METROTODAY, SURABAYA – Setiap dari kita membawa kenangan masa kecil. Entah keceriaan, rasa penasaran, hingga luka yang kerap tersembunyi di balik diri yang sudah dewasa saat ini.
Potongan emosi masa kecil inilah yang disebut inner child. Istilah child free bukan hanya istilah yang sedang populer di media sosial atau istilah saja psikologi populer, konsep ini telah lama digunakan dalam riset akademik.
Menurut psikolog dan penulis seperti Carl Jung, inner child adalah cerminan diri pada masa anak-anak. John Bradshaw menambahkan bahwa anak dalam diri ini menyimpan ingatan emosional mendalam yang bisa jadi memori indah atau trauma yang menyakitkan.
Inner child bukan sekadar memori nostalgia. Banyak orang dewasa merasa stres dan burnout, misalnya ada orang dewasa yang stress dan ingin menghubungkan diri lagi ke masa kanak-kanak, kita bisa menghadirkan kembali keceriaan, kreativitas, serta rasa lega dari tanggung jawab yang menumpuk.
Psikologi menyebut fenomena ini sebagai “witherwill”, yaitu keinginan untuk bebas dari beban orang dewasa, lepas ke masa tanpa tanggung jawab alias masa menjadi anak-anak.
Ada beberapa tanda bahwa inner child kita masih merasakan luka, seperti:
• Takut kritik & penolakan tanpa sebab jelas.
• Sulit membangun hubungan sehat karena takut ditinggal atau overthinking.
• Perfeksionisme atau rasa tidak pernah cukup, terus mengandalkan validasi dari luar seperti orang lain.
• Emosi yang rentan seperti mudah stres, sedih, atau marah secara tidak wajar.
Luka pada masa kecil memengaruhi reaksi terhadap tekanan sosial, hubungan sosial, dan citra diri.
Lalu, bagaimana cara menyembuhkan luka inner child?
1. Kembali ke ambience masa kecil
Mengonsumsi bacaan, film, atau lagu favorit dari masa lalu untuk membantu menghadirkan rasa aman dan bahagia sementara. Misalnya menonton ulang kartun, baca komik, atau mendengarkan lagu-lagu pada masa anak-anak.
2. Kembali berkreasi
Coba untuk ulang kegiatan seperti, menulis buku, mewarnai, atau membuat crafting yang dilakukan seperti waktu SD.
Hal ini mampu menyadarkan kita pada kemampuan untuk bersenang-senang tanpa tekanan. Coba juga diam tanpa melakukan apapun, misalnya rebahan dan menatap langit-langit, tanpa membuka media sosial.
3. Mainkan lagi mainan favorit
Saat ini, banyak orang dewasa yang membeli barang-barang anak kecil seperti seperti boneka Labubu, Barbie, Hirono, Sony Angel, Sylvanian family, dan lainnya.
Tren ini bukan sekadar konsumsi, tapi bentuk healing, seperti yang diungkap Nike oleh Vogue Business, “healing of the inner child” lewat mainan collectible. .
4. Reparenting alias merawat diri sendiri
Melalui metode seperti Internal Family Systems (IFS) atau teknik journaling, kita belajar untuk “mengganti peran pengasuh” untuk inner child, dimana kita memvalidasi dan memenuhi kebutuhan emosional yang dulu tidak terselesaikan.
5. Cari bantuan professional
Jika luka atau trauma yang ditinggalkan saat menjadi anak-anak terlalu dalam, tidak ada salahnya untuk mengambil bantuan psikolog atau psikoterapis yang ahli di “inner child work.” Terapi bisa berfokus pada trauma masa kecil, attachment, dan meningkatkan relasi diri dan orang lain. (alk)