29.3 C
Surabaya
8 July 2025, 10:51 AM WIB

Dewan Pers Soroti Fenomena Wartawan Bodong Peras Pemerintah Daerah, Begini Modusnya!

METROTODAY, JAKARTA – Maraknya praktik wartawan tidak resmi alias abal abal di daerah menjadi perhatian serius Dewan Pers. Ketua Dewan Pers, Komaruddin Hidayat, menilai fenomena ini sebagai dampak dari tingginya angka pengangguran dan kemudahan akses terhadap media sosial.

Ironisnya, kondisi ini justru dimanfaatkan oleh oknum untuk melakukan pemerasan terhadap pemerintah daerah (pemda).

Komaruddin Hidayat menyoroti bagaimana oknum-oknum ini dengan mudah membuat kartu pers dan mengaku sebagai wartawan dari media daring. Padahal, mereka tidak terdaftar secara resmi di Dewan Pers.

“Ini memang akibat dari pengangguran dan juga kebebasan akibat media sosial yang muncul. Mudah sekali di daerah itu orang buat kartu nama, kemudian wartawan online seenaknya saja padahal mereka tidak terdaftar resmi di Dewan Pers,” ungkap Komaruddin dalam Rapat Kerja bersama Komisi I DPR RI di kompleks parlemen Jakarta, Senin (7/7).

Modus yang sering digunakan, jelas Komaruddin, adalah dengan memotret proyek-proyek pemerintah yang bermasalah.

Hasil dokumentasi tersebut kemudian dipakai untuk menekan pemda agar memberikan sejumlah uang, dengan ancaman bahwa masalah proyek itu akan diberitakan.

“Bagi kepala daerah yang tidak tahu dan mungkin kinerjanya kurang bagus, ini jadi sasaran empuk bagi wartawan seperti ini,” imbuhnya.

Untuk mengatasi masalah ini, Dewan Pers telah menggandeng kementerian dalam negeri (kemendagri) dan kepolisian.

Salah satu langkah konkret yang diambil adalah mengimbau pemerintah daerah agar lebih waspada. Pemda diminta untuk melakukan verifikasi terhadap identitas wartawan dengan mengecek data yang dimiliki Dewan Pers.

“Kami beri literasi kepada pemda untuk langsung telepon atau mengecek ke Dewan Pers tercatat atau tidak wartawan itu? Sebab semuanya tercatat. Kalau tidak tercatat, jangan ditanggapi,” tegas Komaruddin.

Selain upaya pencegahan, Dewan Pers juga mendorong DPR untuk memfasilitasi dialog dengan perusahaan media, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Komunikasi dan Digital.

Tujuan dari dialog ini adalah untuk menyalurkan wartawan yang telah memiliki sertifikat kompetensi agar dapat membantu pemberitaan pemerintah daerah.

“Tiap pemda-pemda itu juga butuh tenaga wartawan yang skillful (mahir) nah ini kalau saja bisa didistribusikan, pengangguran bisa dihindarkan dan yang terjadi adalah penyaluran dari mereka yang sudah ahli,” pungkas Komaruddin.

Dengan demikian, diharapkan kebutuhan akan informasi di daerah dapat terpenuhi oleh jurnalis yang profesional dan terverifikasi, sekaligus mengurangi praktik jurnalisme abal-abal. (red)

METROTODAY, JAKARTA – Maraknya praktik wartawan tidak resmi alias abal abal di daerah menjadi perhatian serius Dewan Pers. Ketua Dewan Pers, Komaruddin Hidayat, menilai fenomena ini sebagai dampak dari tingginya angka pengangguran dan kemudahan akses terhadap media sosial.

Ironisnya, kondisi ini justru dimanfaatkan oleh oknum untuk melakukan pemerasan terhadap pemerintah daerah (pemda).

Komaruddin Hidayat menyoroti bagaimana oknum-oknum ini dengan mudah membuat kartu pers dan mengaku sebagai wartawan dari media daring. Padahal, mereka tidak terdaftar secara resmi di Dewan Pers.

“Ini memang akibat dari pengangguran dan juga kebebasan akibat media sosial yang muncul. Mudah sekali di daerah itu orang buat kartu nama, kemudian wartawan online seenaknya saja padahal mereka tidak terdaftar resmi di Dewan Pers,” ungkap Komaruddin dalam Rapat Kerja bersama Komisi I DPR RI di kompleks parlemen Jakarta, Senin (7/7).

Modus yang sering digunakan, jelas Komaruddin, adalah dengan memotret proyek-proyek pemerintah yang bermasalah.

Hasil dokumentasi tersebut kemudian dipakai untuk menekan pemda agar memberikan sejumlah uang, dengan ancaman bahwa masalah proyek itu akan diberitakan.

“Bagi kepala daerah yang tidak tahu dan mungkin kinerjanya kurang bagus, ini jadi sasaran empuk bagi wartawan seperti ini,” imbuhnya.

Untuk mengatasi masalah ini, Dewan Pers telah menggandeng kementerian dalam negeri (kemendagri) dan kepolisian.

Salah satu langkah konkret yang diambil adalah mengimbau pemerintah daerah agar lebih waspada. Pemda diminta untuk melakukan verifikasi terhadap identitas wartawan dengan mengecek data yang dimiliki Dewan Pers.

“Kami beri literasi kepada pemda untuk langsung telepon atau mengecek ke Dewan Pers tercatat atau tidak wartawan itu? Sebab semuanya tercatat. Kalau tidak tercatat, jangan ditanggapi,” tegas Komaruddin.

Selain upaya pencegahan, Dewan Pers juga mendorong DPR untuk memfasilitasi dialog dengan perusahaan media, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Komunikasi dan Digital.

Tujuan dari dialog ini adalah untuk menyalurkan wartawan yang telah memiliki sertifikat kompetensi agar dapat membantu pemberitaan pemerintah daerah.

“Tiap pemda-pemda itu juga butuh tenaga wartawan yang skillful (mahir) nah ini kalau saja bisa didistribusikan, pengangguran bisa dihindarkan dan yang terjadi adalah penyaluran dari mereka yang sudah ahli,” pungkas Komaruddin.

Dengan demikian, diharapkan kebutuhan akan informasi di daerah dapat terpenuhi oleh jurnalis yang profesional dan terverifikasi, sekaligus mengurangi praktik jurnalisme abal-abal. (red)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/