11 September 2025, 23:35 PM WIB

Kasus Anak dan Perempuan dalam Persidangan Meningkat, KY akan Rekomendasikan Formula Hakim

METROTODAY, SURABAYA – Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia meningkatkan kehadirannya dalam persidangan kasus anak dan perempuan sebagai upaya untuk menjaga proses peradilan yang berpihak pada korban dan memastikan hak-hak mereka tidak terabaikan.

Hal ini dilakukan menyusul tingginya angka kasus yang melibatkan anak dan perempuan di persidangan.

 

KY menggelar diskusi tentang optimalisasi peranan masyarakat dalam pengawasan persidangan perkara perempuan dan anak berhadapan dengan hukum, Kamis (11/9).

Acara digelar di Kantor Penghubung Komisi Yudisial Wilayah Jawa Timur, Surabaya.

Kegiatan ini dilakukan sebagai respons terhadap tingginya kasus yang melibatkan anak dan perempuan dalam persidangan.

Kabag Pemantauan Perilaku Hakim Komisi Yudisial (KY) Ninik Ariani, menjelaskan pentingnya pengawasan terhadap hakim selama persidangan agar dapat menjaga hak-hak anak dan perempuan dalam persidangan.

“Bagaimana kita bisa mengawasi hakim saat bersidang, mengecek apakah sudah sesuai dengan etik, semuanya untuk kepentingan perempuan dan anak. Dengan menjaga hak-hak mereka dalam persidangan,” ujarnya.

KY berupaya meningkatkan pengawasan dengan melibatkan masyarakat.

Masyarakat dapat menyampaikan laporan langsung ke penghubung KY Jatim dengan jaminan kerahasiaan.

Ninik menyebut, pemantauan kasus yang melibatkan anak dan perempuan mengalami peningkatan dalam persidangan pengadilan seluruh Indonesia.

“Sejauh ini laporan dan pemantauan anak dan pemantauan di seluruh Indonesia awal Januari sampai Agustus 2025 ada 41 kasus. Sedangkan tahun lalu dari Januari sampai Desember 2024 mencapai 40 kasus, jadi tahun ini meningkat,” ungkap Ninik.

Ia menambahkan bahwa peningkatan ini juga dipengaruhi oleh tingginya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang viral.

“Jadi kasus viral pengaruh karena informasi yang kita dapatkan dari sana,” jelasnya.

KY juga bersinergi dengan masyarakat dan jejaring KY untuk melaporkan perkara yang perlu dipantau.

“Kita terus melakukan reminder kepada hakim dan taat kepada hukum acara agar mereka juga mematuhi kode etik,” tegas Ninik.

Acara yang digelar dengan diskusi dua sesi ini mendapat banyak masukan dari peserta yang terdiri dari masyarakat sipil, perguruan tinggi, dan lembaga bantuan hukum (LBH).

Mereka berbagi pengalaman dan pengetahuan saat mendampingi anak dan perempuan yang berhadapan dengan hukum, terutama dalam persidangan.

Koordinator Penghubung KY Wilayah Jatim, Dizar Al Farizi, mengaku ke depan, KY akan menyaring berbagai tanggapan masyarakat dan melibatkan ahli untuk menyusun kebijakan.

Kebijakan ini akan disampaikan kepada lembaga terkait, baik KY maupun Mahkamah Agung (MA), sebagai bahan masukan dan usulan.

Terkait laporan di Jawa Timur, Dizar menyebutkan bahwa ada tiga kali pemantauan, dua di Surabaya dan satu di luar Surabaya.

“Memantau memang terkadang tidak banyak melakukan pendampingan secara optimal terutama kasus di luar Surabaya,” katanya.

Salah satu cara untuk mengadvokasi kebijakan adalah dengan menyusun rekomendasi kebijakan dalam bentuk regulasi yang jelas.

Ia mencontohkan ketika hakim perempuan punya empati terutama saat menangani anak dan perempuan berhadapan dengan hukum termasuk hakim yang lebih muda dibandingkan yang lebih senior.

