METROTODAY, SURABAYA – Sekolah Budaya Anak Gang Dolly sukses digelar di Aula Pasar Burung Gang Dolly, Surabaya. Inisiatif ini merupakan hasil kolaborasi antara Fakultas Psikologi Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Binar Community, Tim Pandawa RW XII Kampung Dolly, Pertamina Foundation, serta dukungan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Surabaya.
Program yang bertujuan untuk mendukung pendidikan karakter dan pemberdayaan anak-anak di kawasan eks-lokalisasi ini akan berlangsung selama tiga bulan ke depan. Kegiatan belajar rutin akan diadakan setiap hari Sabtu, dengan melibatkan 35 anak binaan sebagai peserta utama.
Fakultas Psikologi Unesa berperan sebagai mitra akademik dan pendukung utama melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) fakultas. Dukungan yang diberikan meliputi fasilitasi rapat, pendampingan psikologis, hingga pemberdayaan relawan mahasiswa.
“Kami melihat potensi besar untuk mengubah wajah pendidikan anak-anak di kawasan marginal melalui pendekatan berbasis budaya yang relevan dan menyentuh aspek psikologis anak,” ujar Fitrania Maghfiroh, dosen sekaligus perwakilan Fakultas Psikologi Unesa, Selasa (14/10).
Ketua RW XII Kampung Dolly, Cahyo Andrianto, S.Sos, menyampaikan apresiasi terhadap upaya kolaboratif ini. “Kami ingin memutus rantai kemiskinan sosial dan membentuk anak-anak yang berjiwa pemimpin, berani, cerdas, dan berakhlak. Program ini menjadi wadah yang sangat berarti bagi masa depan mereka,” tuturnya.
Program ini mengusung konsep Culture-Based Learning dengan mengintegrasikan nilai-nilai tokoh Pandawa (Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa) sebagai landasan kurikulum pendidikan karakter. Anak-anak diajak untuk memahami nilai kepemimpinan, keberanian, kreativitas, kejujuran, dan rasa saling menghargai, serta mengenal budaya lokal.
M. Faiz Chisshomudhin, perwakilan Tim Pandawa, menambahkan, anak-anak di sini adalah calon pemimpin masa depan. “Kami percaya mereka bisa dibina dan diberdayakan melalui pendidikan karakter yang berbasis budaya lokal,” imbuhnya.
Rifda Haura Fathina Besri, Wakil Presiden Binar Community sekaligus sekretaris program, menjelaskan bahwa inisiatif ini berawal dari observasi langsung mahasiswa terhadap kebutuhan masyarakat di Gang Dolly.
“Kami sudah sering turun mengajar di sini, sehingga tahu cara terbaik mendekati anak-anak. Mereka lebih tertarik pada hal-hal yang bernuansa budaya dibandingkan teknologi atau media sosial. Karena itu, nilai-nilai Pandawa kami jadikan dasar pembelajaran karakter,” jelas Rifda.
Bentor Pengangkut Sayur di Pasar Keputran Surabaya Terbakar Akibat Korsleting Kelistrikan
Kegiatan Sekolah Budaya Anak Gang Dolly juga berfokus pada evaluasi perkembangan karakter anak secara kualitatif melalui observasi dan interaksi sosial. Pembelajaran difokuskan pada bagaimana anak-anak memahami diri, berinteraksi dengan lingkungan, dan menumbuhkan empati.
Inisiatif ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin ke-4 tentang Pendidikan Berkualitas dan poin ke-10 tentang Pengurangan Kesenjangan. Diharapkan program ini dapat menjadi model pendidikan alternatif berbasis budaya yang dapat direplikasi di wilayah marginal lainnya.
“Harapannya, sekolah budaya ini bisa terus berlanjut dan menjadi wadah yang abadi bagi anak-anak di Dolly. Karena di tengah arus modernisasi, pendidikan karakter justru semakin penting,” pungkasnya. (ahm)

