4 November 2025, 9:31 AM WIB

Bawaslu Sidoarjo Undang Komisi II DPR, Ungkap Dampak Putusan MK terhadap Pemilu 2029

METRO TODAY, SIDOARJO – Bawaslu Sidoarjo mencermati perkembangan mutakhir tentang tata aturan dan rezim pemilu mendatang. Bawaslu menghadirkan narasumber yang punya otoritas dan kompeten untuk memberikan penguatan kelembagaan dan tata kelola internal Bawaslu Sidoarjo di Hotel Aston Sidoarjo pada Minggu (26 Oktober 2025).

Ketua Bawaslu Sidoarjo Agung Nugraha menyatakan, Bawaslu Sidoarjo membutuhkan masukan-masukan tentang tata Kelola internal. Baik pasca penyelenggaraan Pemilu 2024 lalu maupun bagaimana rezim Pemilu 2029 yang akan datang. Termasuk, perubahan-perubahan setelah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 135 Tahun 2024.

Putusan MK tersebut mengatur pemisahan jadwal Pemilu Nasional (Presiden, DPR, dan DPD) dengan Pemilu Daerah (Gubernur, Bupati/Wali Kota, dan DPRD) yang akan diberlakukan mulai Pemilu 2029. Ada, jeda waktu sekitar 2 hingga 2,5 tahun sebelum pemilu serentak berikutnya.

”Bagaimana regulasi masa depan tentang pemilu, kita ingin tahu itu,” ungkap Agung Nugraha.

Harapan Agung Nugraha itu mendapatkan jawaban kontan dari Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin. Zulfikar berpendapat tren pelaksanaan demokrasi Indonesia semakin baik. Dari rezim ke rezim, ada perubahan yang makin baik. Masyarakat makin kian punya daulat. Pemerintahan makin berjalan sesuai apa yang dimaui oleh rakyat.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menyampaikan pandangannya tentang putusan MK No. 135 Tahun 2024 dalam forum yang digelar Bawaslu Sidoarjo di Hotel Aston Sidoarjo pada Minggu (26 Oktober 2025). (Foto: METRO TODAY)

Posisi pemilu juga semakin mendapatkan kedudukan yang kuat setelah putusan MK No. 134 Tahun 2024 ini. Sebab, setiap pengisian jabatan, baik legislatif maupun eksekutif, harus melalui pemilu.

Pemilu menjadi satu-satunya metode untuk mendudukkan wakil di eksekutif maupun legislatif.

”Ke depan, tidak ada lagi perbedaan pemilu dan pilkada. Semua jadi satu rezim: rezim pemilu,” papar legislator Partai Golkar di Senayan tersebut.

Pemisahan pemilu pusat dan daerah sejalan dengan Indonesia sebagai negara kesatuan yang didesentralisasikan. Ada pemerintahan pusat. Ada pemerintahan daerah. Masing-masing punya urusan, organ, kewenangan, keuangan dan sebagainya.

”Ada waktu memilih pimpinan pusat, ada waktu memilih wakil dan pemimpin daerah,” tegas Zulfikar.

Dia juga menyebutkan dampak-dampak positif lain jika pemilu menjadi satu-satunya metode pemilihan wakil. Setelah pemilu pusat, kemudian pemilu di daerah. Ke depan, tidak perlu lagi sering gonta-ganti penyelenggara ad hoc.

”Penyelenggara (pemilu) ini mungkin bisa menjadi karir,” ujarnya.

Dampak putusan MK terhadap desain pemilu di Indonesia mendatang menurut Zulfikar Arse Sadikin. (Foto: METRO TODAY)

Secara manajemen, penyelenggara juga tidak kelelahan akibat adanya irisan pemilu. Misalnya, pileg dan pilkada. Biaya pemilu juga cukup didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tidak perlu lagi hibah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Masyarakat pemilih juga semakin leluasa punya referensi siapa yang akan dicoblos. Tidak bingung akan memilih siapa seperti dalam pemilihan serentak sebelumnya. Kalau menggunakan APBD, Bawaslu di daerah bisa miring-miring karena khawatir terkait pencairan hibah. Jika didanai APBN saja, independensi Bawaslu semakin kuat.

