METROTODAY, SIDOARJO – Tim rescue dari Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Surabaya terus berjibaku dalam upaya penyelamatan santri korban reruntuhan bangunan di Pondok Pesantren (Ponpes) Al- Khoziny, Sidoarjo.
Bersama tim gabungan lainnya, proses evakuasi yang penuh tantangan di tengah medan yang sulit ini berhasil menyelamatkan sejumlah santri.
Kepala DPKP Kota Surabaya, Laksita Rini Sevriani, menjelaskan betapa ekstremnya kondisi di lokasi kejadian. Tim harus menghadapi reruntuhan yang sempit dan berbahaya.
“Memang situasinya, kondisinya, sangat sulit. Dengan alat yang kita miliki, seperti kamera dan live detector memungkinkan teman-teman bisa memantau posisi dan kondisi para korban,” kata Laksita, Kamis (2/10).
Laksita menceritakan proses evakuasi yang dramatis saat penyelamatan santri bernama Yusuf, Haikal, dan Deni. Meskipun celah reruntuhan sangat kecil, jeritan anak-anak berhasil terpantau oleh tim.
“Alhamdulillah tim rescue bisa menyelamatkan. Kemarin yang awalnya kan ada Yusuf sama Haikal,” jelasnya.
Yusuf berhasil dievakuasi lebih dulu, namun evakuasi Haikal menghadapi kesulitan ekstrem karena posisi tubuhnya terjepit dan tertutup oleh bordes atau material reruntuhan lain. Deni juga berhasil diselamatkan dalam kondisi serupa.
Proses penyelamatan Haikal memakan waktu yang sangat lama, bahkan upaya telah dilakukan sejak hari sebelumnya.
Kondisinya yang terjepit dan terhalang jenazah temannya di depan memaksa tim gabungan, termasuk Basarnas, untuk mencari cara aman untuk mengeluarkannya.
“Kondisi Haikal sangat sulit karena punggungnya terjepit dan tertutup bordes atau material reruntuhan lain. Namun, ia akhirnya berhasil diselamatkan. Saat dievakuasi, Haikal berada dalam status kuning, yang berarti masih memerlukan perawatan intensif di rumah sakit,” terangnya.
Selain mengatasi bahaya fisik, tim rescue juga berupaya keras menjaga kondisi psikologis korban.
Komunikasi berkelanjutan dilakukan untuk memastikan korban tetap sadar dan membantu menentukan posisi mereka.
“Anak-anak (santri) banyak, dan masih ada teriak-teriakan. Tim mengajak santri berkomunikasi untuk memberikan dukungan moral, seperti sabar ya nak, serta memberikan semangat kepada anak-anak bahwa tim akan menolong,” ungkapnya.
Tim juga sempat memberikan makanan dan minuman kepada korban, meskipun prosesnya sangat sulit karena kondisi korban yang hanya bisa menggerakkan tangan, seperti yang dialami Haikal.
Laksita mengakui bahwa perjuangan tim rescue ini adalah tantangan yang luar biasa.
“Medannya cukup sulit dan ini memang tantangan yang sangat luar biasa bagi tim rescue. Mereka menyusup dengan cuma ketinggian berapa senti dengan satu kepala, sampai mepet-mepet dengan material,” imbuhnya.
Tim harus bekerja ekstra hati-hati, mengingat gempa yang terjadi pada Selasa (30/9) malam dikhawatirkan dapat menyebabkan pergerakan bangunan, membahayakan baik korban maupun jiwa para penyelamat.
Dalam operasi gabungan ini, DPKP Surabaya mengerahkan dua tim rescue, masing-masing terdiri dari 6 hingga 8 personel, bekerja sama dengan Basarnas dan tim lainnya di berbagai sisi reruntuhan. (ahm)

