28 C
Surabaya
21 June 2025, 20:54 PM WIB

Asah Skill Berargumentasi Hukum, Mahasiswa Hukum Umsida Ikuti Pelatihan Legal Opinion Bersama Advokat

METROTODAY, SIDOARJO – Mahasiswa hukum harus pintar berargumentasi hukum dan memberikan pendapat hukum. Hal tersebut menjadi kemampuan dasar manakala kelak sudah dikukuhkan sebagai sarjana hukum.

Itu pula yang menjadi tujuan kegiatan yang digagas para mahasiswa yang tergabung dalam himpunan mahasiswa (HIMA) program studi ilmu hukum Fakultas Bisnis, Hukum, dan Ilmu Sosial Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Sabtu (21/6/2025), mereka mengadakan pelatihan penyusunan legal opinion.

Bertempat di lantai 7 gedung GKB 3, sebanyak 50 mahasiswa prodi hukum belajar menyusun legal opinion selama sekitar dua jam. Advokat Anggit Satriyo Nugroho SH MKn didapuk sebagai pembimbing dalam pelatihan tersebut.

“Sebagai sarjana hukum, Anda semua harus memiliki soft skill menyusun legal opinion. Tanpa itu, Anda hanya lulus dengan gelar SH di belakangnya saja,” ungkap pria yang juga menjadi akademisi hukum di kampus tersebut.

Menurut Anggit, skill menyusun legal opinion harus terus diasah. Caranya dengan melakukan analisis terhadap kasus-kasus aktual yang merebak di masyarakat.

“Jadi, setidaknya kalau mahasiswa hukum Umsida ditanya orang mengenai persoalan yang berkembang bisa memberikan argumentasi yang berbasis hukum, bukan seperti obrolan di warung kopi. Harapannya, ngobrol dengan mahasiswa hukum Umsida itu berbobot ,” ungkapnya.

Membangun kebiasaan tersebut tentu bukan perkara mudah. Para mahasiswa harus rajin mengamati persoalan hukum yang ada di masyarakat.

Para mahasiswa, lanjut dia, dalam sebuah persoalan hukum harus cerdas mengurai mana yang menjadi fakta hukum dan mana yang menjadi fakta biasa saja. Mahasiswa juga harus mampu memilah dasar hukum yang relevan. Sehingga analisis yang dibuat bisa berbasis argumentasi yang tepat. “Analisisnya juga harus mendasarkannya pada logika hukum,” kata partner pada D&A Law Firm di Surabaya itu.

Kelak, saat berpraktik sebagai praktisi hukum, menyusun legal opinion, kata Anggit, harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dengan begitu, pendapat hukum yang diberikan bisa mudah dimengerti dan dipahami oleh klien. “Nasihat hukum yang njlimet dan tidak terstruktur cenderung diabaikan kendati analisisnya lengkap,” terangnya.

Terakhir, legal opinion yang dibuat praktisi harus objektif dalam menilai sebuah persoalan hukum. “Katakan apa adanya. Kalau salah katakan salah, kalau benar katakan saja benar. Lewat cara itu bisa dirumuskan dan direkomendasikan langkah hukum yang tepat bagi klien,” jelasnya.

Jangan sampai pendapat hukum tersebut justru menjerumuskan klien. “Hanya sekadar ingin menyenangkan orang yang meminta nasihat hukum kepada kita,” terangnya.

Pada bagian akhir pelatihan tersebut, para mahasiswa mengadakan perlombaan menyusun legal opinion secara tepat. (red)

METROTODAY, SIDOARJO – Mahasiswa hukum harus pintar berargumentasi hukum dan memberikan pendapat hukum. Hal tersebut menjadi kemampuan dasar manakala kelak sudah dikukuhkan sebagai sarjana hukum.

Itu pula yang menjadi tujuan kegiatan yang digagas para mahasiswa yang tergabung dalam himpunan mahasiswa (HIMA) program studi ilmu hukum Fakultas Bisnis, Hukum, dan Ilmu Sosial Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Sabtu (21/6/2025), mereka mengadakan pelatihan penyusunan legal opinion.

Bertempat di lantai 7 gedung GKB 3, sebanyak 50 mahasiswa prodi hukum belajar menyusun legal opinion selama sekitar dua jam. Advokat Anggit Satriyo Nugroho SH MKn didapuk sebagai pembimbing dalam pelatihan tersebut.

“Sebagai sarjana hukum, Anda semua harus memiliki soft skill menyusun legal opinion. Tanpa itu, Anda hanya lulus dengan gelar SH di belakangnya saja,” ungkap pria yang juga menjadi akademisi hukum di kampus tersebut.

Menurut Anggit, skill menyusun legal opinion harus terus diasah. Caranya dengan melakukan analisis terhadap kasus-kasus aktual yang merebak di masyarakat.

“Jadi, setidaknya kalau mahasiswa hukum Umsida ditanya orang mengenai persoalan yang berkembang bisa memberikan argumentasi yang berbasis hukum, bukan seperti obrolan di warung kopi. Harapannya, ngobrol dengan mahasiswa hukum Umsida itu berbobot ,” ungkapnya.

Membangun kebiasaan tersebut tentu bukan perkara mudah. Para mahasiswa harus rajin mengamati persoalan hukum yang ada di masyarakat.

Para mahasiswa, lanjut dia, dalam sebuah persoalan hukum harus cerdas mengurai mana yang menjadi fakta hukum dan mana yang menjadi fakta biasa saja. Mahasiswa juga harus mampu memilah dasar hukum yang relevan. Sehingga analisis yang dibuat bisa berbasis argumentasi yang tepat. “Analisisnya juga harus mendasarkannya pada logika hukum,” kata partner pada D&A Law Firm di Surabaya itu.

Kelak, saat berpraktik sebagai praktisi hukum, menyusun legal opinion, kata Anggit, harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dengan begitu, pendapat hukum yang diberikan bisa mudah dimengerti dan dipahami oleh klien. “Nasihat hukum yang njlimet dan tidak terstruktur cenderung diabaikan kendati analisisnya lengkap,” terangnya.

Terakhir, legal opinion yang dibuat praktisi harus objektif dalam menilai sebuah persoalan hukum. “Katakan apa adanya. Kalau salah katakan salah, kalau benar katakan saja benar. Lewat cara itu bisa dirumuskan dan direkomendasikan langkah hukum yang tepat bagi klien,” jelasnya.

Jangan sampai pendapat hukum tersebut justru menjerumuskan klien. “Hanya sekadar ingin menyenangkan orang yang meminta nasihat hukum kepada kita,” terangnya.

Pada bagian akhir pelatihan tersebut, para mahasiswa mengadakan perlombaan menyusun legal opinion secara tepat. (red)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/