METROTODAY, SURABAYA – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menegaskan komitmen memperluas akses pendidikan melalui program beasiswa pemuda tangguh.
Pada tahun 2026, kuota penerima meningkat signifikan menjadi sekitar 23.820 orang dengan total anggaran mencapai Rp 190,56 miliar.
Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya, Hidayat Syah, menyatakan intervensi Pemkot terhadap dunia pendidikan terus diperkuat dari tahun ke tahun.
“Beasiswa Pemuda Tangguh Surabaya untuk kuota awal tahun 2025 sebanyak 3.500 penerima dan pada perubahan anggaran naik menjadi 5.500 penerima. Ini membuktikan intervensi Pemkot Surabaya pada dunia pendidikan cukup tinggi,” kata Hidayat, Senin (22/12)./
Pada tahun 2026, Pemkot juga akan memperluas cakupan kerja sama tidak hanya dengan perguruan tinggi negeri (PTN), tetapi juga sejumlah perguruan tinggi swasta (PTS). Saat ini, terdapat 15 PTN baik di Surabaya maupun luar daerah yang telah menjalin nota kesepahaman (MoU).
“Dengan perluasan kuota dan mitra perguruan tinggi tersebut, Pemkot Surabaya pada 2026 tidak hanya memberikan bantuan pembiayaan pendidikan, tetapi juga uang saku bagi para penerima beasiswa,” ujar Hidayat.
Perang Lawan Curanmor, Pemkot Surabaya Gencar Pasang Portal dan Kamera CCTV di Area Rawan
Sementara itu, Kepala Bidang Kepemudaan Disbudporapar Kota Surabaya, Erringgo Perkasa, menyampaikan perubahan skema beasiswa dari 2024 ke 2025 merupakan hasil evaluasi menyeluruh.
“Perubahan skema Beasiswa Pemuda Tangguh dari tahun 2024 ke tahun 2025 didasarkan pada hasil evaluasi pelaksanaan program, penyesuaian kemampuan fiskal daerah, serta arah kebijakan Pemkot Surabaya untuk memperluas akses penerima manfaat,” jelas Erringgo.
Menurutnya, evaluasi menunjukkan perlunya penataan ulang komponen bantuan agar program dapat menjangkau lebih banyak pemuda secara berkelanjutan, tetap menjamin pembiayaan pendidikan utama (UKT), serta mendorong efisiensi dan keadilan distribusi anggaran.
“Selain itu, perubahan skema juga mempertimbangkan kondisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Surabaya yang masih perlu ditingkatkan, sehingga dilakukan penyesuaian Peraturan Wali Kota (Perwali),” papar Erringgo.
Dari sisi jumlah penerima, tren peningkatan terjadi setiap tahun. Pada 2024 tercatat sebanyak 3.186 orang, meningkat menjadi 3.502 orang pada 2025, dan melonjak tajam pada 2026 menjadi 23.820 orang.
“Peningkatan ini menegaskan bahwa program tidak dikurangi, namun diperluas jangkauannya secara signifikan,” katanya.
Hal serupa juga terlihat pada alokasi anggaran. Pada tahun 2024, anggaran sebesar Rp46,27 miliar, meningkat menjadi Rp71,51 miliar pada 2025, dan diproyeksikan melonjak menjadi Rp190,56 miliar pada 2026.
“Hal ini membuktikan bahwa Pemkot Surabaya tidak mengurangi alokasi anggaran, tetapi mengelolanya secara lebih adaptif dan berkelanjutan,” ungkapnya.
Erringgo menuturkan pelaksanaan beasiswa 2026 akan didasarkan pada regulasi kepala daerah dan petunjuk teknis yang masih dalam proses pembahasan, dengan poin penting antara lain perluasan sasaran penerima serta penyesuaian skema bantuan biaya pendidikan UKT dan uang saku.
“Di samping itu, regulasi ini juga didasarkan pada penguatan prinsip pemerataan dan akuntabilitas, serta sinkronisasi dengan arah pembangunan sumber daya manusia (SDM) Kota Surabaya,” terangnya.
Sasaran penerima beasiswa adalah pemuda ber-KTP dan berdomisili Surabaya, berasal dari keluarga kurang mampu, memiliki IPK minimal 3, serta telah diterima di salah satu mitra PTN atau PTS. Hingga Desember 2025, tercatat enam PTS dalam proses menjalin kerja sama.
Program ini juga memprioritaskan pemuda dari kelompok rentan yang memiliki motivasi dan komitmen akademik tinggi, serta diharapkan mampu berkontribusi bagi pembangunan sosial dan ekonomi Surabaya.
“Konsep ‘1 KK 1 Sarjana’ menjadi salah satu target, dengan harapan lulusan dapat meringankan beban ekonomi keluarga dan meningkatkan produktivitas akademik maupun nonakademik,” harapnya.
Erringgo pun memastikan Pemkot secara rutin melakukan evaluasi terhadap efektivitas program melalui monitoring penyerapan anggaran, capaian akademik, ketepatan sasaran, serta dampak terhadap pemerataan pendidikan.
“Hasil evaluasi tersebut menjadi dasar penyesuaian skema bantuan pada 2025 dan perencanaan perluasan program pada 2026, termasuk pengetatan syarat IPK dari 2,75 menjadi 3,” pungkasnya. (ahm)

