14 December 2025, 8:51 AM WIB

SURVEI: Program MBG Dikeluhkan Siswa, 52 Persen Tidak Suka Rasa dan Kualitas Makanan

METROTODAY, SIDOARJO – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah Indonesia untuk memastikan anak-anak mendapatkan asupan gizi yang cukup tampaknya mengalami tantangan besar.

Hasil survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Chief of Research and Policy (CISDI) menunjukkan bahwa 52 persen siswa tidak menyukai rasa dan kualitas makanan yang disediakan melalui program ini.

Survei ini diadakan dengan melibatkan 2.241 responden dari berbagai sekolah di Indonesia. Setelah melakukan penyaringan, 1.624 data responden dianggap memenuhi kriteria untuk dianalisis lebih lanjut.

Survei ini bertujuan untuk menilai sejauh mana penerimaan anak-anak terhadap makanan yang mereka terima dari program MBG, yang digagas untuk memberikan akses makanan sehat dan bergizi bagi siswa di seluruh Indonesia.

Namun, meski memiliki tujuan mulia, hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar siswa merasa kurang puas dengan kualitas makanan yang disediakan.

Sebanyak 52 persen dari responden menyatakan ketidakpuasan terhadap rasa dan kualitas makanan yang mereka terima.

Banyak siswa merasa bahwa makanan yang disediakan tidak sesuai dengan harapan, terutama dalam hal rasa dan tampilan. Banyak dari mereka yang menganggap makanan tersebut tidak menggugah selera atau terlalu monoton.

Program MBG, yang awalnya dirancang untuk memberikan asupan gizi yang seimbang, ternyata harus menghadapi kenyataan bahwa kualitas dan rasa makanan menjadi faktor penting dalam keberhasilan program tersebut.

Sejumlah siswa juga mengeluhkan porsi yang tidak sesuai dan makanan yang tidak selalu memenuhi standar kelezatan.

Salah satu siswa dari Jakarta, sebut saja Dina (15), mengatakan bahwa makanan yang diterimanya sering kali tidak cukup mengenyangkan dan rasanya kurang enak. “Kadang rasanya terlalu hambar dan makanan juga tidak bervariasi,” ujarnya.

Selain itu, meskipun makanan disiapkan dengan tujuan untuk bergizi, beberapa siswa merasa kurang tertarik untuk memakannya karena tidak menarik secara visual.

Dalam dunia pendidikan, penting untuk memahami bahwa tampilan makanan dapat mempengaruhi ketertarikan siswa untuk mengonsumsi makanan tersebut, yang berimbas pada pemenuhan gizi yang mereka butuhkan.

Para peneliti yang terlibat dalam survei ini mengungkapkan bahwa ketidakpuasan terhadap makanan MBG juga disebabkan oleh faktor lain seperti penyajian makanan yang kadang terlambat atau tidak sesuai dengan jadwal, serta adanya variasi menu yang terbatas.

Keberagaman dan fleksibilitas menu sangat penting untuk menarik minat siswa, namun hal tersebut nampaknya belum dapat terpenuhi dalam program ini.

Berdasarkan temuan survei, para ahli gizi menyarankan bahwa untuk meningkatkan keberhasilan program MBG, penting bagi pemerintah untuk bekerja sama dengan ahli gizi dan penyedia makanan yang dapat menyesuaikan cita rasa serta memenuhi standar nutrisi yang baik.

Selain itu, pemberian pelatihan kepada penyedia layanan makanan di sekolah sangat penting agar mereka bisa menyajikan makanan yang lebih menarik dan variatif, sehingga anak-anak tidak hanya mendapatkan manfaat gizi tetapi juga merasa senang saat makan.

Pemerintah dan lembaga terkait tentunya menghadapi tantangan besar untuk memastikan bahwa program MBG benar-benar efektif dalam meningkatkan gizi anak-anak di Indonesia.

Survei ini menunjukkan bahwa meskipun tujuannya mulia, tetapi implementasi yang kurang tepat dapat mengurangi manfaat yang seharusnya dapat dirasakan oleh anak-anak.

Sebagai langkah berikutnya, pemerintah diharapkan bisa lebih memperhatikan umpan balik dari para siswa dan terus berinovasi dalam meningkatkan kualitas serta rasa makanan yang disediakan.

