METROTODAY, SIDOARJO – Dua aktivis dari Forum Aliansi Mahasiswa Intelektual (FAMI) mendatangi Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur di kawasan Juanda, Sidoarjo, Senin (16/6/2025). Mereka mengadukan dugaan kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan pasir dan batu di wilayah Desa Karangsono, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk.
Dua aktivis tersebut, yakni Riski Slamet Hartanto dan Dimas Tri kurniawan, diterima perwakilan tata usaha Dinas Kehutanan Suroso sekitar pukul 11.00.
Dalam aduannya, FAMI menyoroti kerusakan jalan menuju kawasan wisata Jolotundo yang diduga akibat lalu-lalang kendaraan tambang. Tidak hanya mengganggu kenyamanan pengunjung wisata, kondisi itu dicurigai berpotensi merusak kelestarian hutan di sekitarnya.
”Kami hanya dua orang yang datang untuk menyerahkan aduan secara resmi. Tapi, kami membawa suara banyak pihak yang peduli terhadap lingkungan,” ujar Riski Slamet Hartanto, perwakilan FAMI.
FAMI menegaskan bahwa aktivitas pertambangan di sekitar area wisata alam Jolotundo tidak hanya membahayakan aksesibilitas pengunjung. Lebih dari itu, aktivitas tersebut juga mengancam kawasan konservasi yang menjadi daya tarik wisata di sana.
Sebagai informasi, kawasan Jolotundo berada di lereng gunung yang memiliki fungsi hutan lindung penting.
Dalam dokumen aduannya, FAMI mengajukan tiga tuntutan utama. Pertama, penekanan pelaksanaan kewajiban lingkungan oleh pihak tambang seperti kompensasi atas kerusakan dan pemulihan lingkungan. Kedua, peninjauan kembali batas-batas koordinat dan akses jalan menuju lokasi tambang agar tidak melanggar tata ruang kawasan hutan. Tuntutan ketiga, klarifikasi hasil evaluasi atas pelaksanaan kewajiban lingkungan oleh perusahaan tambang yang beroperasi di sekitar lokasi tersebut.
”Kami tidak melakukan aksi atau demonstrasi. Ini baru tahap awal. Jika tidak ada tanggapan, kami akan ajukan permohonan audiensi,” imbuh Dimas Tri Kurniawan, anggota FAMI lainnya.
Selain ke Dinas Kehutanan Jawa Timur, FAMI menyampaikan aduan serupa ke Polda Jatim. Mereka berharap pemerintah dan aparat dapat segera melakukan verifikasi dan audit lapangan untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran hukum atau kerusakan ekologis yang lebih luas. (DITE)