25 C
Surabaya
24 May 2025, 0:23 AM WIB

Waspada NPD: Gangguan Kepribadian Narsistik yang Marak di Era Medsos

METROTODAY, SURABAYA – Tren self-love yang tengah digaungkan di tengah masyarakat ternyata tak selalu positif. Pasalnya, hal ini termasuk dalam gangguan kepribadian narsistik atau narcissistic personality disorder (NPD).

Dr. Adinda Istantina, Sp.KJ, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Surabaya memberikan pemahaman mendalam mengenai gangguan yang semakin sering dijumpai ini.

Menurut dr. Dinda –sapaannya, NPD ditandai tiga hal utama. Yakni perasaan superioritas yang berlebihan, kebutuhan akan validasi dan pujian yang tak terpuaskan, serta kecenderungan meremehkan orang lain.

“Yang perlu digarisbawahi, penderita NPD umumnya tidak menyadari kondisinya ini,” ujarnya, Jumat (23/5),

Ia menyebut mereka yang memiliki kepribadian narsistik cenderung merasa selalu benar dan sebaliknya menganggap pandangan orang lain salah.

Mengacu pada Diagnostic and Statistical Manual (DSM) of Mental Disorders, dr. Dinda menjelaskan lima dari sembilan kriteria NPD.

Antara lain rasa percaya diri yang berlebihan, haus akan validasi yang ekstrem, rasa berhak atas perlakuan istimewa, fantasi akan prestasi luar biasa, dan eksploitasi interpersonal.

“Gejala lain meliputi kurangnya empati, kecenderungan iri, kesombongan, dan sensitivitas yang tinggi terhadap kritik,” imbuhnya.

Dr. Dinda juga menyoroti peran media sosial dalam memicu NPD, khususnya pada anak muda, terutama di media sosial yang memberikan validasi instan.

“Postingan bisa dimanipulasi untuk mendapatkan pengakuan. Kegagalan mendapatkan validasi ini bisa berujung pada kekecewaan, sakit hati, dan perilaku manipulatif,” terangnya.

Faktor penyebab NPD, menurut dr. Dinda, kompleks dan melibatkan faktor neurobiologi otak, penurunan volume anatomi otak yang mengatur empati, serta faktor genetik.

Ia juga menekankan pentingnya kesadaran akan keterbatasan diri. Kembangkan kelebihan, tapi tetap rendah hati.

“Manusia pasti punya kekurangan, dan kekurangan itu bisa jadi penghambat jika kita tak mawas diri.”

“Dengan begitu kesehatan mental dan mempraktikkan self-love bisa seimbang, bukan self-obsessed,” pungkasnya. (*)

METROTODAY, SURABAYA – Tren self-love yang tengah digaungkan di tengah masyarakat ternyata tak selalu positif. Pasalnya, hal ini termasuk dalam gangguan kepribadian narsistik atau narcissistic personality disorder (NPD).

Dr. Adinda Istantina, Sp.KJ, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Surabaya memberikan pemahaman mendalam mengenai gangguan yang semakin sering dijumpai ini.

Menurut dr. Dinda –sapaannya, NPD ditandai tiga hal utama. Yakni perasaan superioritas yang berlebihan, kebutuhan akan validasi dan pujian yang tak terpuaskan, serta kecenderungan meremehkan orang lain.

“Yang perlu digarisbawahi, penderita NPD umumnya tidak menyadari kondisinya ini,” ujarnya, Jumat (23/5),

Ia menyebut mereka yang memiliki kepribadian narsistik cenderung merasa selalu benar dan sebaliknya menganggap pandangan orang lain salah.

Mengacu pada Diagnostic and Statistical Manual (DSM) of Mental Disorders, dr. Dinda menjelaskan lima dari sembilan kriteria NPD.

Antara lain rasa percaya diri yang berlebihan, haus akan validasi yang ekstrem, rasa berhak atas perlakuan istimewa, fantasi akan prestasi luar biasa, dan eksploitasi interpersonal.

“Gejala lain meliputi kurangnya empati, kecenderungan iri, kesombongan, dan sensitivitas yang tinggi terhadap kritik,” imbuhnya.

Dr. Dinda juga menyoroti peran media sosial dalam memicu NPD, khususnya pada anak muda, terutama di media sosial yang memberikan validasi instan.

“Postingan bisa dimanipulasi untuk mendapatkan pengakuan. Kegagalan mendapatkan validasi ini bisa berujung pada kekecewaan, sakit hati, dan perilaku manipulatif,” terangnya.

Faktor penyebab NPD, menurut dr. Dinda, kompleks dan melibatkan faktor neurobiologi otak, penurunan volume anatomi otak yang mengatur empati, serta faktor genetik.

Ia juga menekankan pentingnya kesadaran akan keterbatasan diri. Kembangkan kelebihan, tapi tetap rendah hati.

“Manusia pasti punya kekurangan, dan kekurangan itu bisa jadi penghambat jika kita tak mawas diri.”

“Dengan begitu kesehatan mental dan mempraktikkan self-love bisa seimbang, bukan self-obsessed,” pungkasnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/