METROTODAY, SURABAYA – Fenomena Toron, tradisi mudik masyarakat Madura menjelang perayaan Idul Adha, kembali memadati Jembatan Suramadu.
Ribuan perantau dari berbagai daerah membanjiri jalur ini, antusias untuk kembali ke kampung halaman. Namun, di balik keramaian ini, tersimpan sejarah panjang yang ternyata telah berlangsung jauh sebelum abad ke-19.
Moordiati, pakar sejarah dan dosen Ilmu Sejarah di Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR) menjelaskan bahwa Toron memiliki makna ganda yang kuat dalam budaya Madura.
“Toron memiliki dua arti: turun, yaitu orang Madura yang bermigrasi pulang; dan Toron Tana, pulang kampung untuk menyambangi keluarga dan kerabat, termasuk yang telah meninggal dunia melalui ziarah,” jelasnya pada Kamis (5/6).
Meski belum ada sumber primer yang secara eksplisit mencatat asal-usul pastinya, Moordiati menegaskan bahwa tradisi ini telah mengakar jauh sebelum abad ke-19.
“Tidak ada catatan khusus dari peninggalan kolonial. Namun, berdasarkan kisah migrasi orang Madura, tradisi ini sudah ada jauh sebelumnya,” terangnya.
Hal ini menunjukkan bahwa Toron bukan sekadar kebiasaan baru, melainkan warisan leluhur yang telah diturunkan dari generasi ke generasi.
Lebih dari sekadar agenda mudik tahunan, Toron memegang peran penting dalam kehidupan sosial masyarakat Madura. Moordiati menekankan bahwa momen ini menjadi “obat rindu dan motivasi bagi perantau.” Ini adalah saat yang dinanti-nanti untuk meningkatkan persaudaraan dan memupuk cinta tanah kelahiran.
Dampak positif Toron juga merambah ke ranah sosial dan ekonomi. “Perantau sukses yang pulang kampung memotivasi lainnya, menciptakan diaspora dan melestarikan tradisi Toron,” tegas Moordiati.
Kepulangan para perantau yang berhasil seringkali menjadi inspirasi bagi generasi muda di kampung halaman, mendorong mereka untuk meraih kesuksesan di perantauan namun tetap tidak melupakan akar budaya mereka.
Tradisi Toron terus lestari hingga kini, terbukti dari membeludaknya warga Madura yang melintasi Jembatan Suramadu setiap menjelang Idul Adha. Ini adalah bukti nyata betapa kuatnya ikatan kekeluargaan dan budaya yang tetap terjaga di tengah dinamika zaman. (ahm)