Dengan peningkatan kualitas dan penyesuaian menu yang lebih beragam, diharapkan program MBG dapat lebih berhasil dan memberikan dampak positif bagi kesehatan serta pendidikan anak-anak Indonesia. (elfira/red)

METROTODAY, SIDOARJO – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah Indonesia untuk memastikan anak-anak mendapatkan asupan gizi yang cukup tampaknya mengalami tantangan besar.

Hasil survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Chief of Research and Policy (CISDI) menunjukkan bahwa 52 persen siswa tidak menyukai rasa dan kualitas makanan yang disediakan melalui program ini.

Survei ini diadakan dengan melibatkan 2.241 responden dari berbagai sekolah di Indonesia. Setelah melakukan penyaringan, 1.624 data responden dianggap memenuhi kriteria untuk dianalisis lebih lanjut.

Survei ini bertujuan untuk menilai sejauh mana penerimaan anak-anak terhadap makanan yang mereka terima dari program MBG, yang digagas untuk memberikan akses makanan sehat dan bergizi bagi siswa di seluruh Indonesia.

Namun, meski memiliki tujuan mulia, hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar siswa merasa kurang puas dengan kualitas makanan yang disediakan.

Sebanyak 52 persen dari responden menyatakan ketidakpuasan terhadap rasa dan kualitas makanan yang mereka terima.

Banyak siswa merasa bahwa makanan yang disediakan tidak sesuai dengan harapan, terutama dalam hal rasa dan tampilan. Banyak dari mereka yang menganggap makanan tersebut tidak menggugah selera atau terlalu monoton.

Program MBG, yang awalnya dirancang untuk memberikan asupan gizi yang seimbang, ternyata harus menghadapi kenyataan bahwa kualitas dan rasa makanan menjadi faktor penting dalam keberhasilan program tersebut.

Sejumlah siswa juga mengeluhkan porsi yang tidak sesuai dan makanan yang tidak selalu memenuhi standar kelezatan.

Salah satu siswa dari Jakarta, sebut saja Dina (15), mengatakan bahwa makanan yang diterimanya sering kali tidak cukup mengenyangkan dan rasanya kurang enak. “Kadang rasanya terlalu hambar dan makanan juga tidak bervariasi,” ujarnya.

Selain itu, meskipun makanan disiapkan dengan tujuan untuk bergizi, beberapa siswa merasa kurang tertarik untuk memakannya karena tidak menarik secara visual.

Dalam dunia pendidikan, penting untuk memahami bahwa tampilan makanan dapat mempengaruhi ketertarikan siswa untuk mengonsumsi makanan tersebut, yang berimbas pada pemenuhan gizi yang mereka butuhkan.

Para peneliti yang terlibat dalam survei ini mengungkapkan bahwa ketidakpuasan terhadap makanan MBG juga disebabkan oleh faktor lain seperti penyajian makanan yang kadang terlambat atau tidak sesuai dengan jadwal, serta adanya variasi menu yang terbatas.

Keberagaman dan fleksibilitas menu sangat penting untuk menarik minat siswa, namun hal tersebut nampaknya belum dapat terpenuhi dalam program ini.

Berdasarkan temuan survei, para ahli gizi menyarankan bahwa untuk meningkatkan keberhasilan program MBG, penting bagi pemerintah untuk bekerja sama dengan ahli gizi dan penyedia makanan yang dapat menyesuaikan cita rasa serta memenuhi standar nutrisi yang baik.

Selain itu, pemberian pelatihan kepada penyedia layanan makanan di sekolah sangat penting agar mereka bisa menyajikan makanan yang lebih menarik dan variatif, sehingga anak-anak tidak hanya mendapatkan manfaat gizi tetapi juga merasa senang saat makan.

Pemerintah dan lembaga terkait tentunya menghadapi tantangan besar untuk memastikan bahwa program MBG benar-benar efektif dalam meningkatkan gizi anak-anak di Indonesia.

Survei ini menunjukkan bahwa meskipun tujuannya mulia, tetapi implementasi yang kurang tepat dapat mengurangi manfaat yang seharusnya dapat dirasakan oleh anak-anak.

Sebagai langkah berikutnya, pemerintah diharapkan bisa lebih memperhatikan umpan balik dari para siswa dan terus berinovasi dalam meningkatkan kualitas serta rasa makanan yang disediakan.

Dengan peningkatan kualitas dan penyesuaian menu yang lebih beragam, diharapkan program MBG dapat lebih berhasil dan memberikan dampak positif bagi kesehatan serta pendidikan anak-anak Indonesia. (elfira/red)

Artikel Terkait

Pilihan Editor

Pilihan Editor

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait