25 C
Surabaya
23 May 2025, 19:24 PM WIB

Kali Surabaya Darurat: Ribuan Ikan Mati, Ancaman Nyata bagi Pasokan Air Bersih Jutaan Warga

METROTODAY, SURABAYA — Ribuan ikan ditemukan mati mengambang di aliran Kali Surabaya yang melintasi Desa Wringinanom, Gresik, sejak Senin (19/5).

Tragedi ekologis ini memantik kekhawatiran serius terhadap kelestarian Sungai Brantas dan ketahanan pasokan air bersih bagi lebih dari dua juta warga Surabaya dan sekitarnya.

Investigasi cepat dilakukan oleh tim Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), yang mendapati kadar oksigen terlarut (DO) di lokasi kejadian hanya 0,1 mg/L.

Angka ini jauh di bawah ambang batas minimal 4 mg/L yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 untuk kualitas air sungai kelas dua.

“Ikan-ikan yang mati didominasi oleh spesies lokal seperti Rengkik, Keting, Bader Putih, dan Bader Merah. Ini bukan sekadar kehilangan biodiversitas, tapi bukti kuat adanya pencemaran berat,” ujar Alaika Rahmatullah, peneliti Ecoton.

Menurutnya, angka DO yang sangat rendah menandakan kondisi air yang tidak lagi mendukung kehidupan biota.

Alaika menegaskan bahwa pencemaran tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh beban limbah organik yang tinggi, pembuangan limbah industri tanpa pengolahan memadai, serta berkurangnya vegetasi penyangga sungai.

“Ini alarm keras bagi kesehatan publik dan keberlanjutan sumber daya air,” tegasnya.

Hal senada disampaikan Manuel Sidabutar, mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perikanan Universitas Brawijaya. Ia menilai fenomena ini sebagai bukti bahwa pengawasan kualitas sungai sangat lemah.

“Menjelang kemarau, debit air menurun drastis, sementara industri tetap membuang limbah. Sungai menjadi zona abu-abu yang luput dari pantauan,” ujarnya.

Ancaman Langsung bagi Air Minum Warga

Kali Surabaya merupakan sumber utama bahan baku air minum yang dikelola oleh PDAM Surya Sembada. Kerusakan kualitas air tidak hanya berdampak pada ekosistem, tapi juga mengancam keamanan air konsumsi jutaan penduduk.

Ecoton juga mencatat keberadaan mikroplastik dan logam berat yang terdeteksi dalam air dan biota sungai tersebut.

Lebih jauh, Ecoton menyoroti lemahnya tata kelola lingkungan, mulai minimnya penegakan hukum terhadap industri pencemar, ketertutupan data kualitas air, lemahnya koordinasi antar instansi, serta nihilnya pemantauan partisipatif dari masyarakat.

Ecoton menuntut tindakan segera dan tegas dari pemerintah, termasuk investigasi menyeluruh, penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran, serta moratorium izin pembuangan limbah cair hingga sistem pengawasan diperbaiki secara menyeluruh.

“Kematian ikan di Kali Surabaya bukan fenomena musiman. Ini dampak dari kegagalan tata kelola yang sistemik,” tutup Alaika.

Ia menyerukan kolaborasi nyata antara pemerintah, industri, dan masyarakat untuk memulihkan dan menyelamatkan sungai dari krisis yang berlarut. (*)

METROTODAY, SURABAYA — Ribuan ikan ditemukan mati mengambang di aliran Kali Surabaya yang melintasi Desa Wringinanom, Gresik, sejak Senin (19/5).

Tragedi ekologis ini memantik kekhawatiran serius terhadap kelestarian Sungai Brantas dan ketahanan pasokan air bersih bagi lebih dari dua juta warga Surabaya dan sekitarnya.

Investigasi cepat dilakukan oleh tim Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), yang mendapati kadar oksigen terlarut (DO) di lokasi kejadian hanya 0,1 mg/L.

Angka ini jauh di bawah ambang batas minimal 4 mg/L yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 untuk kualitas air sungai kelas dua.

“Ikan-ikan yang mati didominasi oleh spesies lokal seperti Rengkik, Keting, Bader Putih, dan Bader Merah. Ini bukan sekadar kehilangan biodiversitas, tapi bukti kuat adanya pencemaran berat,” ujar Alaika Rahmatullah, peneliti Ecoton.

Menurutnya, angka DO yang sangat rendah menandakan kondisi air yang tidak lagi mendukung kehidupan biota.

Alaika menegaskan bahwa pencemaran tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh beban limbah organik yang tinggi, pembuangan limbah industri tanpa pengolahan memadai, serta berkurangnya vegetasi penyangga sungai.

“Ini alarm keras bagi kesehatan publik dan keberlanjutan sumber daya air,” tegasnya.

Hal senada disampaikan Manuel Sidabutar, mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perikanan Universitas Brawijaya. Ia menilai fenomena ini sebagai bukti bahwa pengawasan kualitas sungai sangat lemah.

“Menjelang kemarau, debit air menurun drastis, sementara industri tetap membuang limbah. Sungai menjadi zona abu-abu yang luput dari pantauan,” ujarnya.

Ancaman Langsung bagi Air Minum Warga

Kali Surabaya merupakan sumber utama bahan baku air minum yang dikelola oleh PDAM Surya Sembada. Kerusakan kualitas air tidak hanya berdampak pada ekosistem, tapi juga mengancam keamanan air konsumsi jutaan penduduk.

Ecoton juga mencatat keberadaan mikroplastik dan logam berat yang terdeteksi dalam air dan biota sungai tersebut.

Lebih jauh, Ecoton menyoroti lemahnya tata kelola lingkungan, mulai minimnya penegakan hukum terhadap industri pencemar, ketertutupan data kualitas air, lemahnya koordinasi antar instansi, serta nihilnya pemantauan partisipatif dari masyarakat.

Ecoton menuntut tindakan segera dan tegas dari pemerintah, termasuk investigasi menyeluruh, penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran, serta moratorium izin pembuangan limbah cair hingga sistem pengawasan diperbaiki secara menyeluruh.

“Kematian ikan di Kali Surabaya bukan fenomena musiman. Ini dampak dari kegagalan tata kelola yang sistemik,” tutup Alaika.

Ia menyerukan kolaborasi nyata antara pemerintah, industri, dan masyarakat untuk memulihkan dan menyelamatkan sungai dari krisis yang berlarut. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/