“Kami akan memberikan rekomendasi kebijakan agar MA menyusun SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) maupun PERMA (Peraturan Mahkamah Agung), tentang bagaimana komposisi hakim ketika persidangan anak dan perempuan,” pungkasnya. (ahm)

METROTODAY, SURABAYA – Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia meningkatkan kehadirannya dalam persidangan kasus anak dan perempuan sebagai upaya untuk menjaga proses peradilan yang berpihak pada korban dan memastikan hak-hak mereka tidak terabaikan.

Hal ini dilakukan menyusul tingginya angka kasus yang melibatkan anak dan perempuan di persidangan.

 

KY menggelar diskusi tentang optimalisasi peranan masyarakat dalam pengawasan persidangan perkara perempuan dan anak berhadapan dengan hukum, Kamis (11/9).

Acara digelar di Kantor Penghubung Komisi Yudisial Wilayah Jawa Timur, Surabaya.

Kegiatan ini dilakukan sebagai respons terhadap tingginya kasus yang melibatkan anak dan perempuan dalam persidangan.

Kabag Pemantauan Perilaku Hakim Komisi Yudisial (KY) Ninik Ariani, menjelaskan pentingnya pengawasan terhadap hakim selama persidangan agar dapat menjaga hak-hak anak dan perempuan dalam persidangan.

“Bagaimana kita bisa mengawasi hakim saat bersidang, mengecek apakah sudah sesuai dengan etik, semuanya untuk kepentingan perempuan dan anak. Dengan menjaga hak-hak mereka dalam persidangan,” ujarnya.

KY berupaya meningkatkan pengawasan dengan melibatkan masyarakat.

Masyarakat dapat menyampaikan laporan langsung ke penghubung KY Jatim dengan jaminan kerahasiaan.

Ninik menyebut, pemantauan kasus yang melibatkan anak dan perempuan mengalami peningkatan dalam persidangan pengadilan seluruh Indonesia.

“Sejauh ini laporan dan pemantauan anak dan pemantauan di seluruh Indonesia awal Januari sampai Agustus 2025 ada 41 kasus. Sedangkan tahun lalu dari Januari sampai Desember 2024 mencapai 40 kasus, jadi tahun ini meningkat,” ungkap Ninik.

Ia menambahkan bahwa peningkatan ini juga dipengaruhi oleh tingginya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang viral.

“Jadi kasus viral pengaruh karena informasi yang kita dapatkan dari sana,” jelasnya.

KY juga bersinergi dengan masyarakat dan jejaring KY untuk melaporkan perkara yang perlu dipantau.

“Kita terus melakukan reminder kepada hakim dan taat kepada hukum acara agar mereka juga mematuhi kode etik,” tegas Ninik.

Acara yang digelar dengan diskusi dua sesi ini mendapat banyak masukan dari peserta yang terdiri dari masyarakat sipil, perguruan tinggi, dan lembaga bantuan hukum (LBH).

Mereka berbagi pengalaman dan pengetahuan saat mendampingi anak dan perempuan yang berhadapan dengan hukum, terutama dalam persidangan.

Koordinator Penghubung KY Wilayah Jatim, Dizar Al Farizi, mengaku ke depan, KY akan menyaring berbagai tanggapan masyarakat dan melibatkan ahli untuk menyusun kebijakan.

Kebijakan ini akan disampaikan kepada lembaga terkait, baik KY maupun Mahkamah Agung (MA), sebagai bahan masukan dan usulan.

Terkait laporan di Jawa Timur, Dizar menyebutkan bahwa ada tiga kali pemantauan, dua di Surabaya dan satu di luar Surabaya.

“Memantau memang terkadang tidak banyak melakukan pendampingan secara optimal terutama kasus di luar Surabaya,” katanya.

Salah satu cara untuk mengadvokasi kebijakan adalah dengan menyusun rekomendasi kebijakan dalam bentuk regulasi yang jelas.

Ia mencontohkan ketika hakim perempuan punya empati terutama saat menangani anak dan perempuan berhadapan dengan hukum termasuk hakim yang lebih muda dibandingkan yang lebih senior.

“Kami akan memberikan rekomendasi kebijakan agar MA menyusun SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) maupun PERMA (Peraturan Mahkamah Agung), tentang bagaimana komposisi hakim ketika persidangan anak dan perempuan,” pungkasnya. (ahm)

Artikel Terkait

Pilihan Editor

Pilihan Editor

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/