METROTODAY, JAKARTA – Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk mencari solusi atas permasalahan pertanahan dan tata ruang di Kota Surabaya
Rapat yang digelar di ruang sidang Komisi II DPR RI, Jakarta, Selasa (18/11), menyoroti klaim PT Pertamina atas lahan Eigendom Verponding (EV) yang berimbas pada ribuan warga.
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menjelaskan bahwa permasalahan ini melibatkan klaim PT Pertamina terhadap Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Pertanahan Kota Surabaya I atas tanah EV 1305 seluas 134 hektar dan EV 1278 seluas 220,4 hektar yang berada di tiga kecamatan: Dukuh Pakis, Sawahan, dan Wonokromo.
“Dengan adanya surat tersebut, Kantah Surabaya I melakukan pemblokiran sejak tahun 2010 dalam hal kepengurusan administrasi pertanahan. Sehingga warga yang mempunyai sertifikat hak milik tidak bisa melakukan balik nama dan proses hukum lainnya,” ujar Rifqinizamy.
Ia menambahkan bahwa sekitar 12.500 dokumen yang diajukan ke BPN tidak bisa ditindaklanjuti karena dicatat sebagai aset milik PT Pertamina.
Empat Poin Kesimpulan Komisi II DPR RI:
1. Menindaklanjuti penyelesaian permasalahan yang disampaikan oleh Forum Aspirasi Tanah Warga (FATWA) dan PT Dharma Bhakti Adijaya.
2. Meminta Kementerian ATR/BPN RI menyelesaikan masalah melalui mekanisme non-litigasi dengan mediasi bersama PT Pertamina, Badan Pengelola BUMN, dan Kementerian Keuangan RI.
3. Meminta Kementerian ATR/BPN RI segera menindaklanjuti proses perolehan hak atas tanah setelah pelepasan aset dilakukan.
4. Memohon kepada Pimpinan DPR RI agar memfasilitasi pertemuan antar lembaga terkait.
Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, mendukung percepatan penyelesaian masalah ini dan menekankan pentingnya pembenahan regulasi pemblokiran dan pelayanan pertanahan.
“Regulasinya memang harus kita benahi. Pemblokiran itu harus jelas betul, dasar-dasarnya harus kuat sekali. Tidak bisa serta-merta memblokir hanya dengan surat kepada BPN,” kata Adies.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menyampaikan apresiasi atas perhatian DPR RI terhadap warga Surabaya yang telah menempati tanah tersebut sejak 1942 dan membayar PBB.
“Menurut data kami, yang membayar PBB adalah warga yang ada di Kota Surabaya, bukan pihak lain,” ujar Eri. Ia berharap hak warga dapat dikembalikan dan tidak diblokir.
Koordinator Umum FATWA, Muchlis Anwar, berharap BPN I Surabaya segera membuka blokir setelah RDP ini.
“Yang kami utamakan adalah dari surat persaksian, yang selama ini tidak bisa ditingkatkan menjadi SHM atau SHGB. Kalau ini blokir dibuka, harapan kami program PTSL bisa berlangsung di wilayah kami,” tegasnya.
RDP dan RDPU ini dihadiri oleh berbagai pihak terkait, termasuk Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN RI, Wakil Gubernur Jawa Timur, dan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur. (ahm)

