METROTODAY, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa Bupati Pati, Jawa Tengah, Sudewo (SDW), termasuk pihak yang diduga menerima aliran dana dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.
“Ya, benar. Saudara SDW merupakan salah satu pihak yang diduga juga menerima aliran commitment fee terkait proyek pembangunan jalur kereta,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, seperti dikutip Antara di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (13/8).
Budi menegaskan, KPK membuka peluang untuk memanggil mantan anggota DPR RI tersebut sebagai saksi.
“Jika memang dibutuhkan keterangan dari yang bersangkutan, maka akan dilakukan pemanggilan,” ujarnya.
Nama Sudewo sebelumnya mencuat dalam sidang kasus suap DJKA dengan terdakwa Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah, Putu Sumarjaya, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bernard Hasibuan di Pengadilan Tipikor Semarang, 9 November 2023.
Dalam sidang tersebut, jaksa KPK memaparkan bukti penyitaan uang sekitar Rp3 miliar dari rumah Sudewo, termasuk foto tumpukan uang tunai pecahan rupiah dan mata uang asing.
Sudewo membantah tuduhan tersebut, termasuk bantahan menerima Rp720 juta dari pegawai PT Istana Putra Agung dan Rp500 juta dari Bernard Hasibuan melalui stafnya, Nur Widayat.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 11 April 2023 di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah. OTT itu menyeret sejumlah pejabat dan kontraktor.
Hingga Agustus 2025, KPK telah menetapkan 15 tersangka, termasuk ASN Kemenhub Risna Sutriyanto yang baru ditahan pada 12 Agustus 2025.
Proyek yang menjadi sasaran dugaan korupsi meliputi pembangunan jalur ganda kereta Solo Balapan–Kadipiro–Kalioso, proyek jalur kereta di Makassar, Sulawesi Selatan, sejumlah proyek di Lampegan Cianjur, Jawa Barat, serta perbaikan perlintasan sebidang di Jawa dan Sumatera.
KPK menduga, sejak proses administrasi hingga penentuan pemenang tender, terjadi rekayasa dan pengaturan pemenang proyek oleh pihak-pihak tertentu demi memperoleh keuntungan pribadi maupun kelompok.(red)