METROTODAY, JAKARTA – Eks jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya, dituntut pidana selama 4 tahun penjara dalam kasus dugaan penilapan uang barang bukti (barbuk) perkara investasi bodong robot perdagangan alias robot trading Fahrenheit pada tahun 2023.
Untuk menyamarkan hasil penilapan itu, terdakwa mentransfer uangnya ke rekening istri dan rekening lainnya, serta ditukarkan ke money changer.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Neldy Denny mengatakan tuntutan tersebut seiring dengan keyakinan bahwa Azam terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya.
“Kami menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Azam dengan pidana penjara selama 4 tahun dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di rutan,” ujar JPU pada sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (17/6).
Selain pidana penjara, Azam juga dituntut pidana denda sebesar Rp250 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Dengan demikian, Azam dituntut agar dinyatakan bersalah seperti diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, sebagaimana dakwaan alternatif ketiga.
Selain Azam, terdapat pula dua orang penasihat hukum korban investasi robot trading Fahrenheit, yakni Oktavianus Setiawan dan Bonifasius Gunung, yang mendengarkan pembacaan surat tuntutan dalam persidangan yang sama.
JPU menuntut agar keduanya dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi seperti diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kesatu.
Oleh karenanya, kedua penasihat hukum itu dituntut agar dikenakan pidana yang sama dengan Azam, yakni penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sebelum melayangkan tuntutan, JPU mempertimbangkan beberapa hal memberatkan dan meringankan.
Hal memberatkan untuk ketiga terdakwa, yakni perbuatan ketiganya menghambat tujuan pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Sementara khusus Oktavianus dan Bonifasius, terdapat pula hal memberatkan berupa para terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan dan tidak mengakui kesalahannya, sehingga mempersulit jalannya persidangan.
Di sisi lain, JPU menambahkan bahwa terdapat pula beberapa hal meringankan yang dipertimbangkan, yaitu para terdakwa belum pernah dihukum.
Khusus Azam, terdapat hal meringankan lain yang dipertimbangkan, yakni telah berterus terang dan mengakui perbuatannya.
“Untuk Bonifasius, terdapat hal meringankan berupa terdakwa bersikap sopan di persidangan,” kata JPU menambahkan.
Dalam kasus tersebut, Azam didakwa menilap uang barang bukti perkara investasi bodong robot perdagangan alias robot trading Fahrenheit senilai Rp11,7 miliar pada tahun 2023.
Disebutkan bahwa uang itu diterima dari tiga orang penasihat hukum korban investasi robot trading Fahrenheit, yakni Oktavianus Setiawan, Bonifasius Gunung, dan Brian Erik First Anggitya, pada saat eksekusi perkara tersebut.
Selanjutnya, uang diduga digunakan Azam untuk dipindahkan ke rekening istri terdakwa maupun pihak lain dan ditukarkan ke mata uang asing. (red)