawa Timur, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, dan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK).
”Eskalasi aduan ke DPRD Jatim kami tempuh sebagai upaya untuk mendorong pengawasan dan keberpihakan legislatif daerah terhadap persoalan lingkungan yang sangat serius ini,” kata dia.
FAMI menilai bahwa dugaan aktivitas pertambangan yang berlangsung di kawasan lereng Gunung Wilis tidak hanya mengancam keberlanjutan ekosistem hutan. Tetapi, juga berpotensi melanggar peraturan hukum yang berlaku.
”Berdasarkan informasi yang kami temukan, kami menduga ada tunggakan retribusi oleh aktivitas pertambangan ini. Sehingga pendapatan pemerintah dari sektor pertambangan tidak bisa terserap secara maksimal,” bebernya.
Padahal, sudah ada keputusan pembekuan izin kehutanan yang telah dikeluarkan sejak Oktober 2024. Yakni, mewajibkan penghentian aktivitas tambang hingga seluruh kewajiban dipenuhi.
FAMI mendesak DPRD Jatim melakukan fungsi pengawasan terhadap institusi eksekutif dan penegak hukum. Selain itu, FAMI meminta DPRD berpihak pada perlindungan lingkungan dan masyarakat terdampak.
”Kami percaya, DPRD sebagai representasi suara rakyat harus berada di garda depan dalam menjaga kelestarian lingkungan dan memastikan penegakan hukum berjalan tanpa tebang pilih. Jika pengabaian terhadap perusakan hutan dibiarkan, maka yang akan hilang bukan hanya pepohonan, tetapi juga masa depan generasi yang akan datang,” tandasnya. (dite)
Tim relawan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang terdiri dari dokter, perawat, psikolog, konselor, dan ahli…
Tiga stand warung semi permanen di Jalan Pawiyatan, Surabaya tepatnya belakang Aspol, terbakar, Sabtu (13/12)…
DALAM sebuah momen yang berlangsung sederhana namun sarat makna, di ruang yang hangat dan penuh kekeluargaan,…
Raperda tentang hunian yang layak, yang mencakup kebijakan perencanaan, pengelolaan, tata ruang, dan keberlanjutan hunian…
PWI Pusat menerbitkan tiga Surat Edaran (SE) untuk seluruh anggota se-Indonesia, yakni SE tentang Rangkap…
Masyarakat dihebohkan dengan video viral aksi pencopetan di Stasiun Surabaya Gubeng Lama, beberapa waktu lalu.…
This website uses cookies.