25.6 C
Surabaya
1 June 2025, 3:15 AM WIB

Alun Alun Sidoarjo dan Mimpi Public Space yang Akomodatif

Oleh: Anggit Satriyo Nugroho, Warga Sidoarjo, Pegiat Media Massa 

ALUN ALUN Sidoarjo memang sudah banyak berubah sejak dua tahun ini. Yang terlihat memang lebih ciamik. Desainnya modern. Juga kekinian.

Di bagian depan pohon-pohon ditanam tak terlalu rapat. Ada plasa nan luas. Yang memungkinkan anak-anak berlarian ke sana kemari. Plasa itu juga bisa dipakai aktivitas aneka rupa.

Air muncratnya juga oke. Setidaknya bisa menjadi wahana permainan anak anak yang murah meriah.

Beberapa bulan lalu, mahasiswa Unesa konser orkestra di sana. Terkadang juga ada beragam festival yang digelar.

Yang pasti, sebagai public space alun-alun lebih sedap dipandang dan lebih mengakomodasi geliat warga perkotaan.

Agak ke barat. Aktivitas aneka rupa pun dilangsungkan. Mulai menari, berbaris, latihan bela diri, bermain bola. Aneka rupa.

Sejak perubahan wajah itu, Alun-alun memang kian sibuk.

Kabarnya, pembangunan tahap berikutnya akan berlangsung lagi. Bahkan sudah disiapkan anggaran tak sedikit, sekitar Rp 24 miliar.

Siapa yang menggarap proyek itu juga sudah ditemukan pemenangnya. Sudah tanda tangan kontrak pula.

Saya tak sabar menunggu akan seperti apa bentuknya. Setidaknya agar warga Sidoarjo ini punya kebanggaan alun-alun yang keren.

Sebagai warga kita tentu perlu menjaganya kelak. Agar tetap bersih, tetap awet, tetap hijau. Agar kita tetap betah duduk berlama-lama.

Beberapa minggu ini, saya memang sering ke sana. Sekadar duduk-duduk bersama istri. Bahkan sampai menjelang Isya.

Di Paseban, anak-anak begitu giatnya belajar menari. Puluhan orang tua duduk melingkar menunggui anaknya yang belajar kesenian tradisional itu. Begitu antusiasnya.

Sayang, lampunya temaram. Ada lampu gantung yang keren di langit-langit Paseban. Namun, kata orang-orang di sana sudah lama tak pernah menyala. Jadilah yang terpasang lampu ala kadarnya.

Yang juga perlu diperhatikan tentu kebersihannya. Saat pagi, saya balik lagi ke sana. Saya periksa semua tempat sampahnya. Kosong!

Pikir saya, kemana mereka yang datang ini membuang sampahnya? Kemana bekas botol-botol minuman itu ? Kemana kantung plastik berisi sisa saus dan sambal itu?

Alamak. Ternyata, bekas-bekas saus itu disembunyikan di balik tanaman. Dislempitkan di sela-sela taman.

Tentu kebiasaan yang begini harus dihilangkan apabila suatu saat nanti kita punya alun-alun yang keren.

Yang jangan dilupakan, taman-taman botak perlu dihijaukan lagi. Saya yakin, mengganti tanaman-tanaman yang mati bukan hal sulit.

Semoga pihak yang menggarap proyek alun-alun itu tak sekadar membangun. Tapi, mau mendengar.

Sebab, percuma saja melengkapi aneka fasilitas untuk warganya, tapi ternyata tak diinginkan.

Ini sama halnya cerita seorang bupati daerah lain yang ngebet membangun gedung kesenian bagi warga kotanya.

Tapi, pemerintahnya tak pernah dekat dengan seniman. Jadilah sia-sia belaka bangunan itu.

Gedungnya megah. Tapi, tak pernah ada pertunjukan yang digelar.

Karenanya apa yang menjadi kebutuhan warga haruslah ditangkap.

Memang di alun-alun saat ini belum banyak terlihat kaum lansia dan penyandang disabilitas.

Karenanya, kontraktornya perlu sekali mengajak pihak-pihak itu urun rembuk. Seperti apa alun-alun yang ada dalam imajinasi mereka.

Setidaknya, bila suara-suara itu didengarkan, maka mereka akan punya rasa memiliki yang luar biasa.

Bahkan bila perlu, gandeng arsitek-arsitek asal Sidoarjo.

Bukankah kota ini terkenal punya banyak stok orang pintar. Yang ketika begitu lulus SMA langsung belajar di kampus-kampus ternama, semacam Unair, ITS atau ITB.

Tantang mereka untuk membuat desain alun-alun yang keren dan akomodatif kepada semua lapisan.

