METROTODAY, SIDOARJO – Presiden Prabowo Subianto menyoroti pentingnya pelajaran menulis di sekolah. Dalam pernyataannya melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (20/10/2025), Prabowo menyampaikan keprihatinannya terhadap kebiasaan sebagian siswa yang menulis dengan huruf kecil dan sulit dibaca.
“Saya perhatikan banyak anak-anak sekarang menulis hurufnya kecil sekali, bahkan ada yang nyaris tidak terbaca. Kalau begini terus, bisa-bisa merusak mata mereka,” ujar Presiden Prabowo dalam keterangannya.
Prabowo pun mengusulkan agar pelajaran menulis kembali dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah agar siswa terbiasa menulis dengan baik, jelas, dan benar.
Menurut Prabowo, kemampuan menulis yang rapi dan mudah dibaca juga mencerminkan kedisiplinan serta ketelitian anak dalam belajar.
Namun, di balik seruan tersebut, pelajaran menulis seharusnya tidak hanya dimaknai sebagai latihan menyalin atau membentuk huruf indah.
Lebih dari itu, menulis adalah keterampilan berpikir yang melatih kemampuan mengorganisasi ide, menalar, serta menyampaikan gagasan secara logis dan komunikatif.
Menulis sebagai Kunci Literasi dan Daya Pikir
Dalam konteks pendidikan modern, kemampuan menulis seharusnya menjadi bagian dari upaya memperkuat literasi bangsa.
Proses menulis melibatkan kerja otak yang kompleks dari menata ide, memilih kata yang tepat, hingga membangun argumen yang masuk akal.
Sebagaimana disampaikan Presiden Prabowo:
“Menulis itu bukan sekadar latihan tangan, tapi juga latihan berpikir. Kalau kita ingin anak-anak cerdas, mereka harus bisa menulis dan mengungkapkan pikirannya dengan baik,” tegasnya.
Menulis juga melatih kesabaran, ketelitian, dan kemampuan reflektif. Melalui tulisan, siswa belajar menyusun ide dan berpikir secara sistematis. Banyak bangsa maju karena generasinya mampu menulis dan berpikir kritis.
Indonesia sendiri memiliki tradisi literasi panjang mulai dari R.A. Kartini yang menulis surat-surat inspiratif, Soekarno dengan pidatonya “Indonesia Menggugat”, hingga Chairil Anwar dengan puisi-puisinya yang membangkitkan semangat kebangsaan. Semua menunjukkan bahwa menulis adalah alat perjuangan dan alat berpikir.
Tingkat literasi fungsional yakni kemampuan memahami isi bacaan dan menulis gagasan sendiri masih rendah. Siswa bisa membaca, tetapi belum tentu memahami; bisa menulis, tetapi belum tentu mampu menata argumen dengan runtut.
Mengembalikan Esensi Pelajaran Menulis
Kurikulum pendidikan selama satu dekade terakhir cenderung berfokus pada sains, numerasi, dan teknologi digital. Padahal, kemampuan menulis merupakan fondasi dari seluruh proses belajar.
Sains tanpa kemampuan menulis kehilangan daya untuk menjelaskan, dan teknologi tanpa kemampuan menulis kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi.
Karena itu, ajakan Presiden Prabowo untuk menghidupkan kembali pelajaran menulis seharusnya dimaknai lebih luas bukan hanya sebagai upaya memperbaiki tulisan tangan, tetapi juga membangun daya pikir kritis dan kemampuan literasi generasi muda.
Dengan dukungan keluarga, sekolah, dan pemerintah, pelajaran menulis dapat menjadi jembatan menuju kemandirian berpikir dan kematangan nalar bangsa.
Bangsa yang menulis adalah bangsa yang berpikir, dan bangsa yang berpikir adalah bangsa yang tidak akan berhenti maju. (*)

