4 November 2025, 16:21 PM WIB

Sering Jadi Korban Pemerasan Media dan Wartawan Abal Abal, Kasek dan Kades di Lamongan Berdialog dengan JMSI Jatim

METROTODAY, LAMONGAN – Jaringan Media Siber Indonesia Provinsi Jawa Timur (JMSI Jatim) menggelar seminar Komunikasi dan Edukasi Jurnalistik yang diikuti ratusan kepala sekolah (kasek), guru, staf sekolah, kepala desa (kades) dan perangkat desa se Kabupaten Lamongan.

Kegiatan yang digelar bersama bersama Forum Kader Bela Negara (FKBN) dan Komunitas Jurnalis Lamongan (KJL) ini bertempat di LA Restaurant, LSC Lamongan, Minggu (5/10/2025), dan berlangsung seru. Sejumlah pertanyaan kritis terlontar dari para peserta seminar.

Di antaranya bagaimana menghadapi wartawan bodrek (sebutan oknum wartawan yang cuma mencari uang dengan pemaksaan atau pemerasan) dan media abal abal, apa ciri-ciri media resmi, lapor ke siapa kalau menghadapi ancaman wartawan dan permasalahan tentang media lainnya.

Fery Fadli, anggota JMSI Jatim di Lamongan selaku ketua panitia seminar mengemukakan bahwa kegiatan ini untuk mengenalkan jurnalistik dan praktik kerja wartawan yang benar, terutama di kalangan pendidikan dan pemerintahan desa yang sering menjadi korban keberadaan media dan wartawan abal abal.

Ketua JMSI Jatim Syaiful Anam (tengah) dan Wakil Ketua JMSI Jatim Jay Wijayanto (kanan) saat menjadi narasumber dalam Seminar Komunikasi dan Edukasi Jurnalistik di LSC Lamongan, Minggu (5/10). (Foto: Istimewa)
Peserta dan narsum seminar Komunikasi dan Edukasi Jurnalistik JMSI Jatim berfoto bersama usai acara. (Foto: Istimewa)

“Banyak kasek maupun kades yang mempertanyakan kedatangan wartawan media yang disebut abal-abal. Karena mereka mendatangi sekolah atau desa bukan untuk mencari berita tapi uang,” ujarnya.

Seminar dan dialog ini menampilkan narasumber dari JMSI Jatim. Yakni Ketua JMSI Jatim Syaiful Anam dan Wakil Ketua Jay Wijayanto.

Syaiful Anam memaparkan keberadaan media yang didirikan berdasarkan UU Pers dan kinerja wartawan yang harus berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

“Media pers mengacu pada UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Sedangkan kinerja wartawan harus berlandaskan etika dalam kode etik jurnalistik,” jelasnya.

Syaiful Anam menggambarkan bahwa UU Pers dan KEJ bagaikan ‘kitab suci’ bagi media dan wartawan yang kemudian pelaksanaan dan pengawasannya dilakukan oleh Dewan Pers.

Sementara itu, Jay Wijayanto menyampaikan bahwa media abal abal dari asal katanya merujuk pada media palsu, tidak penting dan jelek.

Sedangkan wartawan abal abal atau bodrek merujuk pada kinerja orang yang menggunakan informasi atau berita sebagai sarana untuk melakukan pemerasan atau pengancaman dengan motif uang.

Jay menjelaskan setidaknya ada 20 ciri-ciri untuk mengenali atau membedakan media profesional dan abal abal.

Yang terpenting di antaranya bahwa media pers harus berbentuk badan hukum, mencantumkan alamat lengkap termasuk telepon serta nama penanggungjawab/pimred.

“Silakan cek boks atau kolom redaksinya. Kalau lengkap, aman. Jika tidak lengkap, bisa dipastikan abal-abal. Lebih gampang lagi jika media tersebut telah terverifikasi Dewan Pers, itu sudah aman,” ujarnya.

Dari konten beritanya juga bisa dideteksi. “Dari bikin judul berita dan lead sudah kelihatan baik buruknya. Isinya juga tidak hoaks, berdasarkan fakta dan berimbang,” paparnya.

Selain itu dari durasi tayangnya juga bisa dideteksi apakah media tersebut aktif menayangkan setiap hari, atau cuma mingguan bahkan bulanan.

Untuk menghadapi wartawan abal abal atau bodrek, Wijayanto memberikan tips jika mereka memaksa meminta uang, jangan panik.

“Tidak usah diberi, bisa diarahkan terlebih dahulu ke humas atau kominfo di daerah, kalau mereka mengancam laporkan ke polisi,” ujarnya.

Meski demikian, jika muncul pemberitaan yang tidak sesuai, menurut Wijayanto, gunakan hak jawab. “Media wajib memuat hak jawab itu,” ujarnya.

Bila tidak mau, maka laporkan ke Dewan Pers melalui link website Dewan Pers atau bisa langsung berkirim email.

Pada akhir sesi, Ketua JMSI Jatim Syaiful Anam meminta kalangan media dan wartawan untuk menjalankan tugas sesuai UU Pokok Pers dan Kode Etik Jurnalistik.

“Insya Allah membawa manfaat dan tidak ada keberatan dari pihak manapun,” ujarnya.

Sedangkan bagi pejabat publik termasuk kasek dan kades diminta untuk menjalankan tugas sesuai peraturan yang berlaku.

