27 August 2025, 9:04 AM WIB

Hangatnya Sambutan IIUM Bikin Rombongan Forum Dekan FH PTM Serasa Pulang ke Rumah

Laporan Sekretaris APSIH PTM, Dr. Noor Fatimah Mediawati dari Kuala Lumpur Malaysia

METROTODAY, KUALA LUMPUR – Kuala Lumpur siang itu terasa hangat namun tidak terlalu menyengat, ketika rombongan Forum Dekan Fakultas Hukum/Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (Fordek FH/STIH) dan Asosiasi Program Studi Ilmu Hukum (APSIH) Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) tiba di International Islamic University Malaysia (IIUM), Selasa, 26 Agustus 2025.

Tujuan utama mereka adalah berkunjung ke Ahmad Ibrahim Kulliyyah of Laws (AIKOL), fakultas hukum ternama di IIUM.

Sama seperti kunjungan sehari sebelumnya ke USIM, Fordek dan APSIH PTM juga hendak melakukan benchmarking sekaligus menjajaki kerja sama akademik.

Begitu memasuki kawasan kampus, rombongan langsung dibuat kagum. Area IIUM begitu luas dengan bangunan kokoh nan megah yang dikelilingi hamparan rumput hijau.

Namun, luasnya kampus sempat membuat peserta rombongan kebingungan mencari ruang pertemuan.

Bolak-balik menaiki tangga karena lift sedang diperbaiki, bahkan sempat menembus jalur samping toilet, akhirnya mereka tiba juga di aula. Hampir 30 menit perjalanan kaki yang tentu cukup menguras tenaga. Apalagi bagi para dekan FH yang usianya tidak lagi muda.

AIKOL yang mengusung tagline “shaping law, policy and justice” dipimpin oleh Prof. Dr. Ida Madieha Bt Abdul Ghani Azmi.

Wajahnya yang teduh dengan nuansa keibuan langsung memancarkan keramahan. Kehangatan sambutannya, ditambah gerimis yang mulai turun di luar ruangan, seolah menghapus lelah rombongan.

Dalam sambutannya, Prof. Ida sempat berbagi cerita ringan. Ia baru saja tiba dari Singapura untuk menghadiri simposium internasional, di mana lagu Malaysia diputar berulang kali.

Menurutnya, berbeda dengan sebagian masyarakat Indonesia yang bisa “marah” jika lagunya diputar di forum negara lain tanpa izin, Malaysia tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. “Malaysia tak marah-lah,” ujarnya sambil tersenyum, disambut tawa hadirin.

Gayung pun bersambut. Ketua Fordek FH/STIH PTM, Assoc. Prof. Dr. Faisal, SH, MHum (Dekan FH Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara) membalas sambutan itu dengan sebuah pantun.

Dalam perkenalannya, ia menyampaikan harapan besar agar kerja sama antara PTM dan AIKOL dapat terjalin erat. Terlebih, sebelumnya salah satu dosen AIKOL sudah lebih dulu berkunjung ke kampus Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Sejak siang hingga sore, diskusi benchmarking berlangsung hangat. Dari pihak APSIH PTM, pengantar disampaikan oleh Ketua, Chrisna Bagus Edhita Praja, SH, MH.

Salah satu bahasan utama adalah penerapan kurikulum berbasis Outcome Based Education (OBE). AIKOL juga mulai menerapkannya, meski masih relatif baru. Sementara Indonesia sudah lima tahun terakhir menjalankan OBE meski kerap berubah seiring pergantian kabinet.

Di AIKOL, kurikulum disusun agar mahasiswa tidak terbebani di semester awal, tetapi sejak awal mereka sudah diajari cara membaca kasus.

Perbedaan menarik juga muncul terkait sistem SKS. Jika di Indonesia 3 SKS setara dengan 150 menit tatap muka, di AIKOL 3 SKS berarti 5 jam perkuliahan, dibagi ke dalam 2–3 pertemuan. Dengan jumlah mahasiswa sekitar 50 orang, kelas dipecah secara proporsional agar pembelajaran tetap efektif.

