23.6 C
Surabaya
9 July 2025, 8:33 AM WIB

Sritex Semakin Redup: Pailit, PHK Massal, Kini Bos Tersandung Dugaan Korupsi Kredit Perbankan

METROTODAY, JAKARTA – Kejaksaan Agung mengamankan Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto. Penangkapan tersebut terkait dengan dugaan korupsi pemberian kredit dari perbankan kepada PT Sritex.

Penangkapan Iwan Lukminto dilakukan jaksa pada Selasa (20/5/2025) malam di Solo. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah membenarkan adanya penangkapan terhadap Iwan Lukminto tersebut.
”Betul, malam tadi ditangkap di Solo,” katanya pada Rabu (21/5/2025).
Febrie belum memberikan penjelasan detail tentang status Iwan dan kasus posisi dugaan penyalahgunaan pemberian fasilitas kredit dari perbankan tersebut.

Dalam kesempatan sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan, Kejaksaan sedang mengkaji indikasi kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian kredit dari bank nasional dan daerah pada PT Sritex.
Dilansir dari Antara, Kejagung terus mengkaji aspek perbuatan melawan hukum. ”Apakah ada fakta hukum terkait dengan dugaan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan jabatan dan seterusnya yang terindikasi merugikan keuangan negara,” papar Harli.
Meski Sritex merupakan perusahaan swasta, namun kajian terhadap dugaan penyimpangan pemberian fasilitas kredit tersebut tetap dilakukan lantaran melibatkan perbankan pelat merah alias milik pemerintah.

Dari Kios Kecil Jadi Raksasa Tekstil
PT Sri Rejeki Isman (Sritex) merupakan raksasa tekstil tanah air. Perusahaan tersebut beroperasi sejak 1966. Dikutip dari laman perusahaan, Sritex didirikan oleh H.M. Lukminto yang melakukan usaha perdagangan di Pasar Klewer, Solo.

Dari dua kios kecil di Pasar Klewer, usaha dagang kain H.M Lukminto kemudian berkembang. Di lahan seluas 5.000 meter persegi, pabrik cetak pertama yang memproduksi kain putih dan warna berdiri pada 1968 di Solo. Sritex kemudian terdaftar di Kementerian Perindustrian sebagai perusahaan terbatas pada 1978.
Sritex terus berkembang dengan mendirikan pabrik tenun pertama pada 1982 hingga pada 1992 memperluas pabrik dengan empat lini usaha di bawah satu atap: pemintalan, penenunan, penyelesaian, dan garmen.
Produk Sritex sampai ke mancanegara. Misalnya, pada 1994 membuat seragam militer untuk NATO dan tentara Jerman. Pesanan pun terus berdatangan. Lebih dari 30 negara yang seragam militernya diproduksi Sritex.

Berkembangnya Sritex membuat perusahaan tersebut mampu bertahan dari krisis keuangan Asia pada 1998. Pertumbuhannya bahkan meningkat 8 kali lipat dibandingkan saat pertama kali terintegrasi pada 1992.
Pada 2013, Sritex resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode emiten SRIL. Setahun berselang, Iwan S. Lukminto dianugerahi penghargaan Businessman of the Year oleh majalah Forbes Indonesia dan EY Entrepreneur of the Year 2014 oleh Ernst & Young.
Namun, cerita kesuksesan Sritex memiliki ujung. Setelah pandemi Covid-19, Sritex mengalami krisis keuangan. Hal itu bermula ketika pada 2021 perusahaan gagal melunasi utang sindikasi sebesar USD 350 juta atau setara Rp 5,79 triliun. Manajemen Sritex menyatakan akan mengajukan restrukturisasi utang untuk mengatasi permasalahan finansial yang dihadapi. Hal itu memicu kekhawatiran di kalangan kreditur lain yang akhirnya mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap Sritex.

Dalam perkembangannya, Sritex dinyatakan pailit berdasar putusan Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024. Sritex disebut tidak mampu membayar utang senilai Rp 32,6 triliun. Sritex berupaya melawan dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Tapi, upaya itu kandas.
Sejak saat itu, Sritex terus menjadi perbincangan. Pasalnya, dengan putusan pailit itu, muncul pertanyaan tentang bagaimana nasib ribuan karyawannya. Pemerintah berusaha agar tidak sampai terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Mulai Menko Perekonomian Airlangga Hartarto hingga Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan agar Sritex bisa tetap beroperasi. Akan ada upaya penyelamatan untuk Sritex.

Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer bahkan menyatakan bahwa negara akan hadir. Bahkan, ia menyebut tidak ada opsi PHK.

