29 September 2025, 0:49 AM WIB

PWI Pusat Kritisi Pencabutan Kartu Liputan Istana Wartawan CNN: Ancaman Serius bagi Kebebasan Pers

METROTODAY, JAKARTA – Polemik muncul usai kartu liputan Istana milik wartawan CNN Indonesia dicabut. Insiden itu terjadi setelah sang wartawan melontarkan pertanyaan seputar program Makan Bergizi Gratis (MBG) kepada Presiden Prabowo Subianto, Sabtu (27/9).

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat langsung angkat bicara. Ketua Umum PWI, Akhmad Munir, menilai langkah pencabutan itu sangat disayangkan. Bahkan, bisa disebut sebagai ancaman serius terhadap kemerdekaan pers.

“Pasal 28F UUD 1945 menjamin hak setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Sementara Pasal 4 UU Pers menegaskan kemerdekaan pers adalah hak asasi warga negara, tanpa penyensoran atau pelarangan penyiaran,” tegas Munir dalam keterangan resmi, Minggu (28/9).

Ia juga mengingatkan, Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyebutkan pihak yang dengan sengaja menghalangi kerja pers bisa dipidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta.

Menurut Munir, alasan pertanyaan di luar agenda Presiden tidak bisa dijadikan dasar pencabutan kartu liputan.

“Itu sama saja menghalangi tugas jurnalistik dan membatasi hak publik untuk mendapatkan informasi,” katanya.

PWI Pusat mendorong Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden segera memberikan klarifikasi resmi. Lebih jauh, PWI mengusulkan dibukanya ruang dialog dengan insan pers untuk menghindari kesalahpahaman serupa di kemudian hari.

“Menjaga kemerdekaan pers berarti menjaga demokrasi. Setiap bentuk pembatasan yang bertentangan dengan konstitusi dan UU Pers harus dihentikan,” tegas Munir. (red)

METROTODAY, JAKARTA – Polemik muncul usai kartu liputan Istana milik wartawan CNN Indonesia dicabut. Insiden itu terjadi setelah sang wartawan melontarkan pertanyaan seputar program Makan Bergizi Gratis (MBG) kepada Presiden Prabowo Subianto, Sabtu (27/9).

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat langsung angkat bicara. Ketua Umum PWI, Akhmad Munir, menilai langkah pencabutan itu sangat disayangkan. Bahkan, bisa disebut sebagai ancaman serius terhadap kemerdekaan pers.

“Pasal 28F UUD 1945 menjamin hak setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Sementara Pasal 4 UU Pers menegaskan kemerdekaan pers adalah hak asasi warga negara, tanpa penyensoran atau pelarangan penyiaran,” tegas Munir dalam keterangan resmi, Minggu (28/9).

Ia juga mengingatkan, Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyebutkan pihak yang dengan sengaja menghalangi kerja pers bisa dipidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta.

Menurut Munir, alasan pertanyaan di luar agenda Presiden tidak bisa dijadikan dasar pencabutan kartu liputan.

“Itu sama saja menghalangi tugas jurnalistik dan membatasi hak publik untuk mendapatkan informasi,” katanya.

PWI Pusat mendorong Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden segera memberikan klarifikasi resmi. Lebih jauh, PWI mengusulkan dibukanya ruang dialog dengan insan pers untuk menghindari kesalahpahaman serupa di kemudian hari.

“Menjaga kemerdekaan pers berarti menjaga demokrasi. Setiap bentuk pembatasan yang bertentangan dengan konstitusi dan UU Pers harus dihentikan,” tegas Munir. (red)

Artikel Terkait

Pilihan Editor

Pilihan Editor

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/