METROTODAY, SURABAYA – Komisi A DPRD Kota Surabaya menggelar rapat dengar pendapat (RPD) untuk menindaklanjuti aduan pedagang buah Tanjungsari terkait keluhan jam operasional.
Dalam rapat yang dihadiri oleh Dinkopumdag, Dinas Perhubungan, dan Satpol PP Kota Surabaya. Sayangnya, Camat, Lurah, LPMK Asemrowo, namun perwakilan pedagang buah Tanjungsari tidak hadir.
Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, menyampaikan keluhan pedagang buah Tanjungsari ini sudah berulang kali dimediasi dan difasilitasi.
Namun, masalah utama yang dihadapi adalah perizinan yang belum lengkap. “Pemerintah kota mendorong dan memfasilitasi untuk segera dilengkapi,” terang Yona, Rabu (3/12).

Yona juga menyoroti bahwa satu dari lima pengelola pasar buah Tanjungsari tidak pernah hadir dalam pertemuan mediasi dengan pemerintah kota.
“Namun secara defacto, lima pengelola pasar menyatakan menolak terkait jam operasional,” jelasnya.
Hal menarik lainnya, menurut pria yang akrab disapa Cak YeBe, adalah meskipun perizinan sudah dilengkapi, Pemerintah Kota tidak serta merta menyetujui atau memberikan izin jam operasional.
“Sesuai dengan jam operasional pasar rakyat yang diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2023 pasal 16 ayat 4,” jelasnya.
IBL Siap Gelar Babak Playoff dengan Wasit Asing, Klub Diminta Perbaiki Fasilitas Penonton
Namun, ia menambahkan bahwa kebijakan baru dapat muncul melalui diskusi antara Pemerintah Kota, pedagang, dan DPRD.
“Untuk mengeluarkan kebijakan yang tidak harus berpikiran 24 jam, mungkin jam operasionalnya bisa ditambah sesuai tipe pasar,” katanya.
Namun, Cak YeBe menekankan bahwa ada persyaratan yang harus dipenuhi dan disepakati oleh pedagang.
“Karena kita juga akan perhatikan kaitannya dengan Amdalalin seperti yang disampaikan oleh Pak Berta, perwakilan Dishub,” ujarnya.
Ia mencontohkan pentingnya tata kelola arus lalu lintas jika jam operasional ditambah.
“Kalau kemudian 24 jam, mohon izin saya juga kurang sepakat karena yang membuat perda adalah kita,” tegas Cak YeBe.
Perwakilan Dinas Koperasi, UKM, dan Perdagangan (Dinkopumdag) Kota Surabaya, Farida, menjelaskan bahwa permasalahan ini melibatkan banyak aparat daerah dan proses mediasi telah berlangsung sejak Juni atau Juli 2025.
“Kita sudah mencoba memanggil mereka untuk diskusi, mediasi, dan sebagainya bahkan sampai ke level pimpinan yang ada di Balai Kota,” kata Farida.
Farida juga menyoroti pentingnya perizinan yang lengkap. “Setelah dilakukan pengecekan bersama DPRKPP dan DPMPTSP, ternyata perizinan belum lengkap. Sehingga secara ketentuan, mereka seharusnya tidak boleh melakukan aktivitas,” tegasnya.
Perwakilan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya, Berta, menambahkan bahwa pasar ini dapat menimbulkan tarikan lintas yang cukup tinggi.
“Kita juga harus memperhatikan hak para pengguna jalan yang lain,” ujarnya. Oleh karena itu, perlu penataan agar kegiatan pasar tidak mengganggu pengguna jalan. (ahm)

