4 November 2025, 23:35 PM WIB

Kasus HIV di Sidoarjo Tertinggi di Jatim, Dinkes Pastikan Deteksi Dini Jadi Kunci Penanganan

METROTODAY, SIDOARJO — Kabupaten Sidoarjo tengah menjadi sorotan dengan beredarnya data terbaru dari @data.kita yang mencatat 270 kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) pada tahun 2025.

Angka ini menempatkan Sidoarjo sebagai salah satu daerah dengan temuan kasus tertinggi di Jawa Timur.

Meski begitu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Sidoarjo menegaskan bahwa tingginya angka tersebut bukan menunjukkan ledakan kasus baru, melainkan bukti bahwa skrining dan deteksi dini di lapangan berjalan aktif dan efektif.

Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo, dr. Lakshmi Herawati Yuantina M.Kes, menjelaskan bahwa data 270 kasus justru menunjukkan hasil kerja keras para tenaga kesehatan dan relawan yang aktif melakukan pemeriksaan di berbagai wilayah.

“Angka ini bukan karena kasusnya melonjak, tapi karena kami aktif mencari dan mendeteksi. Ini bukti kerja lapangan berjalan dengan baik, bukan karena ledakan kasus,” ujar dr. Lakshmi, dikutip dari laman RRI.

Dinkes Sidoarjo melalui program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) secara rutin melaksanakan tes HIV terhadap populasi berisiko, seperti komunitas pekerja rentan, pengguna layanan kesehatan, hingga kelompok masyarakat umum.

Melalui langkah ini, Dinkes berupaya memastikan setiap kasus dapat ditemukan sejak dini agar segera mendapat penanganan medis.

Selain aktif dalam deteksi, Sidoarjo juga dikenal memiliki fasilitas layanan HIV yang lengkap di Jawa Timur. Layanan tersebut meliputi edukasi, tes HIV, terapi ARV (antiretroviral), hingga program treatment as prevention yang memastikan pasien tetap sehat dan tidak menularkan virus kepada orang lain.

“Kami menyediakan layanan mulai dari PrEP (Pre-Exposure Prophylaxis), kondom, pelicin, hingga terapi rutin bagi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Semua fasilitas ini untuk menekan penularan semaksimal mungkin,” tambahnya.

Dalam upaya memperluas jangkauan layanan, Dinkes Sidoarjo tidak bekerja sendiri. Pemerintah daerah menjalin kemitraan dengan berbagai organisasi dan lembaga, di antaranya PKBI Jawa Timur, Yayasan Orbit, dan Delta Crisis Center.

Kolaborasi ini memungkinkan akses layanan HIV menjadi lebih dekat dan inklusif bagi masyarakat, terutama komunitas berisiko tinggi.

“Semakin banyak orang yang mau dites, justru itu pertanda baik. Artinya mereka sadar pentingnya pemeriksaan dan bisa langsung mendapat pengobatan sejak dini,” jelas dr. Lakshmi.

Selain fokus pada komunitas tertentu, Dinkes juga gencar menyasar pelajar SMP dan SMA sebagai bagian dari edukasi pencegahan HIV.

Langkah ini bertujuan menanamkan pemahaman sejak dini bahwa HIV bukanlah aib, melainkan penyakit yang dapat dikendalikan dengan pengobatan teratur.

“Kami ingin anak muda tahu bahwa HIV bukan sesuatu yang harus ditakuti atau disembunyikan. Dengan pengobatan yang tepat, mereka bisa tetap hidup sehat dan produktif,” tutur dr. Lakshmi.

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo menargetkan nol kasus HIV/AIDS pada tahun 2030 melalui strategi “test and treat” di mana setiap kasus positif langsung ditangani untuk mencegah penularan lebih lanjut.

Dr. Lakshmi juga menegaskan pentingnya pemahaman masyarakat agar tidak salah menafsirkan data.