”Dari sisi penegakan hukum, tidak ada perbedaan perlakuan. Baik pemilu nasional maupun daerah,” tegas Zulfikar dalam forum bertajuk ”Penguatan Manajemen Kelembagaan dan Tata Kelola Internal Bawaslu Sidoarjo guna Meningkatkarn Partisipasi Masyarakat dalam Mengawal Demokrasi di Kabupaten Sidoarjo.” tersebut.

Forum Bawaslu Sidoarjo ini dihadiri oleh anggota Bawaslu Provinsi Jawa Timur, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jatim, KPU Sidoarjo, perwakilan Forkopimda Sidoarjo, mahasiswa, organisasi masyarakat, organisasi perempuan, non government organization (NGO), partai-partai, penyandang disabilitas, pers, dan sebagainya.

Narasumber lain yang dihadirkan adalah tenaga ahli di DPR RI M. Sirotudin (daring), anggota KPID Jatim Nuning Rodiyah, dan Abdul Qodir, dosen sosiologi yang juga mantan panwaslu di London, Inggris. Masing-masing memberikan materi penguatan peran Bawaslu dalam penataan manajemen kelembagaan maupun tata kelola internal.

Paparan narasumber sangat menarik. Berbagai perspektif muncul dan mendapatkan beragam respons hadirin. Mereka melontarkan aneka pertanyaan untuk menggali informasi seputar pemilu, komitmen penyelenggara, etika wakil rakyat.

Bahkan, ada pula yang menyampaikan pentingnya meniadakan pencalonan wakil kepala daerah dalam pemilu mendatang. Cukup pemilihan kepala daerah saja. Baik gubernur, bupati, maupun wali kota. Tanpa calon wakil. (MT)

METRO TODAY, SIDOARJO – Bawaslu Sidoarjo mencermati perkembangan mutakhir tentang tata aturan dan rezim pemilu mendatang. Bawaslu menghadirkan narasumber yang punya otoritas dan kompeten untuk memberikan penguatan kelembagaan dan tata kelola internal Bawaslu Sidoarjo di Hotel Aston Sidoarjo pada Minggu (26 Oktober 2025).

Ketua Bawaslu Sidoarjo Agung Nugraha menyatakan, Bawaslu Sidoarjo membutuhkan masukan-masukan tentang tata Kelola internal. Baik pasca penyelenggaraan Pemilu 2024 lalu maupun bagaimana rezim Pemilu 2029 yang akan datang. Termasuk, perubahan-perubahan setelah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 135 Tahun 2024.

Putusan MK tersebut mengatur pemisahan jadwal Pemilu Nasional (Presiden, DPR, dan DPD) dengan Pemilu Daerah (Gubernur, Bupati/Wali Kota, dan DPRD) yang akan diberlakukan mulai Pemilu 2029. Ada, jeda waktu sekitar 2 hingga 2,5 tahun sebelum pemilu serentak berikutnya.

”Bagaimana regulasi masa depan tentang pemilu, kita ingin tahu itu,” ungkap Agung Nugraha.

Harapan Agung Nugraha itu mendapatkan jawaban kontan dari Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin. Zulfikar berpendapat tren pelaksanaan demokrasi Indonesia semakin baik. Dari rezim ke rezim, ada perubahan yang makin baik. Masyarakat makin kian punya daulat. Pemerintahan makin berjalan sesuai apa yang dimaui oleh rakyat.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menyampaikan pandangannya tentang putusan MK No. 135 Tahun 2024 dalam forum yang digelar Bawaslu Sidoarjo di Hotel Aston Sidoarjo pada Minggu (26 Oktober 2025). (Foto: METRO TODAY)

Posisi pemilu juga semakin mendapatkan kedudukan yang kuat setelah putusan MK No. 134 Tahun 2024 ini. Sebab, setiap pengisian jabatan, baik legislatif maupun eksekutif, harus melalui pemilu.

