METROTODAY, JAKARTA – Kemarahan publik atas tunjangan dan fasilitas mewah anggota DPR RI, yang memicu gelombang demonstrasi di berbagai wilayah, berbuah respons dari parlemen. Sejumlah fraksi di DPR sepakat untuk mengevaluasi kembali tunjangan bagi para wakil rakyat.
Langkah ini diambil sebagai respons langsung terhadap tuntutan masyarakat yang merasa tunjangan tersebut tidak etis dan membebani keuangan negara.
Polemik ini bermula dari bocornya surat edaran Sekjen DPR RI No KU.00/9414/DPR/RI/XII/2010. Surat tersebut mengungkap berbagai komponen tunjangan yang diterima anggota DPR, mulai dari tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, hingga berbagai fasilitas seperti uang sidang, asisten anggota, listrik, telepon, dan tunjangan beras.
Namun, yang paling menuai sorotan tajam adalah tunjangan perumahan senilai Rp50 juta per bulan untuk setiap anggota. Angka fantastis ini sontak memicu protes keras di media sosial dan aksi demonstrasi di berbagai kota, menuntut transparansi dan evaluasi terhadap anggaran wakil rakyat.
Merespons tekanan publik yang masif, mayoritas fraksi di DPR kini menyatakan setuju untuk mengevaluasi tunjangan tersebut. Hingga kini, setidaknya ada delapan fraksi yang telah menyampaikan komitmennya, yaitu PDIP, Gerindra, NasDem, Golkar, PKB, PAN, PKS, dan Demokrat.
Beberapa perwakilan fraksi menyampaikan pernyataan resmi mereka. PDI Perjuangan melalui Ketua Banggar, Said Abdullah, secara tegas meminta agar tunjangan perumahan dan fasilitas lainnya yang dinilai tidak pantas dihentikan.
“Fraksi PDI Perjuangan DPR RI meminta untuk dihentikan tunjangan perumahan terhadap anggota DPR serta fasilitas lainnya yang di luar batas kepatutan, dan semua itu akan menjadi pelajaran buat kami ke depannya,” kata Said dalam keterangannya, Sabtu (30/8).
Partai Gerindra yang diwakili oleh Ketua Fraksi Budisatrio Djiwandono, menyatakan siap meninjau ulang dan menghentikan tunjangan yang dinilai mencederai kepercayaan rakyat.
“Fraksi Gerindra telah mendengar keluhan serta tuntutan masyarakat terutama terkait tunjangan-tunjangan anggota dewan yang mencederai perasaan dan kepercayaan rakyat. Untuk itu kami siap untuk meninjau ulang, serta menghentikan tunjangan-tunjangan tersebut,” tegas Budisatrio, Sabtu (30/8).
Partai NasDem dan Partai Golkar juga menyatakan kesiapan mereka untuk mengevaluasi secara total tunjangan yang diterima, dengan harapan para anggota dewan ke depannya dapat menjaga sikap.
“Kita sudah menyatakan lebih dulu kemarin bahwa kami siap dievaluasi dan direvisi fasilitas kami jika dipandang berlebihan,” kata Sarmuji, Sabtu (30/8).
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga sepakat untuk mengevaluasi dan bahkan meniadakan tunjangan rumah dinas, sejalan dengan prinsip pengelolaan anggaran yang hemat dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
Ketua Fraksi Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), bahkan menyampaikan permohonan maaf atas nama fraksinya dan memastikan kesiapan untuk dikritisi dan dievaluasi.
Masalah ini juga mendapat perhatian serius dari Presiden Prabowo Subianto. Dalam pertemuan bersama para ketua umum partai politik di parlemen, Presiden Prabowo sepakat untuk mencabut besaran tunjangan anggota DPR RI dan menerapkan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri.
“Beberapa kebijakan DPR RI sudah disepakati untuk dicabut, termasuk besaran tunjangan anggota DPR RI dan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri,” tegas Presiden Prabowo di Istana Merdeka.
Lebih lanjut, Presiden juga meminta pimpinan DPR untuk segera membuka ruang dialog langsung dengan masyarakat, termasuk dengan tokoh mahasiswa, tokoh masyarakat, dan kelompok-kelompok yang ingin menyampaikan aspirasi. (red)