Categories: Surabaya

Anak-Anak Surabaya Melawan Dehumanisasi Lewat Kuas, Menggebrak Panggung Seni Nasional ArtEduCare#15

METROTODAY, SURABAYA – Anak-anak Surabaya berhasil menembus seleksi ketat Pameran Seni Nasional ArtEduCare#15 yang akan diselenggarakan di Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta.

Keberhasilan ini menjadi sorotan, mengingat mereka bersaing dengan seniman dewasa dari seluruh Indonesia dalam ajang tahunan yang diinisiasi oleh Program Studi Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo.

Kelima siswa yang mengukir prestasi ini adalah Madeleine L Tongku, Michella J Tongku, Aisyah Azkadina A.A, Anindita Q Putri, dan Alesha K Putri.

Partisipasi mereka dalam pameran bergengsi ini menjadi bukti nyata bahwa bakat dan dedikasi dalam seni tidak mengenal batasan usia.

ArtEduCare#15 tahun ini mengusung tema “Feel the Same”, sebuah respons mendalam terhadap isu dehumanisasi yang kian terasa di era modern. Tema ini mengajak publik untuk merenungkan kembali pentingnya empati dan koneksi emosional di tengah kemajuan teknologi yang seringkali menciptakan jarak antarindividu.

“Manusia hari ini saling terhubung lewat teknologi, tapi secara emosional justru makin terputus. Kami ingin mengajak publik merenung lewat karya seni,” ujar Andreas Rahmadana, Ketua Panitia ArtEduCare#15, Kamis (17/7).

Ia menegaskan misi pameran untuk menjadikan seni sebagai medium refleksi dan dialog publik, mendorong masyarakat membangun kembali empati serta memperkuat relasi kemanusiaan.

Pameran ini dirancang dengan konsep abstract fluid, sebuah simbol perlawanan terhadap dehumanisasi yang merepresentasikan keberagaman dan dinamika kehidupan yang tetap menyatu dalam harmoni.

Putu Mahendra, pendiri Lotus Art Courses, menyampaikan kebanggaannya atas pencapaian luar biasa anak didiknya.

“Ini adalah pameran nasional yang konsisten diadakan dan memiliki reputasi tinggi. Meski mereka masih anak-anak, bisa lolos seleksi adalah sebuah prestasi luar biasa, terlebih karena mereka bersaing langsung dengan peserta dewasa,” ungkapnya.

Keberhasilan kelima siswa ini bukan hanya menunjukkan kualitas karya seni mereka, tetapi juga menjadi inspirasi bahwa seni memiliki kekuatan transformatif.

Ini membuktikan bahwa melalui seni, kita dapat menumbuhkan empati dan membangun jembatan koneksi antarmanusia sejak usia dini, mengingatkan kita akan esensi kemanusiaan di tengah hiruk pikuk dunia digital. (ahm)

Jay Wijayanto

Recent Posts

Gubernur Aceh Mualem Terima Tim Relawan Unesa: Bantuan Kesehatan, Psikososial, dan Beasiswa Korban Banjir

Tim relawan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang terdiri dari dokter, perawat, psikolog, konselor, dan ahli…

6 hours ago

Kebakaran di Belakang Aspol Pawiyatan Surabaya, 3 Warung dan 13 Motor Terbakar

Tiga stand warung semi permanen di Jalan Pawiyatan, Surabaya tepatnya belakang Aspol, terbakar, Sabtu (13/12)…

1 day ago

Profesor Tanpa Gelar

DALAM sebuah momen yang berlangsung sederhana namun sarat makna, di ruang yang hangat dan penuh kekeluargaan,…

1 day ago

Raperda Hunian Layak di Surabaya Masih Banyak Miss Persepsi, Aturan Rumah Kos Jadi Fokus

Raperda tentang hunian yang layak, yang mencakup kebijakan perencanaan, pengelolaan, tata ruang, dan keberlanjutan hunian…

1 day ago

PWI Pusat Terbitkan Edaran Soal Rangkap Jabatan, Perpanjangan KTA dan Donasi Kemanusiaan Bencana Sumatera

PWI Pusat menerbitkan tiga Surat Edaran (SE) untuk seluruh anggota se-Indonesia, yakni SE tentang Rangkap…

1 day ago

Copet Beraksi di Stasiun Surabaya Gubeng Lama, KAI Daop 8 Tingkatkan Keamanan Jelang Nataru

Masyarakat dihebohkan dengan video viral aksi pencopetan di Stasiun Surabaya Gubeng Lama, beberapa waktu lalu.…

2 days ago

This website uses cookies.