Saya yakin mereka tetap bangga dengan Sidoarjo. (*)

Oleh: Anggit Satriyo Nugroho, Warga Sidoarjo, Pegiat Media Massa 

ALUN ALUN Sidoarjo memang sudah banyak berubah sejak dua tahun ini. Yang terlihat memang lebih ciamik. Desainnya modern. Juga kekinian.

Di bagian depan pohon-pohon ditanam tak terlalu rapat. Ada plasa nan luas. Yang memungkinkan anak-anak berlarian ke sana kemari. Plasa itu juga bisa dipakai aktivitas aneka rupa.

Air muncratnya juga oke. Setidaknya bisa menjadi wahana permainan anak anak yang murah meriah.

Beberapa bulan lalu, mahasiswa Unesa konser orkestra di sana. Terkadang juga ada beragam festival yang digelar.

Yang pasti, sebagai public space alun-alun lebih sedap dipandang dan lebih mengakomodasi geliat warga perkotaan.

Agak ke barat. Aktivitas aneka rupa pun dilangsungkan. Mulai menari, berbaris, latihan bela diri, bermain bola. Aneka rupa.

Sejak perubahan wajah itu, Alun-alun memang kian sibuk.

Kabarnya, pembangunan tahap berikutnya akan berlangsung lagi. Bahkan sudah disiapkan anggaran tak sedikit, sekitar Rp 24 miliar.

Siapa yang menggarap proyek itu juga sudah ditemukan pemenangnya. Sudah tanda tangan kontrak pula.

Saya tak sabar menunggu akan seperti apa bentuknya. Setidaknya agar warga Sidoarjo ini punya kebanggaan alun-alun yang keren.

Sebagai warga kita tentu perlu menjaganya kelak. Agar tetap bersih, tetap awet, tetap hijau. Agar kita tetap betah duduk berlama-lama.

Beberapa minggu ini, saya memang sering ke sana. Sekadar duduk-duduk bersama istri. Bahkan sampai menjelang Isya.

Di Paseban, anak-anak begitu giatnya belajar menari. Puluhan orang tua duduk melingkar menunggui anaknya yang belajar kesenian tradisional itu. Begitu antusiasnya.

Sayang, lampunya temaram. Ada lampu gantung yang keren di langit-langit Paseban. Namun, kata orang-orang di sana sudah lama tak pernah menyala. Jadilah yang terpasang lampu ala kadarnya.

Yang juga perlu diperhatikan tentu kebersihannya. Saat pagi, saya balik lagi ke sana. Saya periksa semua tempat sampahnya. Kosong!

Pikir saya, kemana mereka yang datang ini membuang sampahnya? Kemana bekas botol-botol minuman itu ? Kemana kantung plastik berisi sisa saus dan sambal itu?

Alamak. Ternyata, bekas-bekas saus itu disembunyikan di balik tanaman. Dislempitkan di sela-sela taman.

Tentu kebiasaan yang begini harus dihilangkan apabila suatu saat nanti kita punya alun-alun yang keren.

Yang jangan dilupakan, taman-taman botak perlu dihijaukan lagi. Saya yakin, mengganti tanaman-tanaman yang mati bukan hal sulit.

Semoga pihak yang menggarap proyek alun-alun itu tak sekadar membangun. Tapi, mau mendengar.

Sebab, percuma saja melengkapi aneka fasilitas untuk warganya, tapi ternyata tak diinginkan.

Ini sama halnya cerita seorang bupati daerah lain yang ngebet membangun gedung kesenian bagi warga kotanya.

Tapi, pemerintahnya tak pernah dekat dengan seniman. Jadilah sia-sia belaka bangunan itu.

Gedungnya megah. Tapi, tak pernah ada pertunjukan yang digelar.

Karenanya apa yang menjadi kebutuhan warga haruslah ditangkap.

Memang di alun-alun saat ini belum banyak terlihat kaum lansia dan penyandang disabilitas.

Karenanya, kontraktornya perlu sekali mengajak pihak-pihak itu urun rembuk. Seperti apa alun-alun yang ada dalam imajinasi mereka.

Setidaknya, bila suara-suara itu didengarkan, maka mereka akan punya rasa memiliki yang luar biasa.

Bahkan bila perlu, gandeng arsitek-arsitek asal Sidoarjo.

Bukankah kota ini terkenal punya banyak stok orang pintar. Yang ketika begitu lulus SMA langsung belajar di kampus-kampus ternama, semacam Unair, ITS atau ITB.

Tantang mereka untuk membuat desain alun-alun yang keren dan akomodatif kepada semua lapisan.

Saya yakin mereka tetap bangga dengan Sidoarjo. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/