METROTODAY, JENEWA – Memori dan tubuh anak-anak di Gaza terancam mengalami kehancuran menyusul dua bulan blokade bantuan kemanusiaan dan serangan lanjutan dari tentara penjajah Israel.
Selama dua bulan ini penjajah Israel telah memblokir akses masuk pasokan medis, bahan bakar serta makanan yang sangat dibutuhkan di Gaza.
“Kami (telah) menghancurkan memori dan pikiran anak-anak Gaza. Kami membuat anak anak Gaza kelaparan. Kami terlibat dalam situasi tersebut,” kata Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Michael Ryan, kepada awak media di Kantor Pusat WHO di Jenewa, Swiss, Jumat (2/5).
“Tingkat kekurangan gizi saat ini merusak imunitas. Sebagai seorang dokter, saya marah. Ini aksi keji,” tukasnya.
Ryan pun memperingatkan bahwa kasus pneumonia dan meningitis pada wanita dan anak-anak di Gaza bisa meningkat. Hal ini seiring masa pemblokiran yang tak jelas kapan akan diakhiri.
Lebih dari 90 persen penduduk Gaza saat ini menderita kekurangan pangan akut dengan 65 persen tanpa akses air minum bersih.
Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Gaza, Munir al-Barash, menilai bahwa situasi saat ini telah memungkinkan PBB untuk mengakui Jalur Gaza sebagai zona kelaparan.
“Sekitar 91 persen penduduk Gaza menghadapi kekurangan pangan kritis, sementara 65 persen lainnya tidak memiliki akses ke air minum bersih. Sekitar 92 persen anak dan ibu menyusui juga menderita kekurangan pangan akut yang secara langsung mengancam kehidupan mereka,” katanya kepada Kantor Berita Anadolu, Kamis (1/5).
Ia mendesak PBB “agar secara resmi mengakui Jalur Gaza sebagai zona kelaparan”.
Kementerian Kesehatan Gaza mendesak organisasi kemanusiaan dan medis serta pegiat di seluruh dunia untuk mengelar kampanye selama sepekan guna mendukung anak-anak Palestina di zona perang.
Kemenkes juga meminta lembaga medis agar mengirim tim darurat, obat-obatan, pertolongan pertama dan juga perlengkapan kesehatan lainnya ke Gaza dan menekan pemerintah serta organisasi internasional supaya menghentikan blokade di wilayah kantong tersebut.
Menurutnya, lebih dari 2.300 orang tewas dan 6.000 lebih lainnya terluka di Gaza sejak 18 Maret.
Pada saat itu Israel kembali menggempur Jalur Gaza, dengan alasan kelompok perjuangan Palestina, Hamas, menolak skema AS untuk memperpanjang gencatan senjata yang berakhir pada 1 Maret.
Tak hanya itu, Zionis Israel juga memutus pasokan listrik ke pabrik desalinasi di Jalur Gaza dan menutup akses masuk bagi truk yang membawa bantuan kemanusiaan. (*)