METROTODAY, SURABAYA – Kabar duka mengiringi proses kepulangan jemaah haji Indonesia. Sukardi, jemaah haji asal Kabupaten Malang, Jawa Timur, dilaporkan hilang di Mekkah sejak 29 Mei 2025, atau hampir satu bulan yang lalu.
Hingga kini, Sukardi yang tergabung dalam Embarkasi Surabaya kloter 79 belum ditemukan. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Debarkasi Surabaya terus berupaya keras melacak keberadaannya.
Sekretaris PPIH Debarkasi Surabaya, Sugiyo, menyampaikan bahwa pencarian intensif telah dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak.
“Secara resmi kami belum menerima laporan perkembangan, namun kami terus berkomunikasi dengan ketua kloter 79 dari Kabupaten Malang,” kata Sugiyo pada Selasa (24/6).
Sukardi diketahui meninggalkan kamar hotelnya, 813, hanya dua hari setelah tiba di Mekkah, jauh sebelum puncak ibadah haji dimulai.
“Informasi yang saya terima, Sukardi meninggalkan hotel pada 29 Mei sebelum puncak haji,” jelas Sugiyo.
Petugas PPIH Arab Saudi, termasuk dari sektor Daker (Daerah Kerja) dan Linjam (Perlindungan Jemaah), masih aktif melakukan pencarian di berbagai lokasi, termasuk rumah sakit dan tempat-tempat lain.
Kondisi kesehatan Sukardi yang diduga mengidap demensia atau pikun menjadi tantangan besar bagi petugas dalam proses pencariannya.
Ia diketahui menderita demensia sejak sebelum keberangkatan. Parahnya, Sukardi berangkat tanpa pendamping. Sugiyo menambahkan bahwa keluarga Sukardi telah mengetahui kondisi ini.
“Bahkan saat tiba di Bandara Juanda, beliau ingin pulang, tapi akhirnya berangkat juga,” kata Sugiyo.
Sesampainya di Tanah Suci, demensia Sukardi diduga kambuh. Ia sering kali salah masuk kamar jemaah lain dan membuka tas mereka.
“Sejak awal keluarga sudah tahu kondisi Pak Sukardi. Sampai di sana (Tanah Suci), beliau sering salah kamar dan membuka tas jemaah lain,” ungkap Sugiyo.
Ia menyampaikan, ketua kloter 79 telah berupaya mencegah Sukardi untuk keluar sendirian. Namun karena kelengahan saat proses ibadah, ia akhirnya hilang.
Sukardi berangkat pada gelombang kedua yang langsung berihram ke Mekkah tanpa pendamping. Karena hilang maka ibadahnya telah dibadalkan.
“Jemaah tersebut berangkat sendiri, tidak ada pendamping. Ketika dicari, tidak ditemukan hingga puncak haji akhirnya dibadalkan,” jelas Sugiyo.
Kejadian ini mendorong PPIH untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan mengimbau jemaah agar benar-benar menjaga kesehatan sebelum berangkat haji.
Sugiyo juga menegaskan bahwa keberangkatan haji sebaiknya tidak dipaksakan jika kondisi kesehatan tidak memungkinkan.
“Ke depan, kami akan mengevaluasi agar jemaah dengan kondisi kesehatan seperti ini tidak dipaksakan berhaji. Bisa dibadalkan keluarga. Jika tidak mampu secara kesehatan, sebetulnya tidak berkewajiban,” tegasnya.
Sugiyo juga mengimbau keluarga Sukardi untuk terus berdoa dan bersabar menghadapi situasi ini.
Sayangnya, kasus Sukardi bukan satu-satunya. Dua jemaah lain dari Indonesia dengan kondisi serupa juga dilaporkan hilang dan belum ditemukan hingga saat ini.
Dua jemaah itu atas nama Nurimah, 80 tahun, dari embarkasi Palembang kloter 19 yang hilang sejak 28 Mei. Kemudian atas nama Hasbulah, 73 tahun, embarkasi Banjarmasin kloter 7 yang hilang sejak 17 Juni. Keduanya juga diketahui menderita demensia.
PPIH Arab Saudi saat ini terus mengupayakan segala cara untuk menemukan ketiga jemaah yang hilang ini dalam prosesi ibadah haji ini. (ahm)