METROTODAY, SIDOARJO – Media sosial yang selama ini dikenal sebagai ruang berbagi dan mendapatkan informasi ternyata juga membawa dampak signifikan terhadap kesehatan mental.
Sejumlah pakar kesehatan jiwa dan peneliti interaksi digital mengungkap bahwa paparan komentar sinis, kritik tajam, hingga pola penggunaan tanpa kontrol dapat memicu berbagai keluhan psikologis seperti kecemasan, kelelahan emosional, disosiasi, gangguan tidur, hingga penurunan harga diri.
Fenomena ini mulai banyak ditemukan dalam praktik klinis maupun dalam percakapan sehari-hari, ketika pasien melaporkan rasa cemas, mudah terpancing emosi, serta kelelahan setelah membaca komentar di media sosial.
Laporan tersebut sejalan dengan temuan sebuah studi tahun 2024 yang menunjukkan bahwa komentar negatif berulang dapat mengaktifkan area otak yang mengatur stres sosial dan kritik terhadap diri sendiri, sehingga membuat seseorang merasa terancam atau tidak cukup baik.
Selain itu, penelitian dari University of Washington yang dilakukan oleh Amanda Baughan menjelaskan bahwa media sosial juga memicu disosiasi, yaitu kondisi ketika seseorang kehilangan refleksi diri dan tidak menyadari waktu yang berlalu akibat terlalu terserap dalam aktivitas digital.
Pola ini sering muncul dalam bentuk mindless scrolling, sebuah kebiasaan mengonsumsi konten tanpa tujuan yang justru meningkatkan risiko masalah mental serta mengganggu manajemen waktu.
Para ahli menyebut kondisi ini sebagai emotional overload, yakni akumulasi emosi negatif yang muncul dari interaksi kecil namun berulang, mulai dari satu komentar pedas, satu balasan sinis, hingga satu unggahan yang memicu rasa kurang percaya diri.
Ketika berlangsung terus-menerus, tubuh meresponsnya sebagai ancaman psikologis yang berdampak pada kondisi fisik seperti jantung berdebar, sulit tidur, dan sensitivitas emosional yang meningkat.
Untuk mengurangi risiko tersebut, para pakar menyarankan melakukan digital decluttering, yaitu proses membersihkan lingkungan digital seperti:
- Menghapus atau unfollow akun yang memicu emosi negatif,
- Menonaktifkan komentar sementara,
- Menetapkan jam bebas media sosial terutama sebelum tidur,
- Mengambil jeda penuh selama 24–48 jam ketika merasa kewalahan.
Peneliti juga menemukan intervensi berbentuk pesan interaktif secara berkala yang dapat membantu mengurangi disosiasi saat menggunakan media sosial, misalnya pertanyaan singkat terkait minat pengguna untuk mengembalikan fokus dan kesadaran diri.
Para ahli menegaskan bahwa media sosial tidak akan menjadi lebih lembut, sehingga pengguna perlu mengatur ulang kebiasaan digitalnya agar tidak terjebak dalam tekanan psikologis yang merugikan.
Menepi dari media sosial bukanlah tanda kelemahan, tetapi langkah penting untuk menjaga kesehatan mental di tengah derasnya arus komentar dan informasi. (amelia/red)

