METROTODAY, SURABAYA – Kementerian Transmigrasi Republik Indonesia (Kementrans RI) membuka program Beasiswa Patriot untuk 2.000 mahasiswa unggulan,. Mereka tidak hanya akan diberi kesempatan untuk menempuh pendidikan tinggi secara gratis, tetapi juga mengabdi langsung di 154 kawasan transmigrasi di seluruh Indonesia.
Program yang dijadwalkan akan mulai bergulir pada tahun 2026 ini dirancang untuk menjadi jembatan antara keunggulan akademis dan kebutuhan nyata di lapangan.
“Tujuannya adalah mencetak intelektual yang memiliki jiwa patriot, yang siap mendedikasikan ilmunya untuk mempercepat kemajuan di daerah-daerah yang menjadi harapan baru Indonesia,” papar Menteri Transmigrasi RI, Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara di Surabaya, Senin (16/6).
Ia menyatakan bahwa program ini adalah jawaban atas tantangan terbesar bangsa yakni untuk mengoptimalkan sumber daya alam yang melimpah dengan sumber daya manusia (SDM) yang berdaya saing tinggi.
Menurutnya, potensi besar Indonesia tidak akan berarti tanpa SDM yang mampu mengelolanya dengan cerdas dan inovatif.
“Secara historis kita lebih unggul dari Singapura, namun mengapa kita masih miskin? Karena itu, SDM kita harus ditingkatkan kemampuannya,” tegas Menteri Iftitah.
Beasiswa Patriot akan terbuka bagi mahasiswa dari jenjang sarjana (S1) hingga doktoral (S3). Para penerima beasiswa yang disebut Patriot akan menjalani model pendidikan unik. Mereka terdaftar di perguruan tinggi unggulan, namun sekaligus diwajibkan untuk tinggal dan melaksanakan program pengabdian masyarakat secara terstruktur di kawasan transmigrasi yang telah ditentukan.
“Alasan dipilihnya perguruan tinggi untuk terlibat adalah karena perguruan tinggi merupakan center of excellence, pusat pengembangan SDM unggul,” katanya.
“Kami akan mengajak SDM unggul dari kampus-kampus utama dan berkolaborasi dengan kampus lokal untuk memastikan program ini berjalan sinergis,” tambahnya.
Dengan target awal 2.000 peserta pada tahun 2026, program ini menjadi salah satu skema beasiswa berbasis pengabdian terbesar di Indonesia. Para Patriot tidak hanya menjadi mahasiswa, tetapi juga agen perubahan, fasilitator, dan inovator di tengah masyarakat.
Mereka diharapkan mampu memetakan potensi lokal, merancang solusi atas permasalahan, dan memadukan teori di bangku kuliah dengan praktik pembangunan di desa.
Saat ini, Kementerian Transmigrasi RI tengah mematangkan detail teknis terkait kriteria seleksi, jurusan yang menjadi prioritas, serta mekanisme kolaborasi antar lembaga.
Langkah strategis ini menandai babak baru dalam upaya pemerataan pembangunan, di mana kaum terpelajar tidak lagi menjadi menara gading, melainkan garda terdepan yang membangun negeri dari pinggiran. (ahm)