23 September 2025, 12:01 PM WIB

Mikrofon Mati saat Prabowo Pidato di PBB, Kemlu Ungkap Alasan di Balik Drama

METROTODAY, JAKARTA – Momen krusial pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Majelis Umum (SMU) PBB sempat diwarnai drama kecil, Selasa (23/9) WIB. Di tengah pernyataannya yang lantang, mikrofon yang digunakan Prabowo tiba-tiba mati.

Insiden ini sontak menjadi sorotan. Namun, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI segera memberikan klarifikasi bahwa tidak ada masalah teknis atau dugaan sabotase, melainkan murni soal prosedur.

Menurut Direktur Informasi dan Media Kemlu RI, Hartyo Harkomoyo, setiap delegasi diberi waktu maksimal lima menit untuk berpidato. Aturan inilah yang menjadi “penjaga waktu” otomatis di mana mikrofon akan dimatikan jika batas waktu terlampaui.

Momen mati mikrofon terjadi tepat setelah Prabowo menyampaikan komitmen Indonesia untuk menyediakan pasukan perdamaian di bawah mandat PBB, sebuah pernyataan yang disambut positif oleh audiens.

Meskipun siaran langsung terputus, Hartyo memastikan bahwa suara Prabowo tetap terdengar jelas di dalam aula, sehingga para delegasi masih bisa mendengarkan pidatonya secara utuh.

Insiden serupa ternyata juga dialami oleh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. Pihak Direktorat Komunikasi Turki mengungkapkan alasan yang sama. Erdogan melampaui batas waktu karena sempat berhenti untuk menerima tepuk tangan dari hadirin. Kejadian ini membuktikan bahwa aturan lima menit tersebut berlaku sama bagi semua pemimpin.

Konferensi tingkat tinggi yang dipimpin oleh Prancis dan Arab Saudi ini mengumpulkan 33 pemimpin delegasi untuk menyampaikan pandangan mereka mengenai penyelesaian masalah Palestina dan solusi dua negara.

Pidato Prabowo yang berhasil mencuri perhatian dan mendapatkan aplaus, meskipun diwarnai insiden mikrofon, memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain kunci yang berkomitmen pada perdamaian dunia.

Pada akhirnya, meskipun mikrofon mati, pesan dari pidato Prabowo tetap tersampaikan dengan jelas dan mendapatkan respons positif. Hal ini menunjukkan bahwa substansi dan keberanian dalam berdiplomasi lebih penting dari sebatas teknis yang ada. (red)

METROTODAY, JAKARTA – Momen krusial pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Majelis Umum (SMU) PBB sempat diwarnai drama kecil, Selasa (23/9) WIB. Di tengah pernyataannya yang lantang, mikrofon yang digunakan Prabowo tiba-tiba mati.

Insiden ini sontak menjadi sorotan. Namun, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI segera memberikan klarifikasi bahwa tidak ada masalah teknis atau dugaan sabotase, melainkan murni soal prosedur.

Menurut Direktur Informasi dan Media Kemlu RI, Hartyo Harkomoyo, setiap delegasi diberi waktu maksimal lima menit untuk berpidato. Aturan inilah yang menjadi “penjaga waktu” otomatis di mana mikrofon akan dimatikan jika batas waktu terlampaui.

Momen mati mikrofon terjadi tepat setelah Prabowo menyampaikan komitmen Indonesia untuk menyediakan pasukan perdamaian di bawah mandat PBB, sebuah pernyataan yang disambut positif oleh audiens.

Meskipun siaran langsung terputus, Hartyo memastikan bahwa suara Prabowo tetap terdengar jelas di dalam aula, sehingga para delegasi masih bisa mendengarkan pidatonya secara utuh.

Insiden serupa ternyata juga dialami oleh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. Pihak Direktorat Komunikasi Turki mengungkapkan alasan yang sama. Erdogan melampaui batas waktu karena sempat berhenti untuk menerima tepuk tangan dari hadirin. Kejadian ini membuktikan bahwa aturan lima menit tersebut berlaku sama bagi semua pemimpin.

Konferensi tingkat tinggi yang dipimpin oleh Prancis dan Arab Saudi ini mengumpulkan 33 pemimpin delegasi untuk menyampaikan pandangan mereka mengenai penyelesaian masalah Palestina dan solusi dua negara.

Pidato Prabowo yang berhasil mencuri perhatian dan mendapatkan aplaus, meskipun diwarnai insiden mikrofon, memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain kunci yang berkomitmen pada perdamaian dunia.

Pada akhirnya, meskipun mikrofon mati, pesan dari pidato Prabowo tetap tersampaikan dengan jelas dan mendapatkan respons positif. Hal ini menunjukkan bahwa substansi dan keberanian dalam berdiplomasi lebih penting dari sebatas teknis yang ada. (red)

Artikel Terkait

Pilihan Editor

Pilihan Editor

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/