Pertanyaan demi pertanyaan pun muncul. Dr. Aby Maulana (Universitas Muhammadiyah Jakarta), selaku Wakil Ketua APSIH PTM, menanyakan detail sebaran 168 SKS kurikulum AIKOL dalam delapan semester.

Sementara itu, Ketua Prodi Hukum Universitas Muhammadiyah Sorong menyinggung ketiadaan mata kuliah hukum adat di AIKOL. Meski tidak ada subjek khusus, AIKOL memasukkan aspek adat ke dalam mata kuliah lain, misalnya hukum tanah.

Diskusi berlanjut dengan Dr. Noor Fatimah M, SH, MH (Universitas Muhammadiyah Sidoarjo) yang menanyakan metode Project Based Learning (PBL). AIKOL rupanya juga menerapkannya melalui clinical student education, di mana mahasiswa memecahkan kasus nyata sebagai bentuk legal advice.

Dari Universitas Muhammadiyah Buton, usulan pertukaran dosen dan mahasiswa juga muncul dan disambut positif oleh pihak AIKOL. Semua pertanyaan dijawab dengan tuntas dan penuh kesabaran oleh pihak AIKOL. Tak ada lelah bagi tuan rumah.

Menjelang akhir acara, rombongan dijamu dengan kudapan khas Selangor berupa rujak yang mirip batagor, namun dengan kecambah berukuran lebih besar.

Obrolan santai pun terjalin. Salah satu dosen AIKOL, Prof. To’ Puan Dr. Nor Asiah Mohamad, bahkan berbagi kisah personal tentang kedekatannya dengan seorang warga Indonesia yang telah terjalin selama 18 tahun, sebelum akhirnya harus berpisah karena rekannya itu kembali ke tanah air.

Keramahan demi keramahan yang ditunjukkan AIKOL membuat rombongan merasa seolah sedang berada di rumah sendiri. Lebih dari sekadar kunjungan akademik, pertemuan itu mempererat persahabatan lintas negara, sekaligus membuka jalan bagi kolaborasi yang lebih erat di masa mendatang. (Noor Fatimah/Red)

Laporan Sekretaris APSIH PTM, Dr. Noor Fatimah Mediawati dari Kuala Lumpur Malaysia

METROTODAY, KUALA LUMPUR – Kuala Lumpur siang itu terasa hangat namun tidak terlalu menyengat, ketika rombongan Forum Dekan Fakultas Hukum/Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (Fordek FH/STIH) dan Asosiasi Program Studi Ilmu Hukum (APSIH) Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) tiba di International Islamic University Malaysia (IIUM), Selasa, 26 Agustus 2025.

Tujuan utama mereka adalah berkunjung ke Ahmad Ibrahim Kulliyyah of Laws (AIKOL), fakultas hukum ternama di IIUM.

Sama seperti kunjungan sehari sebelumnya ke USIM, Fordek dan APSIH PTM juga hendak melakukan benchmarking sekaligus menjajaki kerja sama akademik.

Begitu memasuki kawasan kampus, rombongan langsung dibuat kagum. Area IIUM begitu luas dengan bangunan kokoh nan megah yang dikelilingi hamparan rumput hijau.

Namun, luasnya kampus sempat membuat peserta rombongan kebingungan mencari ruang pertemuan.

Bolak-balik menaiki tangga karena lift sedang diperbaiki, bahkan sempat menembus jalur samping toilet, akhirnya mereka tiba juga di aula. Hampir 30 menit perjalanan kaki yang tentu cukup menguras tenaga. Apalagi bagi para dekan FH yang usianya tidak lagi muda.

AIKOL yang mengusung tagline “shaping law, policy and justice” dipimpin oleh Prof. Dr. Ida Madieha Bt Abdul Ghani Azmi.

Wajahnya yang teduh dengan nuansa keibuan langsung memancarkan keramahan. Kehangatan sambutannya, ditambah gerimis yang mulai turun di luar ruangan, seolah menghapus lelah rombongan.