“Tingginya angka bukan berarti Sidoarjo paling parah, tapi karena kita paling aktif dalam menemukan kasus. Ini bentuk komitmen, bukan kegagalan,” tegasnya. (elfira/red)

METROTODAY, SIDOARJO — Kabupaten Sidoarjo tengah menjadi sorotan dengan beredarnya data terbaru dari @data.kita yang mencatat 270 kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) pada tahun 2025.

Angka ini menempatkan Sidoarjo sebagai salah satu daerah dengan temuan kasus tertinggi di Jawa Timur.

Meski begitu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Sidoarjo menegaskan bahwa tingginya angka tersebut bukan menunjukkan ledakan kasus baru, melainkan bukti bahwa skrining dan deteksi dini di lapangan berjalan aktif dan efektif.

Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo, dr. Lakshmi Herawati Yuantina M.Kes, menjelaskan bahwa data 270 kasus justru menunjukkan hasil kerja keras para tenaga kesehatan dan relawan yang aktif melakukan pemeriksaan di berbagai wilayah.

“Angka ini bukan karena kasusnya melonjak, tapi karena kami aktif mencari dan mendeteksi. Ini bukti kerja lapangan berjalan dengan baik, bukan karena ledakan kasus,” ujar dr. Lakshmi, dikutip dari laman RRI.

Dinkes Sidoarjo melalui program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) secara rutin melaksanakan tes HIV terhadap populasi berisiko, seperti komunitas pekerja rentan, pengguna layanan kesehatan, hingga kelompok masyarakat umum.

Melalui langkah ini, Dinkes berupaya memastikan setiap kasus dapat ditemukan sejak dini agar segera mendapat penanganan medis.

Selain aktif dalam deteksi, Sidoarjo juga dikenal memiliki fasilitas layanan HIV yang lengkap di Jawa Timur. Layanan tersebut meliputi edukasi, tes HIV, terapi ARV (antiretroviral), hingga program treatment as prevention yang memastikan pasien tetap sehat dan tidak menularkan virus kepada orang lain.

“Kami menyediakan layanan mulai dari PrEP (Pre-Exposure Prophylaxis), kondom, pelicin, hingga terapi rutin bagi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Semua fasilitas ini untuk menekan penularan semaksimal mungkin,” tambahnya.

Dalam upaya memperluas jangkauan layanan, Dinkes Sidoarjo tidak bekerja sendiri. Pemerintah daerah menjalin kemitraan dengan berbagai organisasi dan lembaga, di antaranya PKBI Jawa Timur, Yayasan Orbit, dan Delta Crisis Center.

Kolaborasi ini memungkinkan akses layanan HIV menjadi lebih dekat dan inklusif bagi masyarakat, terutama komunitas berisiko tinggi.

“Semakin banyak orang yang mau dites, justru itu pertanda baik. Artinya mereka sadar pentingnya pemeriksaan dan bisa langsung mendapat pengobatan sejak dini,” jelas dr. Lakshmi.

Selain fokus pada komunitas tertentu, Dinkes juga gencar menyasar pelajar SMP dan SMA sebagai bagian dari edukasi pencegahan HIV.

Langkah ini bertujuan menanamkan pemahaman sejak dini bahwa HIV bukanlah aib, melainkan penyakit yang dapat dikendalikan dengan pengobatan teratur.

“Kami ingin anak muda tahu bahwa HIV bukan sesuatu yang harus ditakuti atau disembunyikan. Dengan pengobatan yang tepat, mereka bisa tetap hidup sehat dan produktif,” tutur dr. Lakshmi.

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo menargetkan nol kasus HIV/AIDS pada tahun 2030 melalui strategi “test and treat” di mana setiap kasus positif langsung ditangani untuk mencegah penularan lebih lanjut.

Dr. Lakshmi juga menegaskan pentingnya pemahaman masyarakat agar tidak salah menafsirkan data.

“Tingginya angka bukan berarti Sidoarjo paling parah, tapi karena kita paling aktif dalam menemukan kasus. Ini bentuk komitmen, bukan kegagalan,” tegasnya. (elfira/red)

Artikel Terkait

Pilihan Editor

Pilihan Editor

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/