Oleh: Abdul Rohman Sukardi (*)
DIALEKTIKA ruang publik saat ini mengenal beragam istilah: “Buzzer”, “influencer”, “content creator”. Menjadi pertanyaan: “Siapa sebenarnya pencorak dominan ruang publik kita saat ini?”.
“Demonstrasi kita digerakkan algoritma”, kata sebuah pendapat. “Publik banyak ditipu konten hoaks dan deepfake”, timpal yang lain. “’Amuk massa diarahkan influencer”. Banyak istilah baru muncul di era digital. Yang tidak dikenal pada masa-masa sebelumnya.
Pemahaman tepat tentang siapa pencorak utama diskursus publik membimbing kehadiran solusi tepat dan akurat. Tidak meraba-raba. Tidak “meninju angin”. Termasuk bagi rezim berkuasa dalam memahami perkembangan aspirasi masyarakat.
Berdasar riset digital, terdapat beragam pelaku baru dalam diskursus publik. Termasuk peringkat daya pengaruhnya dalam mengarahkan cara pandang publik.
Thought leader, pemimpin gagasan, menempati rangking pertama. Ialah individu sumber ide dan visi strategis di bidang tertentu. Pemikir independen. Peran utama: mengarahkan wacana, memperkenalkan cara pandang baru, mendorong perubahan mindset.
Style atau media yang digunakan: buku, artikel opini, konferensi, media sosial profesional. Pengaruh jangka panjangnya berada pada skor 5 (dari 1-5). Paling kuat membentuk pola pikir strategis dan arah kebijakan.
Intelektual publik ialah cendekiawan/penulis aktif (menulis dan berbicara untuk publik luas). Perannya menyambungkan ilmu dengan kepentingan publik. Memberi kritik & solusi.
Style dan medianya berupa buku populer, esai, debat publik, kolom opini. Tingkat keterpengaruhan jangka panjang pada skor 4-5 (dari 1-5). Eksistensinya mendorong diskusi serius dan refleksi publik.
Akademisi. Ialah peneliti-pengajar pendidikan tinggi. Peranannya menghasilkan pengetahuan ilmiah dan bukti.
Style dan media: jurnal ilmiah, kuliah, seminar, white paper. Daya pengaruh: skor 4 (dari 1-5). Kuat secara akademis.
Memiliki pengaruh publik tidak langsung, kecuali sosok populer. Akademisi dengan proaktivitas tinggi dalam diskursus publik bisa masuk pada dua peringkat sebelumnya: thought leader & intelektual publik. Ilmunya tidak hanya tersimpan di perpustakaan.
Podcaster. Pembuat konten audio/video berbasis diskusi dan wawancara. Peran: mengemas topik mendalam namun ringan. Membangun komunitas pendengar. Medianya: spotify, youtube, RSS podcast. Skor keterpengaruhan 3 (dari 1-5): sedang. Pengaruh tergantung ukuran audiens & kedalaman topik.
Content Creator. Pembuat konten digital video, artikel, thread untuk engagement. Peran: menghibur, mengedukasi, memviralkan ide/opini. Style/media: YouTube, TikTok, IG, X. Skor mempengaruhi publik: 2-3 (dari 1-5). Lebih emosional dan cepat berlalu. Jarang mendalam.
Buzzer. Individu/kelompok yang digerakkan untuk menyebarkan pesan tertentu (kadang berbayar). Peran: memviralkan narasi, mengarahkan opini jangka pendek. Style/media: media sosial (X, FB, WA grup). Skor mempengaruhi publik: 1-2 (dari 1-5). Pengaruh instan dan tidak tahan lama. Bisa membentuk persepsi sesaat.
Media massa (organisasi). Institusi penyebar berita & opini. Peran utama: menentukan framing isu dan prioritas publik. Style/media: TV, koran, portal online. Skor mempengaruhi publik: 4 (dari 1-5). Kemampuan mempengaruhi publik cukup besar. Jangkauan luas. Framing bisa membentuk agenda publik. Khususnya media-media besar dengan pasar luas.
Jurnalis (individu). Individu pencari, penulis, dan melaporkan berita. Peran utama: menyajikan informasi akurat dan verifikasi fakta. Style/media: artikel berita, reportase TV/online. Skor mempengaruhi publik: 3-4 (dari 1-5). Kuat jika investigatif dan konsisten. Kebanyakan kini informatif dan kalah cepat dari media sosial. Bukan informasi mendalam.
Jika dicermati dari “rantai nilai gagasan”, urutan keterpengaruhan tetap diawali dari thought leader / intelektual publik. Menyusul content creator / podcaster / media. Kemudian publik & algoritma.
Thought leader / Intelektual Publik: sumber ide asli, kerangka berpikir, analisis strategis. Content creator / podcaster / media: mengemas ide itu menjadi mudah dipahami dan menarik. Publik & algoritma: memberi resonansi (engagement) jika ide terasa relevan. Tanpa ide yang kuat, content creator sering hanya membuat hiburan kosong. Ikut tren tanpa arah.
Bisa dikatakan, thought leader / intelektual publik merupakan agenda setter di era AI. Gagasannya menyebar luas ke ruang publik secara konsisten dan kontinyu.
Content creater, influencer mengarusutamakan/amplify gagasan yang dicetuskan thought leader*_ / intelektual publik.
Media arus utama masih bisa memerankan sebagai agenda setter jika analisisnya mendalam dan investigatif. Kecepatan informasinya sudah dikalahkan media sosial. Oleh citizen journalism.
Thought leader & intelektual publik kunci dalam mencetak arah berpikir kolektif. Pada era AI, merekalah pencipta ide-ide orisinal. Ide-ide lama tersimpan di AI. Diberi jawaban oleh AI.
Fungsi content creator & AI: amplifier / memperluas jangkauan. Tetap memerlukan bahan baku berupa visi, analisis, dan inspirasi dari para pemikir.
Strategi komunikasi publik ideal adalah investasi thought leadership & kemasan menarik (creator & AI) agar ide bisa mengalir luas.
Termasuk solusi bagi pemerintah dalam mengatasi kebekuan komunikasi publik. Seperti kasus “amuk massa” demonstran Agustus 2025. Thought leader & intelektual publik perlu dijadikan mitra. Untuk fact finding masalah. Ataupun penemuan problem solver.
Kini eranya thought leader & intelektual publik. Bukankah begitu ???
(*) ARS – Jakarta (rohmanfth@gmail.com)