Pemilu menjadi satu-satunya metode untuk mendudukkan wakil di eksekutif maupun legislatif.

”Ke depan, tidak ada lagi perbedaan pemilu dan pilkada. Semua jadi satu rezim: rezim pemilu,” papar legislator Partai Golkar di Senayan tersebut.

Pemisahan pemilu pusat dan daerah sejalan dengan Indonesia sebagai negara kesatuan yang didesentralisasikan. Ada pemerintahan pusat. Ada pemerintahan daerah. Masing-masing punya urusan, organ, kewenangan, keuangan dan sebagainya.

”Ada waktu memilih pimpinan pusat, ada waktu memilih wakil dan pemimpin daerah,” tegas Zulfikar.

Dia juga menyebutkan dampak-dampak positif lain jika pemilu menjadi satu-satunya metode pemilihan wakil. Setelah pemilu pusat, kemudian pemilu di daerah. Ke depan, tidak perlu lagi sering gonta-ganti penyelenggara ad hoc.

”Penyelenggara (pemilu) ini mungkin bisa menjadi karir,” ujarnya.

Dampak putusan MK terhadap desain pemilu di Indonesia mendatang menurut Zulfikar Arse Sadikin. (Foto: METRO TODAY)

Secara manajemen, penyelenggara juga tidak kelelahan akibat adanya irisan pemilu. Misalnya, pileg dan pilkada. Biaya pemilu juga cukup didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tidak perlu lagi hibah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Masyarakat pemilih juga semakin leluasa punya referensi siapa yang akan dicoblos. Tidak bingung akan memilih siapa seperti dalam pemilihan serentak sebelumnya. Kalau menggunakan APBD, Bawaslu di daerah bisa miring-miring karena khawatir terkait pencairan hibah. Jika didanai APBN saja, independensi Bawaslu semakin kuat.

”Dari sisi penegakan hukum, tidak ada perbedaan perlakuan. Baik pemilu nasional maupun daerah,” tegas Zulfikar dalam forum bertajuk ”Penguatan Manajemen Kelembagaan dan Tata Kelola Internal Bawaslu Sidoarjo guna Meningkatkarn Partisipasi Masyarakat dalam Mengawal Demokrasi di Kabupaten Sidoarjo.” tersebut.

Forum Bawaslu Sidoarjo ini dihadiri oleh anggota Bawaslu Provinsi Jawa Timur, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jatim, KPU Sidoarjo, perwakilan Forkopimda Sidoarjo, mahasiswa, organisasi masyarakat, organisasi perempuan, non government organization (NGO), partai-partai, penyandang disabilitas, pers, dan sebagainya.

Narasumber lain yang dihadirkan adalah tenaga ahli di DPR RI M. Sirotudin (daring), anggota KPID Jatim Nuning Rodiyah, dan Abdul Qodir, dosen sosiologi yang juga mantan panwaslu di London, Inggris. Masing-masing memberikan materi penguatan peran Bawaslu dalam penataan manajemen kelembagaan maupun tata kelola internal.

Paparan narasumber sangat menarik. Berbagai perspektif muncul dan mendapatkan beragam respons hadirin. Mereka melontarkan aneka pertanyaan untuk menggali informasi seputar pemilu, komitmen penyelenggara, etika wakil rakyat.

Bahkan, ada pula yang menyampaikan pentingnya meniadakan pencalonan wakil kepala daerah dalam pemilu mendatang. Cukup pemilihan kepala daerah saja. Baik gubernur, bupati, maupun wali kota. Tanpa calon wakil. (MT)

Artikel Terkait

Pilihan Editor

Pilihan Editor

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/