“Kalau pejabat melaksanakan tugas sesuai aturan, tidak korupsi, berlaku adil, maka tidak perlu takut didatangi siapa pun termasuk wartawan bodrek. Jelaskan secara terbuka kinerjanya yang sudah baik,” pungkas Syaiful Anam. (red/mt)

METROTODAY, LAMONGAN – Jaringan Media Siber Indonesia Provinsi Jawa Timur (JMSI Jatim) menggelar seminar Komunikasi dan Edukasi Jurnalistik yang diikuti ratusan kepala sekolah (kasek), guru, staf sekolah, kepala desa (kades) dan perangkat desa se Kabupaten Lamongan.

Kegiatan yang digelar bersama bersama Forum Kader Bela Negara (FKBN) dan Komunitas Jurnalis Lamongan (KJL) ini bertempat di LA Restaurant, LSC Lamongan, Minggu (5/10/2025), dan berlangsung seru. Sejumlah pertanyaan kritis terlontar dari para peserta seminar.

Di antaranya bagaimana menghadapi wartawan bodrek (sebutan oknum wartawan yang cuma mencari uang dengan pemaksaan atau pemerasan) dan media abal abal, apa ciri-ciri media resmi, lapor ke siapa kalau menghadapi ancaman wartawan dan permasalahan tentang media lainnya.

Fery Fadli, anggota JMSI Jatim di Lamongan selaku ketua panitia seminar mengemukakan bahwa kegiatan ini untuk mengenalkan jurnalistik dan praktik kerja wartawan yang benar, terutama di kalangan pendidikan dan pemerintahan desa yang sering menjadi korban keberadaan media dan wartawan abal abal.

Ketua JMSI Jatim Syaiful Anam (tengah) dan Wakil Ketua JMSI Jatim Jay Wijayanto (kanan) saat menjadi narasumber dalam Seminar Komunikasi dan Edukasi Jurnalistik di LSC Lamongan, Minggu (5/10). (Foto: Istimewa)
Peserta dan narsum seminar Komunikasi dan Edukasi Jurnalistik JMSI Jatim berfoto bersama usai acara. (Foto: Istimewa)

“Banyak kasek maupun kades yang mempertanyakan kedatangan wartawan media yang disebut abal-abal. Karena mereka mendatangi sekolah atau desa bukan untuk mencari berita tapi uang,” ujarnya.

Seminar dan dialog ini menampilkan narasumber dari JMSI Jatim. Yakni Ketua JMSI Jatim Syaiful Anam dan Wakil Ketua Jay Wijayanto.

Syaiful Anam memaparkan keberadaan media yang didirikan berdasarkan UU Pers dan kinerja wartawan yang harus berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

“Media pers mengacu pada UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Sedangkan kinerja wartawan harus berlandaskan etika dalam kode etik jurnalistik,” jelasnya.

Syaiful Anam menggambarkan bahwa UU Pers dan KEJ bagaikan ‘kitab suci’ bagi media dan wartawan yang kemudian pelaksanaan dan pengawasannya dilakukan oleh Dewan Pers.

Sementara itu, Jay Wijayanto menyampaikan bahwa media abal abal dari asal katanya merujuk pada media palsu, tidak penting dan jelek.

Sedangkan wartawan abal abal atau bodrek merujuk pada kinerja orang yang menggunakan informasi atau berita sebagai sarana untuk melakukan pemerasan atau pengancaman dengan motif uang.

Jay menjelaskan setidaknya ada 20 ciri-ciri untuk mengenali atau membedakan media profesional dan abal abal.

Yang terpenting di antaranya bahwa media pers harus berbentuk badan hukum, mencantumkan alamat lengkap termasuk telepon serta nama penanggungjawab/pimred.

“Silakan cek boks atau kolom redaksinya. Kalau lengkap, aman. Jika tidak lengkap, bisa dipastikan abal-abal. Lebih gampang lagi jika media tersebut telah terverifikasi Dewan Pers, itu sudah aman,” ujarnya.

Dari konten beritanya juga bisa dideteksi. “Dari bikin judul berita dan lead sudah kelihatan baik buruknya. Isinya juga tidak hoaks, berdasarkan fakta dan berimbang,” paparnya.

Selain itu dari durasi tayangnya juga bisa dideteksi apakah media tersebut aktif menayangkan setiap hari, atau cuma mingguan bahkan bulanan.

Untuk menghadapi wartawan abal abal atau bodrek, Wijayanto memberikan tips jika mereka memaksa meminta uang, jangan panik.

“Tidak usah diberi, bisa diarahkan terlebih dahulu ke humas atau kominfo di daerah, kalau mereka mengancam laporkan ke polisi,” ujarnya.

Meski demikian, jika muncul pemberitaan yang tidak sesuai, menurut Wijayanto, gunakan hak jawab. “Media wajib memuat hak jawab itu,” ujarnya.

Bila tidak mau, maka laporkan ke Dewan Pers melalui link website Dewan Pers atau bisa langsung berkirim email.

Pada akhir sesi, Ketua JMSI Jatim Syaiful Anam meminta kalangan media dan wartawan untuk menjalankan tugas sesuai UU Pokok Pers dan Kode Etik Jurnalistik.

“Insya Allah membawa manfaat dan tidak ada keberatan dari pihak manapun,” ujarnya.

Sedangkan bagi pejabat publik termasuk kasek dan kades diminta untuk menjalankan tugas sesuai peraturan yang berlaku.

“Kalau pejabat melaksanakan tugas sesuai aturan, tidak korupsi, berlaku adil, maka tidak perlu takut didatangi siapa pun termasuk wartawan bodrek. Jelaskan secara terbuka kinerjanya yang sudah baik,” pungkas Syaiful Anam. (red/mt)

Artikel Terkait

Pilihan Editor

Pilihan Editor

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/