Dalam sambutannya, Prof. Ida sempat berbagi cerita ringan. Ia baru saja tiba dari Singapura untuk menghadiri simposium internasional, di mana lagu Malaysia diputar berulang kali.

Menurutnya, berbeda dengan sebagian masyarakat Indonesia yang bisa “marah” jika lagunya diputar di forum negara lain tanpa izin, Malaysia tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. “Malaysia tak marah-lah,” ujarnya sambil tersenyum, disambut tawa hadirin.

Gayung pun bersambut. Ketua Fordek FH/STIH PTM, Assoc. Prof. Dr. Faisal, SH, MHum (Dekan FH Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara) membalas sambutan itu dengan sebuah pantun.

Dalam perkenalannya, ia menyampaikan harapan besar agar kerja sama antara PTM dan AIKOL dapat terjalin erat. Terlebih, sebelumnya salah satu dosen AIKOL sudah lebih dulu berkunjung ke kampus Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Sejak siang hingga sore, diskusi benchmarking berlangsung hangat. Dari pihak APSIH PTM, pengantar disampaikan oleh Ketua, Chrisna Bagus Edhita Praja, SH, MH.

Salah satu bahasan utama adalah penerapan kurikulum berbasis Outcome Based Education (OBE). AIKOL juga mulai menerapkannya, meski masih relatif baru. Sementara Indonesia sudah lima tahun terakhir menjalankan OBE meski kerap berubah seiring pergantian kabinet.

Di AIKOL, kurikulum disusun agar mahasiswa tidak terbebani di semester awal, tetapi sejak awal mereka sudah diajari cara membaca kasus.

Perbedaan menarik juga muncul terkait sistem SKS. Jika di Indonesia 3 SKS setara dengan 150 menit tatap muka, di AIKOL 3 SKS berarti 5 jam perkuliahan, dibagi ke dalam 2–3 pertemuan. Dengan jumlah mahasiswa sekitar 50 orang, kelas dipecah secara proporsional agar pembelajaran tetap efektif.

Pertanyaan demi pertanyaan pun muncul. Dr. Aby Maulana (Universitas Muhammadiyah Jakarta), selaku Wakil Ketua APSIH PTM, menanyakan detail sebaran 168 SKS kurikulum AIKOL dalam delapan semester.

Sementara itu, Ketua Prodi Hukum Universitas Muhammadiyah Sorong menyinggung ketiadaan mata kuliah hukum adat di AIKOL. Meski tidak ada subjek khusus, AIKOL memasukkan aspek adat ke dalam mata kuliah lain, misalnya hukum tanah.

Diskusi berlanjut dengan Dr. Noor Fatimah M, SH, MH (Universitas Muhammadiyah Sidoarjo) yang menanyakan metode Project Based Learning (PBL). AIKOL rupanya juga menerapkannya melalui clinical student education, di mana mahasiswa memecahkan kasus nyata sebagai bentuk legal advice.

Dari Universitas Muhammadiyah Buton, usulan pertukaran dosen dan mahasiswa juga muncul dan disambut positif oleh pihak AIKOL. Semua pertanyaan dijawab dengan tuntas dan penuh kesabaran oleh pihak AIKOL. Tak ada lelah bagi tuan rumah.

Menjelang akhir acara, rombongan dijamu dengan kudapan khas Selangor berupa rujak yang mirip batagor, namun dengan kecambah berukuran lebih besar.

Obrolan santai pun terjalin. Salah satu dosen AIKOL, Prof. To’ Puan Dr. Nor Asiah Mohamad, bahkan berbagi kisah personal tentang kedekatannya dengan seorang warga Indonesia yang telah terjalin selama 18 tahun, sebelum akhirnya harus berpisah karena rekannya itu kembali ke tanah air.

Keramahan demi keramahan yang ditunjukkan AIKOL membuat rombongan merasa seolah sedang berada di rumah sendiri. Lebih dari sekadar kunjungan akademik, pertemuan itu mempererat persahabatan lintas negara, sekaligus membuka jalan bagi kolaborasi yang lebih erat di masa mendatang. (Noor Fatimah/Red)

Artikel Terkait

Pilihan Editor

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/