METROTODAY, SURABAYA – Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jatim Surabaya menjadi pusat jujukan dan harapan bagi keluarga korban robohnya Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo.
Di antara keluarga yang setia menanti, Tohari, seorang warga asal Sampang, Madura, tampak tegar meski air mata tak dapat dibendung.
Ia terus memanjatkan doa untuk dua adik tercintanya, Zaki dan Albi, yang baru tiga bulan menimba ilmu di pesantren tersebut. Hingga kini, nasib keduanya masih belum jelas.
Suasana haru dan cemas menyelimuti setiap sudut rumah sakit. Keluarga korban dengan setia menanti kabar dari tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jatim yang terus bekerja keras.
Tohari, dengan tatapan kosong, berusaha tegar meski kesedihan mendalam terpancar dari wajahnya.
Bersama anggota keluarga lainnya, ia tak henti-hentinya berharap ada keajaiban. “Kami hanya ingin kepastian. Kami percaya tim DVI melakukan yang terbaik,” ujarnya, Sabtu (4/10).
Keluarga korban bahkan memilih untuk menginap di rumah sakit agar selalu dekat dengan perkembangan informasi.
Mereka telah menjalani proses pengambilan sampel DNA, berharap langkah ini dapat mempercepat proses identifikasi.
“Kami sudah memberikan semua yang dibutuhkan. Sekarang, hanya doa yang bisa kami panjatkan,” tutur Tohari.
Proses identifikasi melibatkan berbagai metode ilmiah, termasuk pencocokan DNA serta data ante mortem dan post mortem yang dikirimkan oleh pihak keluarga.
Pihak kepolisian berjanji akan bekerja secepat mungkin, namun tetap mengedepankan ketelitian dan keakuratan.
Sebelumnya Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, mengatakan pentingnya dukungan psikologis bagi keluarga korban. Tim Layanan Dukungan Psikososial (LDP) dari Dinas Sosial terus mendampingi keluarga di lokasi kejadian.
“Tim LDP sudah standby di sana terus, jadi LDP itu Layanan Dukungan Psikososial dari Dinas Sosial, itu terus juga melakukan pendampingan,” ujar Khofifah, Jumat (3/10). (ahm)

