METROTODAY, JAKARTA – Penasihat Khusus Presiden urusan Pertahanan Nasional, Jenderal (Purn) Dudung Abdurachman, menyampaikan bahwa status darurat militer belum tepat diterapkan pada aksi demonstrasi yang terjadi baru baru ini di Jakarta dan sejumlah daerah di Indonesia yang menyebabkan kerusakan dan penjarahan.
Menurut Dudung, langkah tersebut tidak bisa diberlakukan begitu saja karena memerlukan prosedur dan tahapan yang panjang sesuai undang undang.
“Menurut saya masih jauh, ya, kalau misalnya darurat militer langsung diterapkan. Dan tidak serta-merta langsung,” kata Dudung kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (4/9).
Ia menjelaskan, penerapan darurat militer harus melewati tahapan yang bertingkat mulai dari tertib sipil, darurat sipil, hingga akhirnya darurat militer.
Dudung mencontohkan proses serupa yang pernah terjadi di Aceh. Ia juga menambahkan bahwa sejauh ini, pengerahan prajurit TNI lebih bertujuan untuk memberikan bantuan kepada kepolisian dalam menjaga keamanan.
Dudung menganggap bahwa mayoritas mahasiswa dan buruh yang berpartisipasi dalam unjuk rasa memiliki niat tulus untuk menyampaikan aspirasi.
Namun, ia menyayangkan adanya pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan situasi untuk menciptakan kericuhan.
“Tentunya mahasiswa-mahasiswa yang kemarin demo, termasuk para buruh, saya punya keyakinan bahwa mereka itu pasti hanya menyampaikan aspirasinya. Namun, kan ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan situasi yang rusuh-rusuh inilah yang menurut saya tidak bertanggung jawab,” tutur mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tersebut.
Senada dengan Dudung, Wakil Panglima TNI, Jenderal Tandyo Budi Revita, juga menegaskan bahwa tidak ada rencana untuk menerapkan darurat militer meskipun terjadi kerusuhan dan penjarahan di beberapa wilayah. Tandyo menekankan bahwa TNI dan Polri solid dalam menghadapi situasi ini.
“Polri baru setelah itu ada kondisi seperti ini ya barulah kita jadi satu dengan Polri, tidak ada keinginan kita untuk mengambil alih,” tegasnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Senin (1/9) lalu.
Menurut Tandyo, Polri akan selalu berada di garis depan dalam penanganan situasi, sementara TNI hanya akan memberikan dukungan.
Ini menunjukkan bahwa meskipun situasi memanas, TNI masih menganggapnya sebagai masalah ketertiban masyarakat yang dapat ditangani bersama Polri tanpa perlu mengambil alih komando penuh.
Sementara itu, Kepala BIN Muhammad Herindra menyatakan bahwa situasi sosial masyarakat sudah berangsur membaik dan tidak mengarah pada keadaan darurat militer.(red)