Namun, PHK tidak bisa dihindari. Sritex akhirnya melakukan pemutusan hubungan kerja massal 10.665 karyawan dan kemudian berhenti operasional pada 1 Maret 2025. (*)

METROTODAY, JAKARTA – Kejaksaan Agung mengamankan Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto. Penangkapan tersebut terkait dengan dugaan korupsi pemberian kredit dari perbankan kepada PT Sritex.

Penangkapan Iwan Lukminto dilakukan jaksa pada Selasa (20/5/2025) malam di Solo. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah membenarkan adanya penangkapan terhadap Iwan Lukminto tersebut.
”Betul, malam tadi ditangkap di Solo,” katanya pada Rabu (21/5/2025).
Febrie belum memberikan penjelasan detail tentang status Iwan dan kasus posisi dugaan penyalahgunaan pemberian fasilitas kredit dari perbankan tersebut.

Dalam kesempatan sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan, Kejaksaan sedang mengkaji indikasi kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian kredit dari bank nasional dan daerah pada PT Sritex.
Dilansir dari Antara, Kejagung terus mengkaji aspek perbuatan melawan hukum. ”Apakah ada fakta hukum terkait dengan dugaan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan jabatan dan seterusnya yang terindikasi merugikan keuangan negara,” papar Harli.
Meski Sritex merupakan perusahaan swasta, namun kajian terhadap dugaan penyimpangan pemberian fasilitas kredit tersebut tetap dilakukan lantaran melibatkan perbankan pelat merah alias milik pemerintah.

Dari Kios Kecil Jadi Raksasa Tekstil
PT Sri Rejeki Isman (Sritex) merupakan raksasa tekstil tanah air. Perusahaan tersebut beroperasi sejak 1966. Dikutip dari laman perusahaan, Sritex didirikan oleh H.M. Lukminto yang melakukan usaha perdagangan di Pasar Klewer, Solo.

Dari dua kios kecil di Pasar Klewer, usaha dagang kain H.M Lukminto kemudian berkembang. Di lahan seluas 5.000 meter persegi, pabrik cetak pertama yang memproduksi kain putih dan warna berdiri pada 1968 di Solo. Sritex kemudian terdaftar di Kementerian Perindustrian sebagai perusahaan terbatas pada 1978.
Sritex terus berkembang dengan mendirikan pabrik tenun pertama pada 1982 hingga pada 1992 memperluas pabrik dengan empat lini usaha di bawah satu atap: pemintalan, penenunan, penyelesaian, dan garmen.
Produk Sritex sampai ke mancanegara. Misalnya, pada 1994 membuat seragam militer untuk NATO dan tentara Jerman. Pesanan pun terus berdatangan. Lebih dari 30 negara yang seragam militernya diproduksi Sritex.

Berkembangnya Sritex membuat perusahaan tersebut mampu bertahan dari krisis keuangan Asia pada 1998. Pertumbuhannya bahkan meningkat 8 kali lipat dibandingkan saat pertama kali terintegrasi pada 1992.
Pada 2013, Sritex resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode emiten SRIL. Setahun berselang, Iwan S. Lukminto dianugerahi penghargaan Businessman of the Year oleh majalah Forbes Indonesia dan EY Entrepreneur of the Year 2014 oleh Ernst & Young.
Namun, cerita kesuksesan Sritex memiliki ujung. Setelah pandemi Covid-19, Sritex mengalami krisis keuangan. Hal itu bermula ketika pada 2021 perusahaan gagal melunasi utang sindikasi sebesar USD 350 juta atau setara Rp 5,79 triliun. Manajemen Sritex menyatakan akan mengajukan restrukturisasi utang untuk mengatasi permasalahan finansial yang dihadapi. Hal itu memicu kekhawatiran di kalangan kreditur lain yang akhirnya mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap Sritex.

Dalam perkembangannya, Sritex dinyatakan pailit berdasar putusan Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024. Sritex disebut tidak mampu membayar utang senilai Rp 32,6 triliun. Sritex berupaya melawan dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Tapi, upaya itu kandas.
Sejak saat itu, Sritex terus menjadi perbincangan. Pasalnya, dengan putusan pailit itu, muncul pertanyaan tentang bagaimana nasib ribuan karyawannya. Pemerintah berusaha agar tidak sampai terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Mulai Menko Perekonomian Airlangga Hartarto hingga Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan agar Sritex bisa tetap beroperasi. Akan ada upaya penyelamatan untuk Sritex.

Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer bahkan menyatakan bahwa negara akan hadir. Bahkan, ia menyebut tidak ada opsi PHK.

Namun, PHK tidak bisa dihindari. Sritex akhirnya melakukan pemutusan hubungan kerja massal 10.665 karyawan dan kemudian berhenti operasional pada 1 Maret 2025. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/