26.1 C
Surabaya
13 May 2025, 9:25 AM WIB

Cerita Muayatur Rohmah: Tukang Jahit Tuna Daksa Jemaah Haji dari Jember ke Tanah Suci

METROTODAY, SURABAYA– Muayatur Rohmah, 77, jemaah haji kloter 32, masih tidak percaya bahwa dia mendapat panggilan sebagai tamu Allah untuk melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci.

Dengan keterbatasan fisiknya, yaitu tidak memiliki kedua kaki secara sempurna, Muayatur sangat bersyukur tahun 2025 ini dapat berhaji.

“Alhamdulilah atas segala limpahan karunia dari Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk berhaji di Tanah Suci,” tutur wanita asal Kecamatan Mumbulsari, Jember ini.

Di tengah keterbatasa fisiknya, Muayatur sehari-hari bekerja sebagai seorang penjahit. Ia menceritakan dari hasil bekerja, ia sisihkan sedikit demi sedikit untuk dia tabungkan haji.

“Punya uang Rp 50 ribu sampai Rl 100 ribu. Saya tabung sedikit demi sedikit, dengan niat dapat mendaftar haji,” tuturnya. Setelah terkumpul uang, ia mendaftar haji pada tahun 2012.

Selain menjahit, dia juga memiliki sepetak sawah yang ia sewakan. Uang dari hasil sewa itu, selain untuk keperluan sehari-harinya, juga ia pakai untuk tambahan mendaftar maupun melunasi biaya haji.

“Suami saya sudah tiada, kebetulan juga saya ada keponakan yang sudah saya rawat dari kecil hingga sekarang sudah berumah tangga. Pendapatan dari menjahit tidak tentu. Alhamdulillah masih ada sebidang sawah yang meskipun ukurannya tidak terlalu luas tetapi sangat membantu saya,” terangnya.

Meskipun memiliki keterbatasan fisik, Muayatur menunjukkan kemandirian yang luar biasa.

Ia bahkan mampu masuk ke dalam bus menuju Bandara Internasional Juanda dengan menggunakan kedua lututnya sebagai tumpuan, meski sebelumnya dibantu petugas menggunakan kursi roda dari kamar ke depan pintu masuk bus.

“Saya masih punya semangat walaupun kondisi saya seperti ini. Saya tidak ingin merepotkan sepupu saya yang setia menemani saya selama perjalanan ini. Semua saya niatkan untuk ibadah kepada Allah,” tegasnya.

Plh. Sekretaris PPIH Embarkasi Surabaya, Sugiyo menjelaskan bahwa disabilitas fisik bukan penghalang untuk menunaikan ibadah haji.

“Tuna daksa tidak menghambat untuk berangkat haji karena ada pendampingan, petugas tetap membantu. Syarat utamanya adalah sehat secara fisik dan psikologis, sehingga bisa menjalankan ibadah haji sesuai syariat,” ujarnya.

Sugiyo juga mengapresiasi semangat Muayatur yang dinilai dapat memotivasi jemaah lain yang memiliki keterbatasan fisik.

“Saya pikir ini motivasi yang luar biasa, apalagi di masyarakat Jember, ibadah haji merupakan hal yang sakral,” ungkapnya.

Muayatur kini telah berangkat ke Madinah bersama kloter 32 pada Minggu (11/5) bersama dengan sepupunya. Kisahnya menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk tetap mengejar mimpi, meski dihadapkan pada berbagai tantangan. (*)

METROTODAY, SURABAYA– Muayatur Rohmah, 77, jemaah haji kloter 32, masih tidak percaya bahwa dia mendapat panggilan sebagai tamu Allah untuk melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci.

Dengan keterbatasan fisiknya, yaitu tidak memiliki kedua kaki secara sempurna, Muayatur sangat bersyukur tahun 2025 ini dapat berhaji.

“Alhamdulilah atas segala limpahan karunia dari Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk berhaji di Tanah Suci,” tutur wanita asal Kecamatan Mumbulsari, Jember ini.

Di tengah keterbatasa fisiknya, Muayatur sehari-hari bekerja sebagai seorang penjahit. Ia menceritakan dari hasil bekerja, ia sisihkan sedikit demi sedikit untuk dia tabungkan haji.

“Punya uang Rp 50 ribu sampai Rl 100 ribu. Saya tabung sedikit demi sedikit, dengan niat dapat mendaftar haji,” tuturnya. Setelah terkumpul uang, ia mendaftar haji pada tahun 2012.

Selain menjahit, dia juga memiliki sepetak sawah yang ia sewakan. Uang dari hasil sewa itu, selain untuk keperluan sehari-harinya, juga ia pakai untuk tambahan mendaftar maupun melunasi biaya haji.

“Suami saya sudah tiada, kebetulan juga saya ada keponakan yang sudah saya rawat dari kecil hingga sekarang sudah berumah tangga. Pendapatan dari menjahit tidak tentu. Alhamdulillah masih ada sebidang sawah yang meskipun ukurannya tidak terlalu luas tetapi sangat membantu saya,” terangnya.

Meskipun memiliki keterbatasan fisik, Muayatur menunjukkan kemandirian yang luar biasa.

Ia bahkan mampu masuk ke dalam bus menuju Bandara Internasional Juanda dengan menggunakan kedua lututnya sebagai tumpuan, meski sebelumnya dibantu petugas menggunakan kursi roda dari kamar ke depan pintu masuk bus.

“Saya masih punya semangat walaupun kondisi saya seperti ini. Saya tidak ingin merepotkan sepupu saya yang setia menemani saya selama perjalanan ini. Semua saya niatkan untuk ibadah kepada Allah,” tegasnya.

Plh. Sekretaris PPIH Embarkasi Surabaya, Sugiyo menjelaskan bahwa disabilitas fisik bukan penghalang untuk menunaikan ibadah haji.

“Tuna daksa tidak menghambat untuk berangkat haji karena ada pendampingan, petugas tetap membantu. Syarat utamanya adalah sehat secara fisik dan psikologis, sehingga bisa menjalankan ibadah haji sesuai syariat,” ujarnya.

Sugiyo juga mengapresiasi semangat Muayatur yang dinilai dapat memotivasi jemaah lain yang memiliki keterbatasan fisik.

“Saya pikir ini motivasi yang luar biasa, apalagi di masyarakat Jember, ibadah haji merupakan hal yang sakral,” ungkapnya.

Muayatur kini telah berangkat ke Madinah bersama kloter 32 pada Minggu (11/5) bersama dengan sepupunya. Kisahnya menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk tetap mengejar mimpi, meski dihadapkan pada berbagai tantangan. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/