METROTODAY, SURABAYA – Di penghujung tahun, ketika waktu memberi jeda bagi bangsa untuk berhenti sejenak dan menoleh ke belakang, Pengurus Wilayah Ikatan Alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (PW IKA ITS) Jawa Timur menyampaikan pernyataan sikap sebagai bagian dari Refleksi Akhir Tahun 2025.
Pernyataan ini lahir dari keprihatinan yang jujur, empati yang tulus, dan ikhtiar moral untuk menempatkan kembali kemanusiaan dan keberlanjutan alam sebagai poros bersama dalam perjalanan pembangunan bangsa.
Lebih dari tiga pekan setelah banjir bandang melanda berbagai wilayah di Sumatera, tepatnya di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, penderitaan masyarakat terdampak masih jauh dari kata usai.
Di banyak tempat, warga belum sepenuhnya pulih dari kehilangan: rumah yang runtuh, mata pencaharian yang hilang, air bersih yang terbatas, dan rasa aman yang terkoyak. Kehidupan berjalan dalam ketidakpastian, sementara waktu terus melaju. Situasi ini mengingatkan kita bahwa bencana tidak berhenti saat air surut; ia berlanjut dalam sunyi yang sering luput dari perhatian.
Banjir bandang Sumatera bukan peristiwa yang berdiri sendiri atau berskala lokal. Dampaknya melintasi batas administratif, menyentuh banyak daerah secara bersamaan, merusak infrastruktur, memutus rantai ekonomi, dan meninggalkan luka sosial yang mendalam. Puluhan ribu warga kehilangan rumah, pekerjaan, dan akses layanan dasar. Skala penderitaan ini menuntut kehadiran negara yang utuh, yakni hadir bukan hanya sebagai pengelola krisis, tetapi sebagai penjaga martabat warganya.
Dalam situasi kemanusiaan sebesar ini, PW IKA ITS Jawa Timur berpandangan bahwa negara tidak boleh hadir secara setengah hati. Ketika prosedur mengalahkan kepedulian, ketika koordinasi terhambat oleh sekat administratif, maka yang terabaikan bukan sekadar efisiensi, melainkan nilai kemanusiaan itu sendiri. Bencana semestinya menjadi ruang koreksi, tempat negara belajar untuk menyederhanakan diri demi menyelamatkan yang paling rentan.
Di tengah keterbatasan tersebut, solidaritas publik justru tumbuh sebagai cahaya harapan. Masyarakat sipil, organisasi kemanusiaan, dunia usaha, perguruan tinggi, dan relawan independen bergerak melampaui batas wilayah dan kepentingan. Empati mengalir dari banyak arah, bahkan lintas negara. Solidaritas semacam ini adalah modal sosial yang berharga. Negara sepatutnya merangkulnya dengan lapang dada, yakni mengelola, mengoordinasikan, dan memfasilitasi, agar energi kebajikan ini tidak terhambat, tetapi justru mempercepat pemulihan bersama.
Dalam konteks tersebut, PW IKA ITS Jawa Timur mengapresiasi para pengurus dan alumni ITS yang terjun langsung ke lokasi bencana sebagai bagian dari Satgas Kemanusiaan ITS. Kiprah ini mencerminkan solidaritas, tanggung jawab sosial, serta daya guna jejaring alumni dalam menghimpun dukungan logistik dan teknis untuk membantu pemulihan bencana, sebagai wujud nyata advancing humanity.
Namun refleksi ini tidak berhenti pada pertolongan jangka pendek. Bencana mengajarkan bahwa pemulihan sejati memerlukan kesabaran, perencanaan, dan keberlanjutan. Hunian yang layak, layanan kesehatan yang berkesinambungan, pemulihan ekonomi rakyat, ketahanan pangan, serta perawatan ekosistem tidak dapat ditangani secara terpisah-pisah. Pendekatan yang parsial hanya akan meninggalkan sebagian warga dalam ketertinggalan dan memperpanjang ketidakadilan.
Dalam konteks tersebut, PW IKA ITS Jawa Timur turut menyampaikan harapan agar pemerintah mempertimbangkan peningkatan status penanganan banjir bandang Sumatera menjadi Bencana Nasional, sebagai ikhtiar strategis untuk memperkuat penanganan lintas wilayah, memperjelas tanggung jawab bersama, serta memastikan mobilisasi sumber daya nasional berjalan secara terpadu dan berkelanjutan.
Sebagai komunitas alumni perguruan tinggi berbasis sains dan teknologi, PW IKA ITS Jawa Timur meyakini bahwa ilmu pengetahuan tidak pernah netral dari nilai. Ia harus berpihak pada kehidupan, menjaga keseimbangan antara pembangunan dan daya dukung alam, serta menempatkan keselamatan manusia sebagai tujuan utama. Pembangunan yang mengabaikan batas ekologis dan keadilan sosial pada akhirnya hanya akan menumpuk risiko bagi generasi berikutnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, PW IKA ITS Jawa Timur menyampaikan lima pernyataan sikap sebagai berikut:
1. Menyampaikan duka cita dan empati yang mendalam kepada seluruh korban bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, serta mendorong penguatan kehadiran negara bersama seluruh elemen masyarakat dalam melindungi, mendampingi, dan membantu pemulihan kehidupan warga terdampak.
2. Mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat komitmen menjaga kelestarian hutan, daerah aliran sungai, dan lingkungan hidup sebagai amanah lintas generasi demi keberlanjutan kehidupan dan pengurangan risiko bencana di masa depan.
3. Mendorong praktik pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab, berkeadilan, dan berorientasi pada keselamatan masyarakat, dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan serta keseimbangan ekosistem.
4. Mendukung penegakan hukum lingkungan yang adil, transparan, dan konsisten sebagai bagian dari ikhtiar menegakkan keadilan sosial dan keadilan ekologis.
5. Menegaskan komitmen alumni dan insan akademik ITS untuk berkontribusi aktif melalui keilmuan, inovasi, rekomendasi kebijakan berbasis bukti, serta keteladanan dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan keberlanjutan.
Refleksi akhir tahun ini menjadi pengingat bahwa kemajuan tidak hanya diukur dari apa yang berhasil dibangun, tetapi dari sejauh mana kita mampu menjaga kehidupan, merawat alam, dan memuliakan martabat manusia. Di sanalah ukuran sejati dari kepemimpinan dan peradaban.
PW IKA ITS Jawa Timur mengajak seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat luas untuk terus merawat gotong royong, memperkuat solidaritas, dan meneguhkan kolaborasi dengan menempatkan kemanusiaan, keberlanjutan, dan keadilan sebagai fondasi utama dalam setiap langkah ke depan. (*)

