Ilustrasi kelelahan otak akibat terlalu banyak mengonsumsi konten media sosial. (Foto: Istimewa/hope harbor)
METROTODAY, SURABAYA – Belakangan, dunia internet dan sosial media kerap menggaungkan istilah “brain rot’. Di 2024 lalu, brain rot menjadi Word of The Year 2024 menurut Oxford.
Istilah ini juga merujuk ke arah paparan konten berkualitas rendah seperti meme ‘Skibidi Toilet’, ‘Only in Ohio’, hingga ‘Tung Tung Tung Sahur’ yang banyak digemari oleh Gen Alpha.
Brain rot sendiri kini dianggap sebagai salah satu fenomena yang mengancam kemampuan otak dan berbahaya.
Apa itu Brain Rot?
Istilah brain rot secara harfiah berarti “pembusukan otak”. Dalam konteks dunia internet dan budaya digital, istilah ini merujuk pada kondisi di mana seseorang merasa otaknya seperti “tumpul” atau kehilangan kemampuan untuk fokus.
Hal ini terjadi karena terlalu banyak mengonsumsi hiburan ringan dan cepat, seperti misal konten di TikTok, meme internet, video pendek lucu, dan drama selebriti internet.
Fenomena brain rot kerap dianggap sebagai candaan oleh warga internet. Namun, sebetulnya fenomena ini merupakan gejala kelelahan kognitif (cognitive fatigue) akibat paparan konten instan dan stimulasi digital yang berlebihan.
Gejala Brain Rot yang Perlu Diwaspadai
Berikut beberapa tanda kamu mungkin mengalami brain rot:
Kenapa Kita Rentan Terkena Brain Rot?
Brain rot memang menjadi salah satu konsekuensi yang muncul karena adanya teknologi yang hadir di hidup kita. Namun, perusahaan media dan teknologi turut berperan dalam merancang sistem agar pengguna bisa bertahan lama menggunakan aplikasi mereka.
Misalnya, algoritma media sosial yang memang dirancang dan dipersonalisasikan untuk membuat kita betah.
Semakin lama kita menonton konten yang kita sukai, semakin banyak dopamin yang dilepaskan, kemudian semakin besar keinginan kita untuk mengulanginya. Hal ini akhirnya menciptakan siklus candu digital yang berputar seperti lingkaran setan.
Konten berdurasi cepat dan menyenangkan membuat otak terbiasa dengan instant gratification , sehingga aktivitas yang lebih lambat dan reflektif terasa “membosankan”, padahal justru di sanalah perkembangan otak dan kreativitas terjadi.
Dampak Jangka Panjang Brain Rot
Jika tidak dikendalikan, konsumsi hiburan media sosial berkualitas rendah dan instan yang berlebihan bisa menyebabkan:
Cara Mengatasi Brain Rot
Di zaman yang semuanya serba sosial media dan aplikasi, menghindari media sosial sepenuhnya mungkin sulit dan bahkan mustahil. Maka dari itu, kita bisa mulai dengan dari hal kecil seperti:
Brain rot bukan sekadar istilah viral yang sedang ramai di internet, tapi fenomena nyata yang menunjukkan bagaimana otak kita bisa kewalahan di era digital.
Maka dari itu, untuk menghindari pembusukan otak akibat paparan konten sosial media, coba untuk berlatih fokus dan mindful saat menggunakan gadget atau aplikasi sosial media.
Lebih bijak dalam mengkonsumsi konten tidak hanya menyelamatkan kita dari brain rot tapi juga membuat kita lebih sehat dalam menjalani hidup. (*)
Tim relawan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang terdiri dari dokter, perawat, psikolog, konselor, dan ahli…
Tiga stand warung semi permanen di Jalan Pawiyatan, Surabaya tepatnya belakang Aspol, terbakar, Sabtu (13/12)…
DALAM sebuah momen yang berlangsung sederhana namun sarat makna, di ruang yang hangat dan penuh kekeluargaan,…
Raperda tentang hunian yang layak, yang mencakup kebijakan perencanaan, pengelolaan, tata ruang, dan keberlanjutan hunian…
PWI Pusat menerbitkan tiga Surat Edaran (SE) untuk seluruh anggota se-Indonesia, yakni SE tentang Rangkap…
Masyarakat dihebohkan dengan video viral aksi pencopetan di Stasiun Surabaya Gubeng Lama, beberapa waktu lalu.…
This website uses cookies.